Malang Raya
Status Belum Bebas, Napi Kasus Pembunuhan Jadi Guru Ngaji di Kabupaten Malang
Bukan hanya sekedar guru ngaji, Suyono bahkan menjadi sahabat anak didiknya. Mereka kerap berkunjung ke Pondok Asimilasi, sekedar bermain bersama.
Penulis: David Yohanes | Editor: eko darmoko
SURYAMALANG.COM, NGAJUM - Ada 13 narapidana dari Lembaga Pemasyarakatan Klas I Lowokwaru Kota Malang yang tinggal di Pondok Asimilasi di Desa Maguan, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang. Dua di antaranya adalah Abdul Azis (38) dan M Suyono (43), dua napi kasus pembunuhan yang ditunjuk warga setempat menjadi guru ngaji.
Azis mengisahkan, dirinya dihukum sembilan tahun karena kasus pembunuhan di Kraksaan Probolinggo. Sekitar Agustus 2017, diri dikirim ke Pondok Asimilasi Maguan. Di sinilah Azis mulai bergaul dengan warga desa setempat.
“Kan memang di sini kami dibiarkan bergaul seperti orang bebas. Meski kami napi, tapi tidak seperti di dalam penjara,” ucap Azis.
Azis kemudian ditawari warga, untuk menjadi guru ngaji di musala terdekat. Musala tersebut berjarak sekitar 200 meter dari Pondok Asimilasi. Bangunannya pun cukup besar, dengan dua lantai.
Kebetulan belum ada guru ngaji untuk anak-anak. Kegiatan ngaji hanya diselenggarakan siang hari, itu pun khusus para ibu. Mendapat tawaran tersebut, Azis sempat ragu, namun akhirnya menerima.
“Sebelum masuk penjara kan dulu juga sempat ngaji. Selama di (Lapas) Lowokwaru juga rutin ngaji. Saya juga vokalis grup hadrah di Lowokwaru,” ungkap Azis.
Kehadiran Azis sebagai guru ngaji ternyata mendapat sambutan yang luar biasa. Setiap selepas Magrib hingga Isya, lebih dari 100 anak belajar ngaji kepada Azis. Yang membuat Azis bangga, ternyata meski statusnya narapidana, namun dirinya diterima sepenuhnya oleh warga.
Warga setempat berharap, Azis mau tinggal di desa Maguan setelah bebas Bulan Agustus nanti. Mereka berharap Azis tetap menjadi guru ngaji buat anak-anak. Azis pun kebingungan mendapat tawaran tersebut.
Bahkan ada yang menawari untuk mencarikan istri warga Desa Maguan. Azis memang diceraikan istrinya setelah masuk penjara. Sementara dua anaknya juga dibawa oleh mantan istrinya.
“Sampai ada yang menawari akan mencarikan istri di sini. Warga begitu menghargai saya. Bingung saya jadinya,” ujar Azis.
Tiga bulan lalu Suyono datang ke Pondok Asimilasi, setelah dipindah dari Lapas Lowokwaru. Sama seperti Azis, Suyono adalah napi kasus pembunuhan berencana tahun 2010 silam. Warga Bondowoso dihukum 14 tahun, dan sudah menjalani setengah hukumannya.
Suyono yang juga pintar ngaji ini kemudian ditawari membantu Azis. Suyono langsung menerima tawaran tersebut. “Mungkin ini hidayah dari Allah. Saya diberi kesempatan untuk mengamalkan ilmu saya,” ucapnya.
Ayah seorang anak ini mengaku butuh kesabaran ekstra untuk menjadi guru ngaji anak-anak. Apalagi tingkah mereka yang nakal. Tidak jarang Suyono harus mendamaikan anak-anak yang berkelahi di tempat ngaji.
Namun semua itu dinikmati oleh Suyono. Bukan hanya sekedar guru ngaji, Suyono bahkan menjadi sahabat anak didiknya. Mereka kerap berkunjung ke Pondok Asimilasi, sekedar bermain bersama.
“Ini sekarang sedang membuatkan bakiak buat anak-anak. Beberapa anak sudah menggunakan bakiak buatan saya ,” cerita Suyono.
Aktivitas dua napi ini ternyata mendapat perhatian secara luas. Seorang kyai menyumbang seragam ngaji untuk semua anak didik Azis dan Suyono. Azis dan Suyono juga kerap diajak ikut acara istiqosah.
Aktivitas dua napi ini juga membuat Kepala Divisi Pemasyarakatan Kementrian Hukum dan HAM Jawa Timur, Harun Suliono kagum. Saat berkunjung ke Pondok Asimilasi, Harun beberapa kali minta foto bersama Azis dan Suyono.
“Mereka kan guru ngaji. Barokahnya besar,” ucap Harun.
Bahkan Harun menjamin, proses pembebasan bersyarat (PB) keduanya akan berjalan lancar. Bahkan Harun minta diingatkan, untuk melas menandatangi berkas PB mereka.
“Kalau orang lain yang tidak saya kenal saja saya bantu, apalagi mereka yang nyata-nyata menjadi guru ngaji. Ini membanggakan kita semua,” ucap Harun.