Rumah Politik Jatim

Survei Polmark: Elektabilitas Jokowi Terhenti Di Bawah 50 Persen, Potensi Prabowo Menang Terbuka

Polmark menilai kondisi Calon Presiden dan Wakil Presiden, Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin yang juga berasal dari petahana dalam kondisi tak aman.

Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: Achmad Amru Muiz
suryamalang.com/Bobby Constantine Koloway
Eep Saefulloh Fatah, Founder dan CEO Polmark Indonesia pada saat penyampaian di Forum Pikiran Akal dan Nalar di Surabaya, Selasa (5/2/2019). 

SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Lembaga survei, Polmark Indonesia merilis hasil survei terbarunya untuk memotret potensi keterpilihan calon presiden dan wakil presiden di pemilihan presiden 2019.

Hasilnya, Polmark menilai kondisi Calon Presiden dan Wakil Presiden, Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin yang juga berasal dari petahana dalam kondisi tak aman.

Berdasarkan survei yang dilakukan di 73 dapil se-Indonesia, Jokowi-Ma'ruf unggul cukup telak, yakni meraih 40,4 persen. Sedangkan penantangnya, Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno hanya meraih 25,8 persen.

"Sedangkan sisanya, sekitar 33,8 persen belum menentukan pilihan atau undecided voters," kata Eep Saefulloh Fatah, Founder dan CEO Polmark Indonesia pada saat penyampaian di Forum Pikiran Akal dan Nalar di Surabaya, Selasa (5/2/2019).

Meskipun unggul, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf tersebut belum terbilang aman. Penyebabnya, tak selazimnya, seorang petahana memiliki elektabilitas di bawah 50 persen. "Kalau masih di bawah 50 persen, belum angka aman. Kita bisa melihat, petahana yang kalah pada pilkada DKI Jakarta di 2012 dan 2017 silam memiliki gejala yang sama," jelas Eep pada penjelasannya.

Hal ini diperparah dengan pemilih yang mantab mendukung Jokowi-Ma'ruf baru sebesar 31,5 persen, sedangkan sisanya masih berpeluang mengubah pilihan. "Sehingga, kalau melihat potensi itu, masih ada 48 persen pemilih yang masih bisa diperebutkan," tandasnya.

Eep menilai masing-masing paslon masih memiliki potensi yang sama untuk menang di sisa waktu kampanye jelang pemungutan suara pada 17 April mendatang. Sekalipun, selisih keduanya cukup lebar.

"Dari survei ini, muncul dua analisis. Pertama, ada yang menahan petahana sehingga elektabilitasnya terhenti di angka itu. Kedua, apakah petahana cukup waktu untuk mengejar ketertinggalan," katanya.

Menyikapi hal tersebut, Eep menilai bahwa petahana selalu dihadapkan dengan sukses atau tidaknya di dalam masa pemerintahan. "Kalau keadaan dinilai baik, kebijakannya dinilai sukses, hajat orang banyak dianggap baik, maka petahana diuntungkan," jelasnya.

Namun, menilik hasil survei pihaknya, asumsi kesuksesan pemerintahan saat ini justru belum nampak. "Asumsi sukses yang digemborkan sepihak oleh petahana, ternyata tidak terverifikasi di data survei. Inilah yang menghambat mereka," jelasnya.

Sehingga, peluang untuk menaikkan elektabilitas justru ada pada pihak penantang. "Hukum besi di pemilu, kalau petahana sudah mengalami kemandekan atau keterbatasan kenaikan elektoral, maka untuk menang menjadi sangat sulit kecuali ada kejadian luar biasa," terangnya.

"Kami melihat siapapun yang menang, akan tipis kemenangannya. Kemenangan petahana untuk menang cukup terbuka kalau melihat hasil ini," terangnya.

Eep menjelaskan, survei yang dilakukan Polmark kali ini dilakukan di 73 dapil se-Indonesia melalui 73 survei berbeda. Di tiap surveinya untuk tiap dapil, survei melibatkan 440 orang. Sementara khusus untuk Jabar 3, melibatkan 880 orang.

Menggunakan metode multistage random sampling, survei ini memiliki margin of error sekitar 4,8 persen serta tingkat kepercayaan mencapai 95 persen. Eep juga menjelaskan bahwa survei yang dilakukan rentang waktu Oktober 2018 hingga Februari 2019 ini merupakan kerjasama pihaknya dengan PAN. 

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved