Mojokerto
Warga Desa Sendi di Mojokerto Terus Menuntut Pengakuan Masyarakat Hukum Adat
Kegiatan aksi tersebut untuk meminta pemerintah daerah guna mengakui dan mengesahkan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Sendi.
Penulis: Mohammad Romadoni | Editor: yuli
SURYAMALANG.COM, MOJOKERTO - Warga terus mendesak Pemkab dan DPRD Kabupaten Mojokerto supaya secepatnya memberikan perlindungan dan pengesahan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Sendi.
Sucipto, Pejabat Sementara Kepala Desa adat Sendi sesuai SK Bupati mengatakan, pihaknya bersama masyarakat akan terus mengawal keputusan pemerintah daerah terkait tuntutannya meminta pengakuan hukum adat Sendi. Sebelumnya, pihaknya telah menyerahkan dua peti pusaka berisikan dokumen surat permohonan dan sejumlah berkas yang mengidentifikasi terkait keberadaan masyarakat adat Sendi.
"Kami akan silaturrahmi langsung ke rumah anggota dewan yang kemarin bersedia menerima kami di gedung DPRD, (Ibu Puji Lestari-PDIP dan bapak Budi Mulyo-Gerindra)," ucapnya kepada Surya, Kamis (2/8/2018).
Dia menjelaskan pihaknya mempertanyakan tuntutannya mengenai proses pengkajian tentang adanya payung hukum seperti Peraturan Bupati (Perbup) atau Perda yang kaitannya dengan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat Sendi serta mengakui eksistensi mereka.
"Kami akan mendatanginya untuk lebih detail menyepakati langkah-langkah rill guna percepatan proses penerbitan produk hukum daerah tentang pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Sendi," ungkapnya.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Pemkab Mojokerto, Ardi Sepdianto menuturkan pihaknya telah menyampaikan kepada Wakil Bupati Mojokerto Pungkasiadi perihal aspirasi dan keinginan tuntutan warga Desa Adat Sendi.
Tidak serta merta secara tiba-tiba dapat mengesahkan suatu keputusan lantaran butuh proses untuk menindaklanjutinya.
"Mereka meminta pengakuan hukum adat Sendi yang memang sesuai Kemendragi Nomor 52 tahun 2014 (tentang tentang pedoman pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat)," ujarnya kepada SURYAMALANG.COM, Kamis (2/8/2018).
Menurut dia, untuk proses mengakui itu ada beberapa tahapan. Adapun tahapannya meliputi pembentukan tim yaitu yang pertama harus melakukan verifikasi terhadap apa yang diajukan tersebut.
Tentunya verifikasi tidak bisa dilakukannya sendiri lantaran pastinya dibutuhkan tim untuk membantunya.
"Jadi timnya (Verifikasi) harus dibentuk dulu tingkat Kabupaten," ungkapnya.
Ardi menjelaskan pihaknya menindaklanjuti terkait warga yang mengajukan hanya tentang pengakuan Hukum Adat (MHA) Sendi. Pasalnya, terkait desa secara administrasi sudah ditolak oleh Pemprov Jatim pada 17 Juli 2018.
Karena itulah, pihaknya akan mempelajari terlebih dahulu detail tentang Kemendagri Nomor 52.
"Masih belum dapat berkata banyak ya karena baru diterima dan dipelajari terlebih dulu. Pastinya, harus ada tim untuk memverifikasi dan pertimbangan dari Wakil Bupati Mojokerto," jelasnya.
Masih kata Ardi, tidak bisa memastikan butuh berapa lama menindaklanjuti hal ini. Pasalnya semuanya itu tergantung wewenang dari kepala daerah.
"Kami belum menerima disposisi surat dari Bapak Wakil Bupati kan kemarin langsung setelah saya menerima surat itu diteruskan untuk diagendakan," terangnya.
Ditambahkannya, Ardi sempat mempertanyakan adanya rencana dari pihak masyarakat Desa Adat Sendi yang akan mendatangi rumah dewan untuk mempertanyakan perkembangan pengakuan Hukum adat Sendi.
"Kalau Dinas ya kenapa kok ke rumah pakai dinas saja lah, kan kemarin sudah ke kantor menyampaikan aspirasi kan semuanya itu butuh proses," pungkasnya.
Sebelumnya, masyarakat Desa Adat Sendi mengenakan baju adat sembari membawa tumpeng, sesaji dan peti pusaka mendatangi Pendopo Pemkab dan kantor DPRD Kabupaten Mojokerto.
Mereka sempat menyerahkan dua peti pusaka berisi dokumen berisikan dokumen penting mulai dari cerita, hak asal-usul, catatan kelembagaan, norma, silsilah adat, kearifan dan pengetahuan kolektif tentang bagaimana hidup beradab dan berbudaya.
Peti kedua berisi pengetahuan dan jejak asal-usul sekaligus laporan perkembangan masyarakat adat Sendi selama enam bulan hingga 1 tahun terakhir.
Peti ketiga, ada dokumen tentang contoh-contoh produk pengetahuan dan produk kebijakan yakni mengakui dan melindungi masyarakat hukum adat di seluruh Indonesia.
Terakhir, peti keempat berisi usulan (draft) terkait naskah akademik dan Raperda terkait pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat Sendi.
Kegiatan aksi tersebut untuk meminta pemerintah daerah guna mengakui dan mengesahkan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Sendi.