Bali

Pedoman Tahan Lama Sanggama Menurut Kitab Lontar Bali, Kini Tersedia Versi Digital

LONTAR BALI - Di antara naskah kuno yang ditulis pada daun lontar itu terdapat pedoman agar tahan lama dalam sanggama atau berhubungan badan.

Editor: yuli
Tribun Bali/I Nyoman Mahayasa
Proses digitalisasi lontar di Banjar Alangkajeng, Pemecutan, Denpasar tepatnya di Rumah I Made Kajeng, Rabu (13/2/2019). Sebanyak 50 cakep lebih lontar didigitalisasi. 

Kaum cendikia di Pulau Bali menyimpan banyak naskah kuno berbahasa Jawa kuno (disebut bahasa Kawi) maupun berbahasa Bali. Di antara naskah kuno yang ditulis pada daun lontar itu terdapat pedoman agar tahan lama dalam sanggama atau berhubungan badan.

SURYAMALANG.COM  - Sebanyak 50 lebih cakep lontar didigitalisasi di kediaman I Made Kajeng, Banjar Alangkajeng, Pemecutan, Denpasar.

Dari 50 cakep ini terdiri atas 3.000 lebih halaman.

Hingga Rabu (13/2/2019) sore sudah 29 cakep yang terdiri atas 1.800 halaman yang didigitalisasi yang dimulai Senin kemarin dan target selesai Jumat (15/2/2019).

Digitalisasi ini merupakan kerjasama antara Perpustakaan Nasional Jakarta, UIN Syarif Hidayatulah, Hamburg University Jerman, Dinas Kebudayaan Kota Denpasar, Aliansi Peduli Bahasa Bali, dan Penyuluh Bahasa Bali.

Perwakilan Penyuluh Bahasa Bali, Ida Bagus Ari Wijaya mengatakan, bahasa dalam lontar ini yakni Bahasa Jawa Kuna dan Bahasa Bali yang ditulis dengan aksara Bali.

Isinya secara umum yakni mulai dari kakawin Arjuna Wiwaha, Bomantaka, Parwa, Kidung, Babad, Wariga, Geguritan, dan juga pipil tanah.

Selain itu ada pula tentang ilmu kawisesan pangraksa jiwa, rerajahan, dan cara agar tahan lama saat berhubungan suami istri atau hubungan seks.

"Naskah tertua yakni salinan Kakawin Arjuna Wiwaha yakni tahun 1700 saka atau tahun 1778 Masehi. Ada juga beberapa yang tidak berisi tahun. Ada yang bertahun 1910, 1908, intinya antara abad 18 sampai 20 awal," kata Wijaya.

Naskah lontar tertua ini disalin oleh Ida Pedanda Ketut Paketan dari Klungkung. 

"Tapi saya tidak tahu bagaiama beliau sampai tinggal di Wilayah Kerajaan Badung, karena biasanya Brahmana Keniten Paketan itu ada di Kamasan Klungkung," katanya.

Sementara naskah lain penulisannya dilakukan di wilayah Denpasar yakni Banjar Bantas, Glogor, Panti, Wangaya, dan Sumerta.

Semua naskah lontar ini merupakan milik I Made Kajeng yang diwariskan oleh leluhurnya secara turun temurun.

Masih banyak juga naskah embat-embatan (lepas) sehingga harus disusun. Namun kondisinya terbilang bagus dan terawat, walaupun ada yang bagian pinggir lontar rusak.

Ketua Tim Proyek Digitalisasi Lontar, Aditia Gunawan yang juga dari Perpusnas mengatakan, digitalisasi ini merupakan pilot project pertama di Bali.

Selain naskah digital juga ada proses meta data atau mendata isi kandungan naskah.

"Naskah ini selanjutnya disimpan di website yang akan mulai dibangun tahun ini. Website ini akan menampilkan khazanah naskah di Nusantara dan Asia dan bisa diakses secara luas dan gratis oleh masyarakat," katanya.

Digitalisasi ini merupakan langkah awal sebelum dilaksanakannya alih bahasa dan aksara.

"Program selanjutnya yakni alih bahasa karena saat ini Perpusnas juga mengerjakan kegiatan alih aksara dan penerjemahan dan itu tahap kedua setelah ini," katanya.

Sementara Kepala Dinas Kebudayaan Kota Denpasar, IGN Mataram menyampaikan rasa terima kasihnya kepada pihak yang melakukan digitalisasi.

"Terima kasih telah membantu kami dalam pelestarian budaya ini sesuai dengan UU Nomor 5 tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan yang salah satunya yakni manuskrip lontar," kata Mataram.

Ia juga mengimbau masyarakat Denpasar yang memiliki lontar dan belum pernah dibuka dan belum pernah dibaca agar menyampaikan ke Dinas Kebudayaan untuk selanjutnya dilakukan konservasi dan digitalisasi.

"Kami siap bantu dan mengadakan peralatan digitalisasi sesuai standar yang ada," kata Mataram.  tribun bali

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved