Sains
Penjelas 'Bun Upas', Fenomena Embun Racun yang Melanda Dieng Hari ini
Wah apa lagi ini embun racun? Terdengar asing? Sebenarnya ini fenomena biasa yang melanda alam Dieng
Penulis: Insani Ursha Jannati | Editor: Adrianus Adhi
SURYAMALANG.COM - Kawasan Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah diserang fenomena embun beku sejak dini hari, Jumat (6/7/2018).
Penduduk setempat menamai fenomena itu "Bun Upas" atau disebut pula embun racun.
Nama embun racun dipilih tentu bukan tanpa alasan, akibat fenomena ini mulai dari permukaan tanah, rumput, pohon, hingga bangunan rumah dan candi menjadi putih bak tertutup salju.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho membagikan foto rumput dan pepohonan yang beku diselimuti es.

Grid ID (Surya Malang grup) mengutip cuitannya (6/7/2018), selain pohon dan rumput, tanah dan lahan pertanian juga tertangkap kamera menjadi serba putih.
Penampakan tersebut diambil di Pegunungan Dieng, Jawa Tengah.
Masih menurut Sutopo Purwo Nugroho, fenomena itu normal terjadi saat musim kemarau.
Minimnya curah hujan adalah satu dari sekian dampak cuaca cerah pada siang hari di mana angin dominan dari Australia bersifat kering.
"Embun es menutup permukaan tanah dan lahan pertanian di Pegunungan Dieng.
"Fenomena dinginnya cuaca saat ini adalah normal saat kemarau.
"Cuaca cerah siang hari menyebabkan potensi terjadinya hujan menjadi minim.
"Angin dominan dari Australia bersifat kering," tulis @Sutopo_PN dalam cuitannya.
Tak jauh berbeda, Kepala Stasiun Geofisika Banjarnegara Setyoajie Parayudhi juga menjelaskan Bun Upas adalah dampak dari uap air yang terkondensasi secara alami dan mengalami pembekuan akibat suhu ekstrem di kawasan tersebut belakangan ini, dikutip dari Kompas.com (Surya Malang grup).
Secara umum, lanjut Setyoajie Parayudhi, Jawa Tengah sudah memasuki musim kemarau, termasuk daerah Dieng, Banjarnegara.
Pada musim kemarau, peluang turunnya hujan kecil lantaran tak banyak tutupan awan yang berpotensi hujan.
Akibatnya energi panas matahari yang terpantul dari bumi hilang ke atmosfer.
Tidak adanya pantulan panas matahari yang dikembalikan oleh awan menyebabkan udara di permukaan relatif lebih dingin.
“Kondisi ini jika terjadi terus-menerus akan menyebabkan udara semakin dingin,” katanya.
Berdasarkan pengamatan cuaca di Stasiun Geofisika Banjarnegara (ketinggian 608 mdpl), tercatat suhu udara rata-rata dalam 4 hari terakhir (1–4 Juli) berkisar antara 20,7 – 23,4 derajat celsius dan suhu minimum dapat mencapai 18,2–19,2 derajat celsius.
Dengan asumsi bahwa setiap kenaikan ketinggian 100 m terjadi penurunan suhu 0,5 derajat celsius, maka di daerah Dieng yang memiliki ketinggian sekitar 2065 mdpl, diperkirakan suhu udara rata-rata dalam 4 hari terakhir (1–4 Juli) berkisar antara 13,7–16.4 derajat celsius dan suhu minimum dapat mencapai 11,2–12,2 derajat celsius.
Tanah menjadi lebih mudah menyerap panas namun lebih mudah pula melepaskan panas.
Terlebih Dieng adalah dataran tinggi, dampaknya suhu udara dapat mencapai nol derajat celcius dan menyebabkan uap air atau embun membeku.
“Masyarakat Jawa mengenalnya dengan istilah ‘Musim Bediding’ di mana terjadi perubahan signifikan suhu di awal musim kemarau.
"Akibat langsung dari perubahan suhu udara tersebut adalah munculnya fenomena embun es di Dieng, yang dikenal masyarakat dengan istilah ‘Bun Upas’ atau embun beracun,” ujar Setyoajie.
Butiran embun mengkristal, menyerupai es batu.
Hamparan tanaman hijau di perkebunan warga berubah memutih bak salju di negeri empat musim.
Embun beku kali ini terbentuk cukup tebal.
Fenomena alam ini bahkan mencakup wilayah cukup luas.
Dikutip dari Tribun Jateng, Selain muncul di seputar kawasan Candi Arjuna Dieng Banjarnegara, fenomena langka ini juga muncul hingga kawasan wisata Bukit Sikunir di Desa Sembungan Kecamatan Kejajar Wonosobo.
"Mulai dari Sikunir, Dieng, kena semua," jelas Bukhori, warga Desa Sembungan Wonosobo.
Tanda-tanda fenomena ini muncul satu di antaranya adalah penurunan suhu hingga mencapai minus 5 derajat celcius.
Efeknya bisa membuat tubuh penduduk setempat menggigil, seperti yang diceritakan Bukhori.
"Mulai tiga hari lalu panas banget, terus mendung kehitaman, sunyi gak ada angin ya jadi es. Tubuh menggigil terasa kaku," ceritanya.
Meski sekilas berikan pemandangan cantik saat rerumputan terselimuti kristal embun, bukan berarti ini kabar baik bagi para petani Dieng.
Mereka resah karena embun itu bisa saja merusak pertanian.
Kentang yang mendominasi pertanian sekitar terancam mati yang efek langsungnya tentu kerugian gagal panen.
Padahal, rata-rata tanaman kentang warga telah berusia antara 1 bulan hingga 2 bulan.
Meski terik tiba dan kristal es mencair, namun tanaman telah layu.
"Lahan saya kena sebagian," lanjutnya.
--
Menyadur Grid ID, Kompas.com, Tribun Jateng