Malang Raya

Universitas Brawijaya (UB) Susah Penuhi Jumlah Ideal Guru Besar

Universitas Brawijaya (UB) Malang susah memenuhi jumlah ideal guru besar (gubes).

Penulis: Sylvianita Widyawati | Editor: Zainuddin
Humas Universitas Brawijaya (UB)
Guru besar Universitas Brawijaya (UB) Malang, Prof Dr Ir Elok Zubaidah MP. 

SURYAMALANG.COM, KLOJEN - Universitas Brawijaya (UB) Malang susah memenuhi jumlah ideal guru besar (gubes).

Padahal dengan jumlah dosen sebanyak 2000 orang, maka idealnya memiliki 400 gubes karena minimal harus 20 persen.

“Seret. Ini masih punya 134 an. Nanti juga banyak yang pensiun daripada mendapatkan yang baru,” jelas Prof Dr Ir Nuhfil Hanani MS, Rektor UB kepada SURYAMALANG.COM, Rabu (30/1/2019).

Sehingga masih perlu banyak gubes baru.

Ia menargetkan, pada 2019 akan ada 5-10 gubes baru.

“Mudah-mudahan ada yang turun,” jawabnya.

Pada 2018, UB hanya punya satu gubes, yaitu Fadel Muhammad.

Kemudian di Januari 2019 ada empat gubes. Pada Rabu dilakukan pengukuhan dua gubes baru.

Yaitu Prof Dr Ir Elok Zubaidah MP di bidang Ilmu Mikrobiologi dan Pangan Fermentasi.

Serta Prof Dr Ir Wahyono Suprapto MT Met di bidang Ilmu Pengecoran Logam.

Terpisah Elok menyatakan ia menggeluti pangan fermentasi.

Pangan ini merupakan produk olahan dengan memakai mikroba yang terkontrol.

“Khususnya pada pangan fungsional agar bisa jadi obat,” jelas dia.

Dikatakan dia, akhir-akhir ini perkembangan penyakit berubah.

Jika biasanya penyakit menular ke penyakit non menular.

“Contohnya penyakit generatif,” kata gubes ini.

Penyakit ini menyebabkan kerusakan organ tubuh antara lain karena usia dan perubahan pola makan.

“Sekarang banyak yang suka fast food, junk food semacam gorengan. Padahal ancamannya radikal bebas,” kata dia.

Radikal bebas menimbulkan penyakit degeneratif seperti stroke, kanker dan diabetes.

Jika masuk ke tubuh akan merusak organ tubuh jika tidak diimbangi makakan sehat.

Untuk mengatasi itu perlu pangan fungsional.

“Dimana tak hanya sekedar jadi energi tapi juga mengandung senyawa bioaktif,” papar dosen FTP UB ini.

Namun tak banyak yang tahu mengenai pangan fungsional meski manfaatnya besar.

Ia menyebut seperti kimchi, cuka buah, kombuca dan kefir.

“Tapi masalahnya di Indonesia itu orang senangnya makanan enak, kayak cilok, cimol dll.”

“Sedang pangan fungsional kurang suka,” tandasnya.

Ia mencontohkan manfaat kimchi jika dimakan rutin.

“Bukan sekedar kecutnya. Tapi manfaatnya,” kata dia.

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved