Malang Raya

Umar Patek Yakin Bisa Negosiasi dengan Abu Sayyaf untuk Bebaskan Sandera WNI

“Untuk negosiasi ini aku tidak tidak harus pergi ke suatu tempat atau di bawa ke Filiphina untuk bernegosiasi. Sudah aku jelaskan teknisnya,"

Penulis: Aflahul Abidin | Editor: fatkhulalami
surya/aflahul abidin
Umar Patek dan Ali Imron akan menjadi pembicara dalam seminar yang diadakan resimen mahasiswa Mahasurya Jatim, Senin (25/4/2016). 

SURYAMALANG.COM, KLOJEN – Hisyam bin Ali Zein, lebih dikenal dengan nama Umar Patek, mengaku bisa bernegosiasi dengan dua pimpinan Abu Sayyaf yang menahan 10 Warga Negara Indonesia (WNI) tanpa harus keluar dari lapas.

Yang ia butuhkan hanya izin penggunaan telepon untuk mengubungi dua pimpinan faksi Abu Sayyaf yang menyandra WNI itu, yaitu Al-Habsi Misaya dan Jim Dragon. Ia juga membutuhkan nomor kontak mereka untuk menghubungi via panggilan telepon atau videocall.

Umar mengatakan, saat ini dirinya sudah tidak memiliki kontak dengan mereka.

“Untuk negosiasi ini aku tidak tidak harus pergi ke suatu tempat atau di bawa ke Filiphina untuk bernegosiasi. Sudah aku jelaskan teknisnya semua aku lakukan di dalam lapas,” kata Umar, usai menjadi pembicara dalam Seminar Resimen Mahasiswa Mahasurya Jawa Timur di Malang, Senin (25/4/2016).

Umar mengatakan, tawaran yang diasampaikan tanpa pamrih. Ini sekaligus membantah kabar yang beredar bahwa dirinya meminta potongan masa tahanan 10 tahun atau separoh dari total vonis yang dia terima.

“(Kata-kata itu) sama sekali tidak keluar dari mulutku. Tidak ada,” tambahnya.

Alasan Umar bersedia membantu negosiasi hanya karena rasa kemanusiaan dan cinta tanah air. Kejadian penyanderaan itu, kata Umar, mengusik perasaannya.

Alasan lain ia menyampaikana tawaran tersebut ke pemerintah karena dia merasa kenal betul pimpinan faksi Abu Sayyaf yang menyandera WNI itu.

Pada 2003 hingga 2009, ia bergabung dengan kelompok Abu Sayyaf. Pada 2005 hingga 2006, ia menjadi salah satu anggota Majelis Syura Abu Sayyaf pimpinan Khadaffy Janjalani.

Tawaran bantuan negosiasi sandera itu pun belum diterima oleh pemerintah. Umar menyampaikan, tawaran itu memang boleh diterima atau tidak. Namun, ia mengisyaratkan bahwa ia memiliki kemampuan untuk itu.

“Aku lebih dulu masuk (Abu Sayyaf) bandingkan Al-Habsi. Dan mereka aku anggap sebagai sosok yang soft dan lunak. Bisa diajak bicara,” katanya.

Selain itu, Umar juga membagi cerita tentang pengalamannya menegosiasi pelepasan sandera perempuan warga negara Filiphina oleh kelompok Abu Sayyaf lain pada 2009. Sandera itu bernama Mary Jean Lacaba, anggota Komite Internasional Palang Merah.

“Ketika itu aku menyampaikan untuk dibebaskan karena dalam Islam tidak diperbolehkan menahan atau memerangi wanita. Alhadulillah, dia dibebaskan tanpa pembayaran tebusan,” tambah Umar.

Jika tawarannya untuk membantu negosiasi itu dikabulkan, Umar akan menyampaikan beberapa hal pada pimpinan Abu Sayyaf yang menahan WNI itu. Ia akan bilang ke mereka bahwa orang yang mereka sandera adalah bagian dari warga muslim. Sementara untuk sandera nonmuslim, Umar akan memberi pengertian ke mereka bahwa para sandera itu adalah warga negara Indonesia.

“Yang mana mereka tidak ada sama sekali urusan dengan kalian. Pertempuran kalian sama sekali tidak ada hubungannya. Ada deal-deal (lain) yang juga ingin aku sampaikan agar mereka mau melepas tanpa tebusan,” tutupnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved