Surabaya
Di Depan Wali Kota Risma, Komedian Pandji Pragiwaksono dan Ernest Prakasa Ungkap Masa Lalu
Komedian Ernest Prakasa dan Pandji Pragiwaksono menghadiri acara Innocreativator di Surabaya, Rabu (14/11/2018).
Penulis: Pipit Maulidiya | Editor: yuli
SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Komedian Ernest Prakasa dan Pandji Pragiwaksono menghadiri acara Innocreativator di Surabaya, Rabu (14/11/2018).
Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, menjadi moderator acara bertema Comedy Makes Money.
Risma mengajukan pertanyaan pertama, apakah keduanya bisa hidup dari menjadi seorang komedian?
Baik Ernest dan Pandji mengaku pada awalnya tidak pernah berpikir terjun di bidang ini.
Bahkan Ernest, yang lulusan Jurusan Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran itu mengaku sudah berkarir di perkantoran selama enam tahun.
Sementara Pandji, yang lulusan Jurusan Desain Produk, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (ITB) itu sejak 2001 lalu menjadi penyiar radio.
"Gua dulu uda kerja kantoran enam tahun, ini juga bisa jadi pelajaran bagi teman-teman yang ingin banting setir. Harus diukur juga waktu mau banting setir, nggak gila-gilaan gitu aja. Setidaknya waktu gak berhasil waktu banting setir itu, masih ada sertifitkat pengalaman kerja juga enam tahun. Kalau dilihat Pandji sendiri juga butuh proses jadi penyiar dulu, jadi jangan dilihat sekarangnya aja," kata Ernest menceritakan pengalamannya.
Ernest menyampaikann, banyak sekali stand up comedian yang awalnya bagus, namun cepat redup. Itu karena mereka terlalu cepat puas dan berhenti belajar
Senada dengan Ernest, Pandji mengungkapkan hal yang sama, bagaimana seseorang yang ingin tumbuh di industri kreativ harus mau berproses.
"Sebetulnya tergantung kita mau kerja dan belajar atau tidak. Semua itu butuh keyakinan. Jadi apapun itu tak hanya stand up comedy butuh proses, butuh melewati kesalahan, di bidang apapun," kata Pandji.
Diskusi ditutup Ernest dan Pandji dengan menjawab pertanyaan peserta, bagaimana mengatasi pendapat buruk tentang usaha dan kreativitas yang mereka ciptakan.
Ernest berpesan setiap perkataan buruk yang ditujukan kepadanya, diperumpamakan seperti jamu: pahit tapi berkhasiat.
Komentar jelek yang ditujukan kepadanya memang menyakitkan, namun komentar yang pahit itu bisa jadi memberikan dia nasehat untuk menjadi lebih baik ke kepan.
Risma menutup diskusi dengan mengajak anak-anak Surabaya untuk tidak takut dengan komentar negatif atas karya yang mereka ciptakan.
"Dari sini bisa membuka wawasan, kita bisa jadi profesional di satu bidang tertentu karena berani, dan tidak merasa apa yang kita lakukan bukan sesuatu yang rendah," tutupnya.