Blitar

Perajin Wayang Kulit di Blitar Datangkan Pekerja dari Solo karena Lebih Telaten

Pekerjanya saya datangkan dari Solo. Kalau orang sini banyak yang tidak telaten membuat wayang kulit.

Penulis: Samsul Hadi | Editor: yuli
samsul hadi
Choirudin menunjukkan tokoh wayang kulit Bima karyanya di rumahnya Desa Gleduk, Kecamatan Sanankulon, Kabupaten Blitar, Minggu (19/8/2018). 

SURYAMALANG.COM, BLITAR - Sejak SD, Choirudin (46) sudah gemar membuat wayang berbahan kertas karton. Setelah lulus SMA, warga Desa Gleduk, Kecamatan Sanankulon, Kabupaten Blitar, ini menekuni hobinya itu sabagai mata pencaharian dan bertahan sampai sekarang.

"Setelah lulus SMA, saya sempat merantau ke Jakarta. Hanya bertahan tiga bulan. Saya balik ke kampung dan menekuni kerajinan wayang kulit sampai sekarang," kata Choirudin, ditemui di rumahnya, Minggu (19/8/2018).

Bapak dua anak ini mulai serius menjadi perajin wayang kulit sejak 1992. Dia belajar membuat wayang kulit secara otodidak. Untuk membuat wayang kulit, dia hanya memiliki modal dasar pandai melukis. Dia melihat contoh wayang kulit lalu mempraktikan membuat sendiri di rumah.

Awal-awal merintis usahanya, dia membuat dan memasarkan sendiri wayang kulit karyanya. Pria berkumis tebal ini memasarkan wayang kulit secara door to door ke rumah dalang.

"Dulu, saya buat wayang tidak banyak. Buat empat wayang langsung saya tawarkan ke dalang. Kalau semua sudah laku, baru buat lagi," ujarnya.

Lambat laun, kerajinan wayang kulit karya Chairudin mulai dikenal di kalangan dalang. Pesanan wayang kulit pun terus mengalir.

Puncaknya, pada 1997, dia mendapat banyak pesanan wayang kulit dari Surabaya dan Jember. Dia merekrut pekerja untuk membantu membuat wayang kulit.

Saking banyaknya pesanan, dia merekrut 14 pekerja untuk membantu membuat wayang kulit.

"Pada 1997-1998 memang puncaknya kerajinan wayang kulit. Setelah reformasi pesanan terus turun. Sekarang, pesanan wayang kulit tergantung sepi ramainya pementasan dalang," katanya.

Meski tidak seramai dulu, pesanan wayang kulit di tempat Choirudin terus ada sampai sekarang. Dia masih mempekerjakan empat orang untuk membantu membuat wayang kulit.

Para pekerja itu didatangkan langsung dari Solo. Para pekerja ini hanya bertugas menatah dan mewarnai wayang kulit.

Soal desain dan pemasangan gapit tetap dipegang sendiri oleh Choirudin.

"Pekerjanya saya datangkan dari Solo. Kalau orang sini banyak yang tidak telaten membuat wayang kulit. Membuat wayang kulit butuh ketelatenan," ujarnya.

Untuk membuat satu wayang kulit paling cepat butuh waktu 10 hari. Dia memilih kulit kerbau sebagai bahan wayang. Tekstur kulit kerbau lebih kaku dibandingkan kulit sapi. Meski terkena hawa dingin, kulit kerbau tetap kaku, beda dengan kulit sapi yang cenderung lembek.

Kulit kerbau yang sudah dikeringkan itu digambar tokoh wayang. Lalu, dipotong dengan cara ditatah sesuai pola yang sudah digambar. Selesai ditatah, kulit yang sudah menyerupai tokoh wayang itu diberi warna sesuai karakternya.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved