Kabar Bangkalan

Ribuan Burung dari Alaska dan Rusia Transit di Mangrove Desa Labuhan Bangkalan, Madura

Migrasi burung dari Alaska dan Rusia Asia di pesisir Desa Labuhan Kecamatan Tanjung Bumi Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura.

Penulis: Ahmad Faisol | Editor: yuli
ahmad faisol
Pemerhati burung migran Iwan Londo (topi putih) bersama para pimpinan PHE WMO melepas kembali burung-burung usai diberi gelang cincin di kawasan konservasi terumbu karang Taman Pendidikan Mangrove II Desa Labuhan Kecamatan Sepulu Kabupaten Bangkalan, Minggu (2/12/2018) 

SURYAMLANG.COM, BANGKALAN - Indonesia menjadi salah satu jalur migrasi burung dari sejumlah negara. Termasuk pesisir Desa Labuhan Kecamatan Tanjung Bumi Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura. Kawasan konservasi mangrove ini menjadi tempat singgah burung-burung migran.

Hamparan mangrove di desa tersebut beberapa tahun terakhir telah berkembang menjadi Taman Pendidikan Mangrove (TMP). Kurang lebih 10 ribu mangrove ditanam pada 2013 sebagai wujud pelestarian kawasan pesisir.

Saat ini, warga setempat tengah membuka TMP II. Seperti halnya TMP I, kawasan itu juga merupakan hasil binaan Pertamina Hule Energy Madura West Offshore (PHE WMO).

Namun di TMP II ini, difokuskan kepada pegembangan konservasi terumbu karang dengan panorama pesisir pantai dan camping ground.

Kawasan TMP II menarik perhatian mahasiswa Fakultas Pertanian Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura. Sebanyak 20 mahasiswa mendirikan tenda dibawah pohon cemara laut.

"Tadi kami melihat banyak sekali burung migran, mungkin ribuan. Entah apa jenisnya. Kami hanya fokus pada penanaman 200 bibit mangrove," ungkap salah seorang mahasiswa Desi Puspitasari, Minggu (2/12/2018)

Ia menjelaskan, konsentrasi studinya tidak hanya fokus terhadap konservasi mangrove tapi juga terumbu karang.

"Baru mendengar TMP II ini. Tapi burung-burung dari luar negeri sudah transit karena ekosistem alaminya masih ada, hanya perlu penambahan," pungkas mahasiswa semester VI asal Ponorogo itu.

Jenis-jenis burung migran itu yakni burung Gajahan Pengala (Whimbrel Numenius/Phaeopus), Cerek (Plover, Charadrius SP), dan Trinil Kaki Merah (Common Redshank/Tringa Totanus).

Selain itu, burung pantai seperti Trinil Pantai (Common Sandpiper/Actytis Hypoleucos), burung air seperti Cangak Merah (Purple Heron/Ardea Purpurea), dan Kuntul Kecil (Litle Egret/Egretta Garzetta). Bahkan Kuntul Kecil itu sudah singgah sejak Desember 2014.

Pemerhati Burung Migran asal Surabaya, Iwan Febrianto mengungkapkan, burung-burung migran itu beberapa di antaranya berasal dari Alaska dan Rusia. Seperti Gajahan dan Terik Asia.

"Ada sekitar 2.000 lebih. Mereka dipengaruhi siklus tahunan. Karena di sana musim dingin. Jadi singgah ke belahan bumi lain yang masih hangat," ungkap pria yang akrab disapa Iwan Londo itu.

Ia menjelaskan, kendati tidak semua burung migran senang bertengger di mangrove, namun keberadaan pohon-pohon mangrove menjadi salah satu faktor burung mingran untuk transit.

Menurutnya, selain mencegah abrasi bibir pantai, mangrove merupakan tempat ikan berlindung dan berkembang biak.

"90 persen burung migran adalah burung pantai. Mereka lebih senang mencari ikan di hamparan lumpur di bawah mangrove" jelasnya.

Ia memaparkan, burung-burung miggran mempunyai jarak tempuh hingga belasan ribu kilometer tanpa berhenti.

Itu dikarenakan berat badan burung migran hanya berkisar antara 100 gram, 500 gram, hingga terberat 600 gram.

Iwan Londo mengatakan, penelitian menggunakan tracking satelite pernah dilakukan Selandia Baru di tahun 2014. Burung migran bisa nonstop terbang sejauh 11 ribu Km.

"Mereka tiap tahun bermigrasi. Ketika di sini bagus dan tidak beralih fungsi, mereka akan kembali singgah di masa berikutnya," kata Alumnus Fakultas Taknik Sipil Unsuri ini.

Pada kesempatan itu, Iwan Londo melepas kembali burung lokal jenis Raja Udang Biru (Alcedo Courulescens), Perenjak Padi (Prinia Inornata, Cinenen Pisang (Orthomus Sutorius), dan Cinenen Sepium.

Ia menyatakan, pemasangan gelang cincin untuk kepentingan penelitian guna mengetahui daur hidup, panjang sayap, dan ekor burung.

"Para peneliti yang menangkap di tempat berbeda akan tahu siapa pemasang cincin dan kapan dipasang. Mereka tak boleh melepas," pungkasnya.

Sementara itu General Manager PHE WMO Kuncoro Kukuh mengungkapkan, pihaknya tengah merencanakan pembuatan tracking mangrove dan Coral Garden untuk pengembangan di TMP II.

"Secara ekologi kami sudah mendapatkan wisdom. Ketika TMP I saat ini tengah recovery agar lebih stabil, TMP II hadir agar tidak memutus roda ekonomi masyarakat," ungkapnya.

Ia menjelaskan, konservasi terumbu di TMP II sudah ada penambahan modul baru. Melengkapi 32 modul di sisi barat dan 32 modul di sisi timur yang sudah tertanam.

Hasil dari empat kali pemantauan PHE WMO bersama ITS, pertumbuhan terumbu dalam enam bulan sudah mencapai 4 Cm sampai 5 Cm.

"Ada juga pertumbuhan rumpun-rumpun coral baru. Ini terbilang pertumbuhan yang cepat," pungkasnya. 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved