Takut Angker, Warga Desa Ngaglik Kota Batu Protes Makam Katolik

“Kalau ada makam, nanti jadi angker. Di sana ada sekitar 100 lebih kaplingan rumah..."

Editor: Aji Bramastra
surya/iksan fauzi
Sejumlah warga yang memprotes keberadaan makam Paroki di Desa Ngaglik, Kota Batu. 

SURYAMALANG.COM, BATU - Warga Jalan Karate RT 4 RW 11 Kelurahan Ngaglik, Kecamatan Batu ramai-ramai menolak pemekaran makam milik Yayasan Pergumpulan Pengrukti Laya Kota Batu (Paroki).

Protes diawali dari lima warga Jalan Karate yang mendatangi kantor Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR), Kamis (5/3/2015) sekitar pukul 09.00 WIB.

Di kantor DCKTR, mereka ditemui oleh Kabid Pertamanan dan Penerangan Jalan Umum, Lilik Faridha.

Kepada Lilik, warga menuntut izin pemekaran makam dicabut.

Usai menemui pihak DCKTR, seorang warga bernama Ngadiono alias Kreco kepada wartawan menyatakan, warga pernah menolak pemekaran makam karena berdekatan dengan pemukiman pada tahun 2007.

Penolakan kala itu disertai surat pernyataan dari warga, diketahui Wali kota Batu saat itu dijabat Imam Kabul (almarhum), dan ketua DPRD Mashuri.

“Sekarang kok tiba-tiba lahan itu dipakai makam. Sudah ada makam di sana, sekarang ada proses penggalian untuk persiapan pemakaman lagi. Kami minta supaya izin itu dicabut,” kata Kreco.

Kreco mengaku, sekitar 150 warga yang ada di Jalan Karate selama ini belum mendapat sosialisasi penggunaan lahan itu untuk makam.

Kreco bersama perwakilan warga yang datang ke DCKTR baru tahu kalau ada surat keputusan izin pemekaran makam yang ditandatangani Wali Kota Batu Eddy Rumpoko tertanggal 20 Oktober 2014.

Nomor surat itu : 180/327/KEP/422.012/2014 tentang Pemberian Izin Pemakaman Jenazah Umat Katolik Paroki Gembala Baik Batu.

Dalam surat keputusan itu, Wali kota memutuskan kepada pengelola Paroki, pertama, agar mendukung dan memelihara kelestarian lingkungan.

Kedua, keputusan itu hanya berlaku seperti ruas (lahan) dan apabila mengadakan perubahan harus mengajukan izin kepada instansi yang berwenang.

Ketiga, keputusan izin itu tidak bisa dipindahtangankan kecuali atas persetujuan instansi berwenang.

Kreco mengungkapkan, penolakan warga yang berdekatan dengan lahan pemekaran beralasan, lahan itu berdekatan dengan musala yang ada di sebelah utara, sebelah selatan milik warga, di sekitar itu digunakan pemukiman warga supaya ramai.

“Kalau ada makam, nanti jadi angker. Di sana ada sekitar 100 lebih kaplingan rumah. Kami menolak demi masyarakat, tidak ada tendensi apa-apa” ujarnya. ( Iksan Fauzi )

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved