Malang

Memecah Tabir Misteri Penemuan Jejak Kerajaan Majapahit di Bawah Proyek Jalan Tol Malang - Pandaan

Fakta Baru penemuan jejak Majapahit saat penggalian Tol Malang-Pandaan, ini penjelasan ahli sejarah.

Penulis: Raras Cahyaning Hapsari | Editor: Adrianus Adhi
Suryamalang
Jejak Majapahit di tol Malang-Pandaan 

SURYAMALANG.com - Fakta Baru penemuan jejak Majapahit saat penggalian Tol Malang-Pandaan, ini penjelasan ahli sejarah.

Pengerjaan Tol Malang-Pandaan untuk memperlancar arus kendaraan mengungkap peninggalan sejarah yang diduga jejak Majapahit.

Susunan batu bata mirip tangga ditemukan di lokasi pengerukan yang rencananya akan dijadikan tol Malang-Pandaan.

Berikut fakta-fakta yang berhasil dikumpulkan Suryamalang terkait penemuan diduga jejak Majapahit saat pengerukan tol Malang-Pandaan.

1. Ditemukan Anak Tangga dari Batu Bata

Seperti yang disebutkan sebelumnya, bangunan diduga jejak Majapahit ini ditemukan saat pengerukan tol Malang-Pandaan.

Bangunan mirip anak tangga yang terbuat dari batu bata ditemukan di lokasi pengerukan.

2. Warga Penasaran

Penemuan bangunan diduga jejak Majapahit ini pun mengundang rasa penasaran warga.

Tak sedikit yang datang ke lokasi pengerukan untuk melihat langsung penemuan bersejarah itu.

Salah seorang warga Sekarpuro, Supriatno, yang ditemui di lokasi menyebut baru pertama kali melihat struktur bangunan yang diduga sisa peninggalan masa lalu.

Warga lain kata dia, belum pernah menumukan struktur bangunan serupa.

“Kalau setahu saya belum pernah warga sini (Sekarpuro) nemu bangunan begini. Saya juga baru lihat,” ucap Spriatno, Rabu (6/3/2019).

Supriatno dan anaknya sengaja melihat bangunan yang diduga sisa masa lalu itu karena penasaran.

Sebelumnya, penemuan ini telah viral di media sosial Facebook dan mengundang komentar warganet. "Penasaran karena viral di Facebook. Jadi ini lihat,” ucap dia.

3. Penjelasan Ahli Sejarah

Sejarawan Kota Malang, Dwi Cahyono, menilai struktur bangunan yang ditemukan adalah sebuah tangga rumah tinggal. Model batu-bata yang digunakan, mirip dengan bangunan pada masa kerajaan Majapahit.

“Kalau dilihat dari batu-batanya mirip era Majapahit,” kata Dwi.

Jejak Majapahit
Jejak Majapahit (Suryamalang)

Dugaan Dwi juga diperkuat dari temuan lain yakni koin, cermin dan guci. Menurut dia, struktur bangunan tersebut diperkirakan sebuah rumah rumah tinggal milik bangsawan pada masanya.

“Tidak mungkin pada zaman itu orang biasa pakai cermin."

"Guci dan koin itu juga produk impor. Artinya di sini (lokasi penemuan) bukan sebuah desa kecil tapi bisa jadi pusat peradaban atau kota besar,” ucapnya.

Adanya temuan itu, kata Dwi, bisa menjadi petunjuk peradaban yang terbangun di kawasan Malang bagian Timur.

Sebelum pusat peradaban di Malang berada di Malang Tengah (daerah Kecamatan Klojen).

“Kawasan Malang bagian Timur ini kan cenderung tetinggal dari tengah dan barat."

"Padahal pada masa lalu Malang timur ini sempat menjadi sentra perdaban di Malang yang kemudian di geser ke Malang tengah,” ucap dia.

Underpas Karanglo Surabaya-Malang Sudah Beroperasi

Selain membangun tol Malang-Pandaan, pemerintah juga membangun Underpas Karanglo Surabaya-Malang untuk mengatasi kemacetan yang kerap terjadi.

Saat ini perkembangan proyek underpass Karanglo, Malang telah mencapai 47,375 persen hingga 6 Maret 2019.

Hal itu disampaikan Project Manager Ramli Latif saat dihubungi SuryaMalang.com pada Selasa (5/3/2019) sore.

Proyek ini direncanakan 100 persen rampung pada Mei mendatang.

Dijelaskan Ramli, saat ini pihaknya mengupayakan akhir April sudah bisa diselesaikan.

Dijelaskan juga oleh Ramli, jalur pada bagian atas yang menghubungkan Surabaya ke Kota Batu telah rampung. Kemacetan pun diklaim berkurang setelah dibukanya jalur ini.

Gambar animasi underpass Karanglo Kabupaten Malang. Proyek pembuatan underpass Karanglo ini ditargetkan tuntas pada Februari 2019
Gambar animasi underpass Karanglo Kabupaten Malang. Proyek pembuatan underpass Karanglo ini ditargetkan tuntas pada Februari 2019 (ISTIMEWA)

“Artinya traffic management di Karanglo sudah berjalan normal, tidak ada contra flow,” ujar Ramli, Selasa (5/3/2019).

Proyek ini juga disebutnya sangat cepat. Sejak dimulai pada 9 Januari lalu, per 5 Maret jalur bagian atas sudah bisa dilalui.

Padahal, rencananya jalur atas bisa difungsikan pada 15 maret 2019.

“Ternyata lebih cepat dari 15 Maret. Kemarin rencana 15 Maret yang sebidang sudah bisa beroperasi,” terangnya.

Saat ini para pekerja fokus untuk menyelesaikan proyek pengerukan di bagian bawah yang akan menjadi underpass.

Dengan berkurangnya kemacetan yang terjadi, proses pengerukan di bagian bawah diprediksi bisa segera diselesaikan.

“Sekarang kami fokus di bawah karena akses lalu lintas tidak ada masalah lagi.

"Dulu macet sekali, sekarang cair. Kemacetannya sudah berkurang. Kami upayakan akhir April bisa beroperasi,” papar Ramli.

Penemuan Jejak Majapahit di Kota Lain

Penemuan bangunan yang diduga jejak Majapahit sebetulnya juga pernah terjadi di tempat lain.

Salah satunya di Madura dan Mojokerto.

1. Penemuan Peninggalan Majapahit di Madura

Peninggalan Kerajaan Majapahit di Madura dapat ditemui di Vihara Avalokitesvara.

Vihara Avalokitesvara terletak di Pantai Talang Siring, Dusun Candi, Desa Polagan, Kecamatan Galis, sekitar 17 km sebelah timur kota Pamekasan, Pulau Madura.

Vihara Avalokitesvara
Vihara Avalokitesvara (Suryamalang)

Vihara ini merupakan tempat ibadah umat Tri Darma yang terbesar di Madura. 

Mennurut dia, selama ini berkembang cerita lisan bahwa pada awal abad ke-14, terdapat Kerajaan Jamburingin di daerah Proppo sebelah barat Pamekasan, yang menjadi bagian dari Kerajaan Majapahit.

"Raja-raja Jamburingin yang masih keturunan Majapahit itu mempunyai rencana membangun candi untuk tempat beribadah, tepatnya di kampung Gayam, kurang lebih dua kilometer ke arah timur Kraton Jamburingin, dan mendatangkan perlengkapannya lewat Pantai Talang Siring dari Kerajaan Majapahit," jelas Kosala.

Dahulu Pantai Talang dijadikan tempat berlabuh perahu-perahu dari seluruh penjuru Nusantara karena pantainya yang landai dan bagus pemandangannya.

Terlebih bagi armada Kerajaan Majapahit untuk mensuplai bahan-bahan keperluan keamanan ataupun spiritual di wilayah Pamekasan. Di antaranya, pengiriman patung-patung dan perlengkapan ibadah.

Namun, setelah tiba di pelabuhan Talang, kiriman patung-patung dari Majapahit ke Kraton Jamburingin sama sekali tidak terangkat. 

"Penduduk pada waktu itu hanya bisa mengangkat beberapa ratus meter saja dari pantai. Akhirnya, penguasa Kraton Jamburingin memutuskan untuk membangun candi di sekitar pantai Talang," terangnya.

Tempat candi yang tidak terwujud itu, sekarang dikenal dengan Desa Candi Burung, merupakan salah satu desa di Kecamatan Poppo dekat Desa Jamburingin. Burung dalam bahasa Madura berarti gagal (tidak jadi).

Rencana pembangunan candi di Pantai Talang pun tidak terlaksana seiring perkembangan kejayaan Kerajaan Majapahit yang mulai pudar serta penyebaran agama Islam mulai masuk dan mendapat sambutan yang sangat baik di Pulau Madura, termasuk daerah Pamekasan.

"Akhirnya, patung-patung kiriman dari Majapahit pun dilupakan orang, serta lenyap terbenam dalam tanah," ujarnya.

Sekitar tahun 1800, lanjut Kosala, Pak Burung tidak sengaja menemukan patung-patung dari Majapahit tersebut di ladangnya.

Kabar penemuan itu sangat menarik perhatian penjajah Belanda. Pemerintah Hindia Belanda meminta Bupati Pamekasan Raden Abdul Latif Palgunadi alias Panembahan Mangkuadiningrat I (1804-1842) untuk mengangkat dan memindahkan patung-patung tersebut ke Kadipaten Pamekasan.

Namun karena keterbatasan peralatan pemindahan patung itu pun gagal.

Kurang lebih 100 tahun kemudian, sebuah keluarga Tionghoa membeli ladang tempat penemuan patung-patung tersebut.

Setelah dibersihkan, diketahui bahwa patung-patung tersebut bukan sembarang patung. Patung-patung tersebut memiliki khas Buddha beraliran Mahayana yang punya banyak penganut di daratan Tiongkok.

2. Penemuan Peninggalan Majapahit di Mojokerto

Usai proses ekskavasi Badan Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur (BPCB) kembali menemukan situs purbakala berupa bangunan rumah, lingga dan fragmen porselen.

Tiga situs purbakala ini ditemukan sekitar 10 meter di sisi selatan dari titik ekskavasi awal di Dusun Sambeng, Desa Belahan Tengah, Kecamatan Mojosari, Mojokerto.

Arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim Wicaksono Dwi Nugroho mengatakan, situs bangunan itu berukuran 6 sampai 10 meter.  Sayangnya, struktur pondasi bangunan sudah tidak utuh.

Jejak Peninggalan Majapahit di Mojokerto
Jejak Peninggalan Majapahit di Mojokerto (Suryamalang)

Arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim Wicaksono Dwi Nugroho mengatakan, situs bangunan itu berukuran 6 sampai 10 meter.  Sayangnya, struktur pondasi bangunan sudah tidak utuh.

"Rata-rata pondasi bangunan tersusun 3 lapis bata. namun, kami hanya menemukan satu lapis dua lapis saja pada bagunan ini. Lapisan atas tersebut rusak terkena aktivitas sawah dan aktivitas pembuatan tembok TPA. Sebab, bangunan itu hanya 15 cm terpendam di dalam tanah," katanya, Selasa (25/12/2018).

"Situs sambeng memiliki bangunan rumah lebih besar ketimbang Trowulan. Kalau ukuran batanya sama yakni tebal 6 cm, panjang 28 cm dan lebarnya 18 cm," sebutnya.

Untuk porselen, lanjut Wicaksono, sebagian besar berasal dari Dinasti Ming dan Yuan atau abad 15. Porselen itu ditemukan dalam bentuk pecahan.

"Dari porselen bentuk bangunan dan luasan bangunan kita bisa menduga bahwa dahulu ini merupakan bekas pemukiman kelas menengah ke atas atau Ksatria. Porselen sendiri menggunakan bahan keramik yang notabene diimpor dari China," lanjutnya.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved