Selebrita
Hotman Paris Debat dengan Anang Hermansyah Soal RUU Permusikan, Emosi & Tak Masuk Akal: Bodo Amat
Hotman Paris debat dengan Anang Hermansyah soal RUU Permusikan, emosi karena merasa tak masuk akal: 'Bodo Amat'!
Penulis: Sarah Elnyora | Editor: eko darmoko
SURYAMALANG.COM - Hotman Paris debat dengan Anang Hermansyah soal RUU Permusikan sebab emosi karena draft RUU Permusikan dianggapnya tak masuk akal.
Protes dan emosi yang diutarakan Hotman Paris memang bukan tanpa alasan, sebab pengacara kondang Indonesia itu memiliki beberapa alasan kuat.
Sementara Anang Hermansyah sebagai musisi dan politikus yang turut andil dalam pembuatan RUU Permusikan juga punya argumentasi sendiri tanpa berusaha mengelak pendapat Hotman Paris.
Alhasil, perdebatan antara pengacara Hotman Paris dan Anang Hermansyah berlangsung cukup alot.
Salah satu pasal dalam RUU Permusikan yang dipermasalahkan Hotman Paris ialah pasal 5 RUU Permusikan.
Dikutip dari Komapas.com pasal 5 RUU Permusikan membahas soal larangan bagi para musisi untuk membawa budaya barat yang negatif, merendahkan harkat, menistakan agama hingga membuat konten pornografi yang membuat musik provokatif.
• Mayangsari Pulang Kampung ke Purwokerto, Terungkap 4 Wajah Saudara Wanitanya, Ternyata Mirip-mirip
• Saat Menikah, Ternyata Zaskia Adya Mecca Mengaku Masih Harus Ngontrak Rumah Dan Cicil Mobil
• Nikita Mirzani Pamer Satu Bagian Tubuh Usai Jalani Sidang Perceraian di Hari Valentine, Makin Besar
Tidak sedikit musisi yang menganggap pasal ini muncul seolah-olah mengkriminalisasi musisi Tanah Air.
Termasuk pengacara handal Hotman Paris.
Melansir tayangan Hotman Paris Show edisi Rabu (13/2/2019), bagi Hotman Paris RUU Permusikan pasal 5 ini sangat tidak masuk akal sama sekali.
"Masalahnya begini, isinya begini, misal ada undang-undang isinya 1+1 sama dengan 2 terus ada yang pro dan kontra.
Yang pro dan kontra itu sama-sama bego," komentar Hotman setelah menelaah isi RUU.

Menurut Hotman, isi RUU Permusikan pasal 5 sangat tidak jelas dan tak masuk logika hukum.
"Dengan ini (RUU Permusikan pasal 5) berarti, setiap kita melakukan ini dua orang bisa kena.
Satu pelakunya, satu akan di cek lagi (misal) dia pakai narkoba setelah dengar musiknya siapa gitu loh.
Saya pikir kenapa? Buat apa? Engga masuk di akal gitu loh.
Ini engga relevan. Apa yang relevan sama pro dan kontra, ini bukan pro dan kontra, ini engga masuk akal," tukas Hotman Paris.
Secara blak-blakkan Hotman menyayangkan rancangan undang-undang Permusikan ini.
Menurut Hotman seharusnya isi RUU Permusikan ini mengatur soal royalti atau hak cipta, dan bukan mengatur kreativitas musisi.
Lebih lanjut lagi, Hotman langsung menghubungi Anang Hermansyah, salah satu musisi yang dianggap ikut andil dalam perancangan undang-undang tersebut.
Hotman Paris pun menanyakan pendapat suami Ashanty tersebut terhadap RUU Permusikan yang selama ini ia perjuangkan mati-matian.

"Kalau gitu nanya, disini disebut 'setiap orang yang sengaja melakukan proses kreasi yang mendorong untuk penyalah gunaan narkotika.
Apa kaitannya musik dengan narkotika?" tanya Hotman kepada Anang via sambungan telepon.
Dalam sambungan telepon tersebut Anang menjawab jika itu adalah hasil diskusi badan keahlian dan bukan ide dari para musisi.
Menurut Anang, persoalan suka tidak suka dengan draft tersebut adalah hal yang sah.
Namun kontekstual masalah yang ingin Anang bahas bukanlah hanya pasal tersebut, tapi keseluruhan pasal yang dianggap tidak masuk akal.
"Kalo kita ngomong tidak suka dalam beberapa pasal didalam sana itu sah-sah saja.
Bukan berarti seluruh pasal yang terdapat disana itu tidak berguna sama sekali," jawab Anang.
"Tapi hampir semuanya tidak berguna saya lihat ini," sanggah Hotman.
Anang sendiri tidak mempermasalahkan pendapat Hotman yang berbeda dengannya, karena baginya pendapat itu adalah hak bebas.

Lebih lanjut Anang mengatakan jika memang ada yang tidak setuju soal pasal tersebut, itu berarti harus adanya revisi.
Revisi pun bagi Anang tidak hanya bisa dilakukan dengan protes semata, tetapi duduk bersama dan mendiskusikannya secara baik-baik.
"Kalau itu RUU memang sebagian ada yang perlu dirapikan, dirapikan baik bentuk redaksionalnya maupun isi.
Tapi maksud saya kita duduk bersama mana yang kita suka mana yang tidak suka," lanjut Anang.
Merasa Anang sama sekali tidak mngerti maksud pertanyaannya, Hotman Paris mulai tampak kesal.

"Ini bukan soal suka atau tidak, tapi ini soal tidak nyambung sama sekali dengan logika hukum," ucap Hotman dengan nada kesal.
Anang pun menanggapi Hotman dan mengatakan bahwa ia sama sekali tidak mau melawan pakar hukum sepertinya.
Namun sekali lagi Anang mengatakan bahwa pasal tersebut masih dalam bentuk draft dan masih bisa mengalami revisi.
"Tetapi pasal 5 itu memang dapet dari awalnya draft, masalah kreativitas diatur dan itu masih RUU draft. Jalan masih panjang, Proses di DPRnya masih panjang, bang," sahut Anang dengan nada suara lebih tinggi.
Anang pun beberapa kali memotong sanggahan Hotman dan berusaha keras menjelaskan posisinya yang sebenarnya juga tidak menyetujui pasal 5 dalam RUU tersebut.
"Saya 40 tahun bergelut di industri musik indonesia, tapi masih ada yang menganggapnya (industri musik) bermasalah.
Apa masalahnya? Itu yang sebenarnya harus kita bahas," pungkas Anang.
Hotman Paris yang merasa pertanyaannya sama sekali tidak terjawab oleh Anang Hermansyah pun sewot.
"Tapi masalahnya draftnya kenapa ngaco begini gitu loh? Bodo amat dah!" sahut Hotman sewot.
Pandangan Bang Hotman sebagai pakar hukum kalau mau seperti itu saya pahami. Saya tidak akan debat itu. Saya akan pahami," lanjut Anang.
"Ya, kenapa dilempar draft undang-undang kacau begini. Itu loh maksud saya.
Kalau niatnya itu DPR melindungi rakyat, kita itu mendukung Anang.
Tapi kenapa kok beginilah kualitas produk hukum draft RUU dari DPR ini sangat kacau balau gitu loh," lanjut Hotman.
Hotman sebenarnya sangat menyayangkan draft RUU Permusikan yang dirancang DPR dalam rangka melindungi hak publik ini.
Menurut Hotman, isinya saja sudah tak masuk akal ditambah lagi membuat konflik banyak pihak, bagaimana mau melindungi rakyat.
Namun belum selesai Hotman menyelesaikan kalimatnya, sambungan telepon dari Anang Hermansyah pun terputus begitu saja.
Terlepas dari itu semua, Hotman menyebut jika dirinya tidak menyalahkan siapapun dalam hal ini.
Hotman mengungkap bahwa ia hanya merasa kecewa mengapa produk hukum hasil rancangan pemerintah seburuk ini.
"Saya pribadi mengatakan harusnya DPR bikin yang lebih berbobot dong, masa kacau balau begini.
Saya cuma permasalahkan masalah bahasa hukumnya yang kacau begini loh," pungkas Hotman.
Untuk diketahui pelik masalah RUU Permusikan di dunia musik Tanah Air tidak hanya membuat panas Hotman Paris namun juga sebagian musisi tanah air.
Pemicu awal konflik RUU Permusikan, bermula dari kritikan pedas yang dilontarkan pentolan band Superman Is Dead, Jerinx SID kepada Anang Hermansyah.
Menurut Jerinx SID, RUU Permusikan yang selama ini diperjuangkan Anang sebagai musisi dan anggota DPR sangat merugikan para musisi Tanah Air.
Tidak hanya merugikan secara ekonomi namun juga merugikan musisi dalam hal berkreativitas.
Atas munculnya rancangan undang-undang ini, banyak pihak dari musisi Tanah Air yang menentangnya.
Mulai dari Armand Maulana, Marcel Siahaan, Efek Rumah Kaca hingga Audy Item.
Banyak dari musisi yang menganggap RUU Permusikan ini tidak masuk akal dan tidak jelas.
Terlebih lagi pasal yang paling ramai dibicarakan yakni pasal 5 yang dianggap sebagai pasal karet.
4 Alasan Ratusan Musisi Tolak Pengesahan RUU Permusikan
Sebanyak 260 musisi yang tergabung dalam Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan menolak pengesahan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Permusikan.
Koalisi menilai tidak ada urgensi bagi DPR dan Pemerintah untuk membahas serta mengesahkan RUU Permusikan untuk menjadi Undang-Undang.
Sebab, draf RUU Permusikan dinilai menyimpan banyak masalah yang berpotensi membatasi, menghambat dukungan perkembangan proses kreasi dan justru merepresi para pekerja musik.
Atas penolakan itu, koalisi juga menginisiasi petisi daring penolakan RUU Permusikan melalui www.change.org.
Dikutip dari Kompas.com, hingga Selasa (5/2/2019) pukul 10.00 WIB, sebanyak 170.323 orang telah mendukung petisi tersebut.
Setidaknya terdapat empat alasan yang mendasari ratusan musisi dari berbagai genre itu menolak RUU Permusikan.
Keempat alasan tersebut adalah:
1. Pasal Karet Salah satu pasal yang dipersoalkan oleh koalisi adalah Pasal 5.Pasal itu berisi larangan bagi setiap orang dalam berkreasi untuk: (a) mendorong khalayak melakukan kekerasan dan perjudian serta penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya; (b) memuat konten pornografi, kekerasan seksual, dan ekspoitasi anak; (c) memprovokasi pertentangan antarkelompok, antarsuku, antarras, dan/atau antargolongan; (d) menistakan, melecehkan, dan/atau menodai nilai agama; (e) mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum; (f) membawa pengaruh negatif budaya asing; dan/atau (g) merendahkan harkat dan martabat manusia.
Menurut Cholil Mahmud dari Efek Rumah Kaca, pasal tersebut bersifat karet dan membuka ruang bagi kelompok penguasa atau siapapun untuk melakukan persekusi.
Selain itu, Cholil menilai pasal tersebut bertolakbelakang dengan semangat kebebasan berekspresi dalam berdemokrasi yang dijamin oleh UUD 1945.
“Pasal karet seperti ini membukakan ruang bagi kelompok penguasa atau siapapun untuk mempersekusi proses kreasi yang tidak mereka sukai," kata Cholil seperti dikutip dari siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (4/2/2019).
2. Memarjinalisasi musisi independen dan berpihak pada industri besar Koalisi menilai RUU Permusikan memuat beberapa pasal yang mensyaratkan sertifikasi pekerja musik.
Pasal itu dinilai berpotensi memarjinalisasikan musisi independen.
Pasal 10 RUU Permusikan mengatur distribusi karya musik dengan tidak memberikan ruang kepada musisi untuk melakukan distribusi karyanya secara mandiri.
Menurut koalisi, pasal ini sangat berpotensi memarjinalisasi musisi, terutama musisi independen.
Menurut musisi folk Jason Ranti, pasal ini menegasikan praktik distribusi karya musik oleh banyak musisi yang tidak tergabung dalam label atau distributor besar.
“Ini kan curang,” kata Jason.
3. Uji Kompetensi dan Sertifikasi Koalisi memandang bahwa ketentuan mengenai uji kompetensi dan sertifikasi berpotensi mendiskriminasi musisi.
Di banyak negara memang memang menerapkan praktik uji kompetensi bagi pelaku musik. Namun tidak ada satu pun negara yang mewajibkan semua pelaku musik melakukan uji kompetensi.
Selain itu, pasal-pasal terkait uji kompetensi ini berpotensi mendiskriminasi musisi autodidak untuk tidak dapat melakukan pertunjukan musik jika tidak mengikuti uji kompetensi.
4. Mengatur Hal yang Tak Perlu Diatur Koalisi melihat setidaknya ada 19 pasal yang bermasalah.
Mulai dari ketidakjelasan redaksional, ketidakjelasan subyek dan obyek hukum yang diatur, hingga persoalan atas jaminan kebebasan berekspresi dalam bermusik.
Misalnya, pasal 11 dan pasal 15 hanya memuat informasi umum tentang cara mendistribusikan karya yang sudah diketahui dan banyak dipraktikkan oleh para pelaku musik serta bagaimana masyarakat menikmati sebuah karya.
Kedua pasal ini dianggap tidak memiliki bobot nilai yang lebih sebagai sebuah pasal yang tertuang dalam peraturan setingkat Undang-undang.
Demikian pula dengan pasal 13 tentang kewajiban menggunakan label berbahasa Indonesia. Koalisi menilai penggunaan label berbahasa Indonesia pada karya seni seharusnya tidak perlu diatur.
Simak juga video Hotman Paris Show berikut: