Malang Raya
Ternyata, Logo Otsuka di Taman Malabar Merupakan Iklan
"Meskipun CSR, kalau pasang logo perusahaan yang bersifat branding, ya tetap harus membayar pajak reklame. Karena jika tidak, kami akan gergaji,"
Penulis: Aflahul Abidin | Editor: fatkhulalami
SURYAMALANG.COM, KLOJEN - Logo PT Otsuka Indah Amerta, perusahaan pemberi dana CSR (tanggung jawab perusahaan) di Hutan Kota Malabar ternyata masuk dalam jenis iklan.
Hal ini mencuat setelah Aliansi Masyarakat Peduli Hutan Kota Malabar mempermasalahkan adanya logo tersebut yang tak sesuai dengan detail engineering design yang terakhir kali disepakati.
Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Ade Herawanto mengatakan, pihak PT Otuska sudah membayar pajak untuk tiap logo yang terpasang di Hutan Kota Malabar. Iklan itu termasuk untuk dua logo besar di pintu masuk utama hutan kota itu dan logo-logo kecil lain yang di setiap papan pengumuman atau papan petunjuk di dalam hutan.
"Harus bayar pajak reklame. Dan mereka sudah bayak kok," kata Ade, Rabu (13/4/2016).
Sayang, ia tak hafal besaran pajak yang harus dibayar oleh PT Otsuka untuk seluruh logo yang terpasang. Yang jelas, pajak itu harus dibayar rutin per bulan. Meski begitu, pemilik reklame juga bisa membayar dalam tempo tahunan.
"Meskipun CSR, kalau pasang logo perusahaan yang bersifat branding, ya tetap harus membayar pajak reklame. Karena jika tidak, kami akan gergaji atau copot materi dalam reklame tersebut," tambah Ade.
Dalam Peratauran Daerah Kota Malang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Perda Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah, lanjut Ade, pemasangan reklame tak mengatur tentang lokasi. Yang penting, pemilik reklame rutin membayar kewajiban mereka. Hal serupa pun berlaku di tempat lain, seperti mal, toko, dan tempat umum.
Sementara Aliansi Masyarakat Peduli Hutan Kota Malabar kekeh menganggap pemasangan logo Otsuka di Hutan Kota Malabar mengingkari aturan yang disepakati dalam desian.
Juru Bicara Aliansi Alinasi Masyarakat Peduli Hutan Kota Malabar Rabbani Amal Ramis, pemasangan logo itu membuat citra hutan kota seakan menjadi tempat brand perusahaan. Ini khawatir dampak dari hal ini akan berbuntut panjang pada taman lain di Kota Malang.
"Kami tidak mau taman-taman di Kota Malang menjadi seperti Taman Merbabu yang karena CSR disulap menjadi seperti milik privat Nivea," kata dia.