Blitar

Rebutan Lahan dan Kayu Jati di Blitar, Warga dan Perhutani Nyaris Bentrok

"Mereka nggak takut meski ketahuan siapa pun karena merasa menebang kayu di pekarangannya sendiri,"

Penulis: Imam Taufiq | Editor: eko darmoko
SURYAMALANG.COM/Imam Taufiq
Petugas mengamankan kayu yang ditebang warga di Blitar 

SURYAMALANG.COM, KLOJEN - Saling mengeklaim kepemilikan lahan antara warga dengan perhutani nyaris memicu bentrok fisik. Itu terjadi ketika warga ketahuan menebang ratusan kayu jati di lahan yang saling mereka klaim miliknya, Minggu (2/10/2016).

Untungnya, petugas polsek segera datang ke lokasi, sehingga bentrok fisik antara warga dengan polisi hutan (polhut) bisa dihindari. Sebab, warga yang ketangkap basah membabat kayu itu diperbolehkan pulang. Yang diamankan hanya kayu yang ditebang, yakni berjumlah 318 gelondong kayu jati berukuran 3 meter.

Namun, kasus itu rupanya tak berhenti sampai di situ. Sehari kemudian, Senin (3/10/2016) siang, perhutani melaporkan kasus penebangan kayu itu ke Polres Blitar. "Iya, tadi pagi, kasus itu sudah kami laporkan. Yakni, dugaan pengerusakan kayu hutan," kata Muchid, Wakil Adm Perhutani Blitar, usai melapor.

Menurut Muchid, aksi pembabatan kayu hutan itu berlangsung selama dua hari, namun baru diketahui Minggu (2/10/2016). Itu diketahui saat petugas melakukan patroli dan menemukan ada 15 orang membabat kayu jati, di lahan milik perhutani. Tepatnya, di RPH Serang, BkPH Lodoyo Timur atau berada di Desa Serang.

Saat menebang kayu, warga dengan santai melakukannya karena merasa itu lahan miliknya. Karena itu, mereka menebang seperti di lahannya sendiri, di antaranya, dengan menggunakan alat gergaji mesin. Setelah kayunya dipotong-potong sesuai dengan ukuran yang dikehendaki, itu diangkut dan ditumpuk di tepi jalan desa sehingga diketahui banyak orang. Bahkan, informasinya sebagian kayu itu sudah diangkut truk dan dikirim ke luar kota.

"Mereka nggak takut meski ketahuan siapa pun karena merasa menebang kayu di pekarangannya sendiri," paparnya.

Namun, saat akan menaikkan kayu ke atas truk, petugas polhut datang dan melarangnya, untuk membawa pergi kayu tersebut. Akhirnya, terjadi perang mulut. Bahkan, Ketika ditanya asal-usul kayu itu, warga langsung menunjukkan bukti ke pemilik lahannya. Yakni, berupa surat petok D.

Namun demikian, petugas Polhut tetap melarangnya, kalau kayu itu dinaikkan ke atas truk. Tak terima dengan tindakan polhut itu, mereka menghubungi teman-temannya yang berada di dalam hutan. Akhirnya, mereka berdatangan dan perang mulut kian meruncing.

Untungnya, petugas polsek datang tepat waktu, sehingga ketegangan bisa diredam. Akhirnya, warga disuruh pulang dan kayunya diamankan di rumah dinas polhut Panggungrejo.

Terkait kasus ini, Handoko, Kades Serang, mengatakan, warga yang menebang kayu itu memang punya bukti kepemilikan surat atas tanahnya. Yakni, petok D dan letter C. Soal proses kepemilikan surat itu, Handoko belum mempelajarinya, bagaimana mereka bisa punya lahan di dalam hutan.

"Kami belum tahu, karena kami baru jadi kades dua tahun ini. Nanti, akan kami pelajari dulu, bahkan bila perlu kami sarankan dilakukan pengukuran bersama antara perhutani dan warga," paparnya.

Muchid menambah, jika warga tetap mengklaimnya, pihaknya akan menyiapkan peta tanah perhutani di lokasi yang diklaim warga tersebut. Sebab, jika dilihat di petanya, lahan yang kayunya ditebang warga itu masuk wilayah hutan.

"Tepatnya, itu berada di petak 62 RPH Serang. Itu berarti lahan itu milik perhutani. Terkait kasus ini, kami serahkan ke penegak hukum," ujarnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved