Pasuruan
Mamamia, Lezatnya Kue Khas Pasuruan Yang Tak Lekang Zaman ini!
Biar toko-toko roti modern ala dunia barat makin penuh sesak, kue tradisional ini tetap berjaya. Jelang Lebaran, pembuat kue ini bisa panen!
Penulis: Irwan Syairwan | Editor: Aji Bramastra
SURYAMALANG.COM, PASURUAN - Jajanan tradisional tak akan lekang oleh waktu.
Meski banyak tawaran jajanan modern, jajanan tradisional tetap mendapatkan tempat di hati masyarakat sebagai pilihan.
Selain dari bahan alami dan harga yang murah, nilai nostalgia menjadi keunggulan utama jajanan tradisional. Seperti opak gambir, jajanan tradisional khas Winongan, Kabupaten Pasuruan.
Aroma jahe langsung menyapa ketika masuk ke Dusun Wingongan Lor, Desa Sentul, Kecamatan Winongan. Wanginya harum bercampur keningar.
Jahe dan keningar tersebut merupakan bahan baku utama jajanan tradisional khas Winongan, yaitu opak gambir. Dusun inilah yang menjadi sentra pembuatannya.
Satu di antara banyak pembuat opak gambir adalah Mida Sudiati (40). Tiga generasi sudah, keluarga Mida membuat opak ini.
"Ini lagi packing pesanan. Tapi nanti sore sampai malam lanjut panggang lagi," kata Mida kepada Surya online beberapa waktu lalu.
Ruang tamu rumah tertutup ribuan bungkus opak gambir. Opak-opak tersebut merupakan pesanan orang jauh-jauh hari.
"Nanti sore, semuanya sudah diangkut. Terus saya buat lagi sebanyak ini juga. Maklum, mendekati Lebaran memang selalu begini," sambungnya.
Kalau hari-hari biasa, Mida hanya membuat 1-2 kuintal opak gambir perbulannya. Namun, untuk Lebaran ia harus membuat setidaknya 2 ton opak gambir.
"Rezeki Lebaran," ujar Mida yang kemudian tersenyum.
Membuat opak gambir, Mida diajarkan langsung oleh ibunya. Resepnya sama, yaitu tepung ketan, tapioka, gula pasir, gula merah, santan, jahe-keningar, dan wijen.
Ia menegaskan pembuatannya tanpa menggunakan pengawet atau bahan pewarna sintetis berbahaya.
"Semuanya bahan alami," tegasnya.
Resep tersebut tak ada yang berubah, baik bahan, takaran, hingga peralatannya. Perubahan hanya ada pada bentuk opak gambir itu sendiri.
Mida menerangkan opak gambir di zaman ibunya hanya berbentuk lipatan pipih dan silinder panjang.
"Tapi sudah 10 tahunan ini kami pakai bentuk baru, yaitu mawar. Bentuknya saja yang berubah, tapi rasanya tetap sama," jelasnya.
Selain tampilan, kemasan opak gambir Mida yang diberi nama Risma Putra ini pun diperbaharui. Mida tak lagi menggunakan kemasan plastik yang dibakar dengan lilin sebagai penutup seperti ibunya, namun sudah mendesain packaging cantik agar produknya terlihat menarik.
"Meski jajanan tradisional, tampilan tak boleh asal. Ini saya dapatkan ketika mendapat pelatihan UMKM di Pemkab," ungkapnya.
Ada dua rasa pada opak gambir yang ia produksi, yaitu rasa jahe-keningar dan wijen. Opaknya ia jual dengan berat 500 gram seharga Rp 17.500 (jahe-keningar) dan Rp 22.500 (wijen).
Cara membuatnya pun terbilang mudah. Semua bahan dicampur menjadi satu adonan. Adonan itu kemudian dipanggang memakai panggangan besi yang berat berbentuk jepitan.
Cukup dipanggang 20 detik, adonan yang berbentuk kulit tersebut sudah matang. Sebelum tekstur mengeras, langsung dilipat kemudian diangin-anginkan.
Mida menuturkan jajanan tradisional ini tetap dicari meski banyak jajanan modern di pasaran. Menurutnya, rasa yang unik dan nilai nostalgia menjadi keunggulan produknya serta jajanan tradisional lainnya.
"Jajanan tradisional itu memakai bahan alami. Harganya juga murah dan rasanya lezat. Ini yang membuat jajanan tradisional tetap diminati," ucap Mida percaya diri. (*)