Blitar
Ritual Memandikan Gong Kyai Pradah di Blitar, Air Bekasnya Dipercaya Bisa Sembuhkan Aneka Penyakit
Proses ritual memandikan gong itu langsung dipimpin M Rijanto, Bupati Blitar, dengan didampingi para pejabat
Penulis: Imam Taufiq | Editor: eko darmoko
SURYAMALANG.COM, BLITAR - Meski ritual memandikan Gong Kyai Pradah berlangsung setiap tahun atau bertepatan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, namun warga tetap antusias. Bahkan, sehari sebelum berlangsung acara itu, warga dari luar kota sudah berdatangan.
Tak pelak, momen itu disambut warga setempat, dengan berjualan dadakan, di sepanjang jalan desa sampai menuju ke lapangan Kecamatan Sutojayan, tempat berlangsungnya perayaan jamas (memandikan) Gong itu. Saat berlangsung acara itu, Selasa (13/12/2016) siang, sekitar 15 ribu warga berjubel memenuhi lapangan di Kecamatan Lodoyo.
Banyaknya warga itu karena berasal dari berbagai kota, di antaranya, Malang, Banyuwangi, Magetan, Jogjakarta, dll. Seperti Lasirin (53), warga Desa/Kecamatan Donomulyo, Kabupaten Malang ini mengaku sejak pukul 06.00 WIB, sudah tiba di lokasi. Tujuannya, untuk mendapatkan air yang bekas dipakai memandikan gong karena ia percaya bisa menyembuhkan berbagai penyakit.
"Saya sudah lima tahun ini, selalu datang. Selain meriah karena banyak orang yang datang, kami ingin mendapatkan berkah dari proses ritual ini. Karena itu, saya harus datang pagi, agar bisa berada di depan atau dekat panggung, sehingga bisa mendapatkan airnya" ujarnya.
Proses ritual memandikan gong itu langsung dipimpin M Rijanto, Bupati Blitar, dengan didampingi para pejabat muspida, seperti Marhaenis Urip Widodo, Wabup, AKBP Slamet Waluya, Kapolres Blitar, Letkol (Arm) Suryadani, Dandim 0808 Blitar.
Dalam proses ritual, Gong Kyai Pradah yang diyakini merupakan pusaka peninggalan Sunan Amangkurat (Pangeran Prabu) dari Kartasura itu dikeluarkan dari tempatnya. Yakni, sebuah pesangrahan yang ada di samping kanan lapangan.
Tak sembarangan orang boleh mengeluarkan Gong itu, kecuali juru kuncinya, Mbah Supalil. Saat mengeluarkannya, pria berusia 89 tahun itu dikawal puluhan orang baik laki-laki atau perempuan yang berpakaian serba hitam, dengan membawa bunga. Termasuk juga diiringi musik gamelan, sehingga menambah suasana jadi kian sakral. Selanjutnya, Gong itu gendong oleh Mbah Supalil, dan diarak mengelilingi lapangan.
Untuk membawa Gong itu, tak mudah karena harus melewati kerumunan warga. Apalagi, warga berebut ingin menyentuhnya karena diyakini bisa membawa berkah atau keselamatan apabila bisa menyentuh Gong tersebut. Selanjutnya, Gong itu diserahkan Bupati Rijanto, yang sudah menunggu di atas panggung. Oleh Rijanto, Gong itu dimandikan dengan disiram air bunga tujuh setaman.
Menariknya, saat berlangsung proses memandikan Gong itu, warga berebut ke depan panggung, untuk mendapatkan air bekas dipakai memandikan gong tersebut. Tak pelak, air yang jatuh dari atas panggung itu, diperebutkan. Mulai membasuh muka atau membesihkan tubuhnya, sampai ada yang diminumnya.
"Tolong disaksikan, sehabis dimandikan, gong ini saya pukul tujuh kali. Terus, dijawab baik atau buruk setiap pukulan itu," teriak Rijanto.
Meski tanpa dikomando, setiap pukulan itu dijawab baik oleh warga dengan serentak. Itu sampai tujuh kali pukulan. "Alhamdulillah, semoga baik semua. Baik rezekinya, baik kesehatan, baik ibadahnya," ucap Rijanto sehabis memukul gong itu sebanyak tujuh kali.
Menurur Rijanto, ritual ini dilakukan tiap tahun sekali atau bertepatan dengan 12 Rabiul Awal atau setiap peringatan hari lahirnya Nabi Muhammad SAW. Peringatan ritual ini diharapkan jadi salah satu destinasi atau tujuan wisata di Kabupaten Blitar. Buktinya, yang datang tak hanya warga setempat namun warga dari luar kota. Di samping itu, warga setempat bisa mendapatkan berkah, dengan berjualan makanan atau mainan. Termasuk, membuka lahan parkir.
"Buktinya, tiap tahun, yang datang kian banyak. Ini menunjukkan bahwa ritual ini sudah jadi destinasi wisatawan, khusus wisata budaya," pungkas Rijanto.