Citizen Reporter
Kesaksian Mantan Wartawan SURYA Menyelamatkan Diri dari Tsunami di Palu
Alfred Lande, mantan Redaktur Pelaksana Harian SURYA, menuliskan pengalaman mengerikan saat gempa dan tsunami Palu.
Gempa Palu Nyaris Merenggut Nyawa Saya (1)
TERLAMBAT LIMA DETIK SAYA JADI MAYAT
Catatan ini saya baru bisa buat setelah keluar dari Kota Palu. Suasana dalam kota sangat menakutkan dan mencekam. Sejak gempa terjadi, listrik dalam kota Palu mati total. Hubungan komunikasi melalui telepon seluler (handphone) juga terputus. Selain itu gempa susulan masih terus terjadi. Perampokan dan penjarahan terjadi siang malam. Sungguh mengerikan.
Saya kini berada di Parigi, daerah yang berbatasan dengan kota Palu. Selain untuk mencari jaringan internet, juga untuk bisa berkomunikasi dengan anak-istri saya di Surabaya, keluarga serta kawan-kawan saya di berbagai penjuru. Keluarga saya baru tahu bahwa saya masih hidup setelah tiga hari peristiwa gempa. Kami baru bisa berkomunikasi melalui saluran telepon setelah saya berada di Parigi.
Ketika terjadi gempa dahsyat yang melanda Kota Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (28/9/2018), saya berada di Kamar 227 Swiss-Belhotel Palu. Hotel yang dikelola oleh Swiss-Belhotel International ini merupakan hotel bintang 4 pertama di kota Palu. Hotel ini terletak di bibir pantai. Saat itu saya sekamar dengan pak Raimon Arumpone, Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemerintah Kabupaten Morowali Utara.
Kami berada di hotel itu untuk mengikuti kegiatan yang digelar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang dilaksanakan di Kota Palu, 28 September sampai 1 Oktober 2018. Pesertanya meliputi wilayah Indonesia Timur.
Waktu itu pukul 18.00 Wita. Sebagai peserta sekaligus wartawan, saya sedang mempersiapkan alat-alat liputan seperti tustel, laptop, dan lainnya. Tiga men it kemudian, bencana itu datang. Hotel bergetar cukup kuat. Semua peralatan dalam ruangan jatuh berantakkan. Secepat itu pula kami melompat ke luar ruangan dan berlari di lorong hotel yang gelap-gulita.
Tak cukup dari satu menit saya sudah tiba di halaman depan hotel. Para tamu lainnya dan karyawan hotel juga berlarian menyelamatkan diri. Tiba-tiba gemuruh ombak menghantam hotel. Beberapa orang berteriak, “lari...lari...tsunami, cepat lari....
Puluhan orang berlarian menyelamatkan diri dari halaman hotel. Dalam waktu bersamaan gelombang besar sudah sampai di jalan raya di depan hotel. Kami semua kalangkabut. Seorang ibu yang tidak bisa lari sempat saya tarik beberapa meter. Saya dan beberapa orang menerobos reruntuhan rumah di depan hotel dan seterusnya lari menyelamatkan diri ke arah dataran tinggi Donggala Kodi. Puluhan orang lainnya berlari ke arah kiri-kanan hotel.
Jika melihat hempasan gelombang tsunami saat itu, saya perkirakan cukup banyak yang menjadi korban jiwa terutama yang lari ke arah sebelah kiri hotel. Bisa dibayangkan kontainer ukuran 40 feet saja bisa terlempar hingga puluhan meter. Buktinya, pada Sabtu pagi, ditemukan ratusan jenasah sepanjang pinggir pantai dari Swissbel Hotel hingga Pantai Talise.
Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Malang Bekali 350 Relawan Gerakan Psikoedukasi |
![]() |
---|
UKM Riset dan Karya Ilmiah UB Malang Bantu Kembangkan Wisata Goa Pandawa dan Lainnya di Dusun Brau |
![]() |
---|
GALERI FOTO - Festival Klepon Srabi di Kelurahan Pandanwangi Kecamatan Blimbing, Kota Malang |
![]() |
---|
CITIZEN REPORTER - Iyytipad, Miliarder Muda Thailand yang Sukses Jualan Rumput Laut |
![]() |
---|
Komitmen Lestarikan Budaya, 4000 Warga Polowijen Gelar Karnaval dan Kirab Budaya |
![]() |
---|