Malang Raya

Paguyuban Pedagang Ngotot Bertahan di Lahan Utara Stasiun Malang

Intinya itu, kalau dibongkar paksa ya kita lapor pengerusakan karena belum ada kesepakatan apapun. Saat ini masih status quo

Penulis: Benni Indo | Editor: eko darmoko
SURYAMALANG.COM/Benni Indo
Kawasan di utara Stasiun Malang yang masuk di kawasan Jl Trunojoyo, Selasa (31/10/2017). PT KAI berencana akan menggusur sejumlah kios sebagai upaya penempatan lahan parkir. 

SURYAMALANG.COM, KLOJEN – Polemik PT KAI dengan paguyuban penyewa lahan utara Stasiun Kereta Api Malang muncul kembali. Dalam audiensi yang digelar di Aula Rupata Polres Malang Kota, Selasa (31/10/2017), baik PT KAI maupun paguyuban tetap mempertahankan gagasan masing-masing.

Ketua paguyuban penyewa lahan utara Stasiun Kereta Api Malang MS Haidary mengatakan, meski PT KAI punya hak atas tanah namun tidak serta merta terhadap bangunan karena bangunan milik penyewa. Ia pun akan melaporkan kepada pihak berwenang jika PT KAI membongkar paksa bangunan yang ada di situ.

“Intinya itu, kalau dibongkar paksa ya kita lapor pengerusakan karena belum ada kesepakatan apapun. Saat ini masih status quo,” ujarnya.

Karena pihak paguyuban masih bertahan dengan status quo atau keadaan tetap sebagaimana keadaan sekarang, pihak paguyuban belum memikirkan tentang ganti rugi. Pasalnya, saat ini kawasan di ruko di Jl Trunojoyo sudah mulai ramai dan menjadi tempat pencahariaan sejumlah masyarakat. Kondisi itu berbeda ketika awal-awal para pedagang membuka usaha di kawasan itu.

“Belum ada pikiran untuk ganti rugi. Karena waktu itu sepi, sekarang setelah ramai PT KAI ingin mengambil alih. Kalau lebih mengutamakan rel, ambil contoh di depan LP Lowokwaru. Kenapa tidak itu saja ditertibkan. Apakah di Trunojoyo lokasinya menghalangi jalan KA? Kan enggak,” papar Haidary, Selasa (31/10/2017).

Sejak 2012, pedagang sudah tidak lagi membayar iuran. Haidary mengatakan saat itu ada pemutusan sepihak oleh PT KAI sehingga iuran tidak dilanjutkan. Keputusan itu juga disayangkan Haidary karena menurutnya itu sebuah pelanggaran hukum.

“Diputus secara sepihak juga melanggar hukum. Kalau KAI merasa berhak, ya lakukan saja ke pengadilan, jangan main paksa. Negara ini negara hukum,” tegas Haidary.

Terkait rencana pembuatan lahan parkir, pihak paguyuban mempercayai hal itu. namun berkaca pada pengalaman tahun sebelumnya, ternyata ada pihak ketiga yang mencoba membangun kawasan di sekitar Staisun Kota Malang. Nampaknya para pedagang pun tidak ingin kecolongan untuk yang kedua kalinya.

“Kalau parkiran itu ada perdanya, kami percaya. Tapi ini pengalaman 2016, ada pihak ketiga, investor. Katanya untuk penertiban tapi muncul pihak ketiga. Rencananya mau bangun macam-macam. Hak sewanya tinggi, Rp 120 ribu per meter. Dibayar per bulan. Tahu-tahu mereka telah menjalin kerjasama dengan PT KAI, katanya informasinya pedagang sudah oke. Padahal tidak ada,” ucapnya.

Sejauh ini pihak paguyuban masih menunggu sikap yang akan diambil oleh PT KAI. Ketika ditanya apakah akan menempuh jalur hukum, Haidary menegaskan kembali kalau pihaknya tetap menunggu langkah yang diambil PT KAI.

“Ya kami menunggu sikap PT KAI. Kalau ke ranah hukum, menunggu sikap PT KAI,” jelasnya.

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved