Kabar Surabaya
400 Institusi Kesehatan Surabaya Butuh Penanganan Limbah B3
Sedangkan untuk limbah padat, puskesmas menyediakan ruang penyimpanan khusus yang tertutup dan terkunci, sampai pihak ketiga mengambil limbah tersebut
Penulis: Delya Octovie | Editor: yuli
SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Pada perayaan Hari Jadi Kota Surabaya ke-726, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini membeberkan berbagai pencapaian Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya yang sudah bisa dinikmati masyarakat.
Tetapi, rupanya masih banyak kebutuhan lain yang harus segera dipikirkan solusinya oleh Pemkot Surabaya menurut Risma, dan yang paling mendesak adalah soal pengolahan limbah B3.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), dijelaskan bahwa limbah B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
"Kalau infrastruktur, tinggal limbah B3 (yang belum dirampungkan). Yang mendesak limbah B3 karena kita punya 89 rumah sakit dan sekian klinik. Totalnya ada sekitar hampir 400-an yang butuh penanganan limbah medis. Jadi limbah B3 ini sangat-sangat mendesak," kata Risma, Minggu (2/6/2019).
Ia mengatakan, biasanya limbah B3 Surabaya dibuang ke Mojokerto dan Cileunyi.
Tetapi, di kedua tempat tersebut sedang mengalami permasalahan, sehingga Surabaya perlu mulai mandiri mengolah limbah B3.
"Selama ini dibuang ke Mojokerto, Mojokerto juga di sana ada masalah. Dibuang ke Cileunyi, biayanya sudah besar, di sana juga kebetulan lagi ada problem," jelasnya.
Kajian dan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) sudah disiapkan untuk tempat pengolahan limbah B3, sehingga Pemkot Surabaya akan segera melaksanakan pembangunan pengolahan limbah B3.
Satu di antara puskesmas yang sudah mengolah limbah B3 sendiri adalah Puskesmas Wonokromo.
Menurut Kepala Puskesmas Wonokromo, dr. Era Kartikawati, limbah yang dihasilkan medis memang berbahaya bila dibuang sembarangan, karena berpotensi memengaruhi kualitas air di lingkungan sekitarnya.
"Prinsipnya limbah yang dihasilkan medis otomatis memang berbahaya, karena kalau dibuang di sembarangan, itu bisa meresap ke tanah dan takutnya masuk ke air yang dikonsumsi warga. Limbah padat juga berbahaya, takutnya kena warga," tuturnya.
Meski sangat dibutuhkan, Era menyebut belum semua puskesmas di Surabaya punya alat pengolahan limbah B3 seperti yang dimiliki Wonokromo.
Untuk limbah cair, Puskesmas Wonokromo memanfaatkan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sebagai alat pengolah limbah B3.
Semua saluran pembuangan dari wastafel, pipanya langsung menuju IPAL.
"Terbanyak dari laborat. Jadi sisa-sisa bekas pemeriksaan, dicuci, itu airnya langsung ke IPAL. Sudah diproses sendiri sehingga habis. Kami buktikan kalau sudah benar-benar bersih dengan memelihara ikan di kolam yang airnya dari IPAL. Kalau ikannya hidup ya otomatis sudah bersih," terangnya.
Sedangkan untuk limbah padat, puskesmas menyediakan ruang penyimpanan khusus yang tertutup dan terkunci, sampai pihak ketiga mengambil limbah tersebut.
Limbah padat terbanyak adalah jarum suntik.
Era mengatakan, masih ada puskesmas-puskesmas yang belum punya pengolahan limbah B3.
"Kami juga baru-baru ini punya, setelah puskesmas sudah dibangun besar seperti ini dengan memindah enam rumah. Kalau dulu kami belum punya, jadi untuk limbah cair harus pakai resapan khusus untuk mengabsorbsi. Dulu secara rutin kami ambil sampel air sumur warga sekitar puskesmas untuk melihat apa terjadi dampak dari pembuangan limbah cair. Kami periksa ke UNAIR," paparnya.
Ia menambahkan, memang tidak mudah bagi puskesmas untuk memiliki IPAL, terutama puskesmas bangunan lama, karena butuh ruang besar untuk punya IPAL.
Ini menunjukkan, bila Pemkot Surabaya ingin semua puskesmas punya IPAL, bangunan puskesmas harus dikembangkan.
"Saya dulu waktu masih bangunan lama juga didatangi oleh Pemkot, ditanyakan bisa tidak bila dipasangi IPAL. Tapi melihat kondisi waktu itu, tidak memungkinkan. Kalau memang tidak memungkinkan ya bagaimana lagi, puskesmas rata-rata bangunan lama," tutupnya.