Jendela Dunia
Reaksi Donald Trump saat Drone Amerika Serikat Ditembak Iran, Sebut Ada Orang Bodoh yang Terlibat
Reaksi Donald Trump saat Drone Amerika Serikat Ditembak Iran, Sebut Ada Orang Bodoh yang Terlibat
SURYAMALANG.COM - Donald Trump, presiden Amerika Serikat, berusaha menurunkan tensi ketegangan setelah Iran mengumumkan menembak jatuh drone mereka.
Pernyataan itu Donald Trump ucapkan setelah menggelar pertemuan dengan para pejabat keamanan nasional untuk membahas insiden jatuhnya drone Global Hawk, Rabu (19/6/2019) malam.
Donald Trump berkata, dia memprediksi ada jenderal atau perwira Iran yang melakukan kesalahan dengan menembak jatuh drone mereka di kawasan Selat Hormuz.
"Saya kira sulit memercayai jika mereka sengaja melakukannya. Saya pikir ada orang bodoh yang melakukannya. Itu langkah bodoh," kata Trump dikutip The Guardian Jumat (21/6/2019).
Donald Trump menegaskan pemerintahannya akan merespons secara militer jika pasukan atau proksi Iran merugikan AS.
Namun, dia menuturkan tak ingin mengambilnya.
"Sebab di dalam drone, kami tidak mempunyai pria atau perempuan," jawab Trump.
"Anda akan melihatnya," begitulah respons Trump ketika ditanya bagaimana reaksi AS.
Menteri Luar Negeri Iran Mohammed Javad Zarif dan militer AS menawarkan grafik yang menunjukkan jalur penerbangan dan di mana drone itu dijatuhkan.
Zarif menyatakan Iran sudah mengamankan sejumlah bagian dari drone yang ditembak jatuh di perairannya dan drone itu lepas landas dari Uni Emirat Arab.
Sementara peta yang dirilis oleh Komando Sentral AS di Twitter memperlihatkan drone itu jatuh di Selat Hormuz yang merupakan perairan internasional.
Trump menegaskan tidak ingin menciptakan perang di Timur Tengah.
"Namun, mereka menembak jatuh drone. Saya tegaskan negara ini tak akan diam saja," katanya.
Para pejabat Iran menyatakan mereka sengaja menembak drone dan mengklaim keberbasilan pasukan.
Namun, mereka menegaskan pesawat nirawak berada di wilayah mereka.
Duta Besar Iran untuk PBB Majid Takht-Ravanchi mengungkap drone itu berada dalam mode siluman dan melakukan operasi memata-matai yang begitu jelas.
Dalam surat kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Takht-Ravanchi berujar drone itu masuk wilayah udara Iran meski mendapat peringatan radio.
Sementara Komandan Garda Revolusi Hoseein Salami menegaskan keputusan menembakkan rudal yang menghancurkan drone itu merupakan pesan yang jelas kepada AS.
"Perbatasan kami tidak bisa diganggu gugat. Kami akan bertindak keras terhadap segala agresi. Kami tak ingin perang. Namun, kami mempertahankan negara kami," ujar Salami.

Diberitakan sebelumnya, sebuah drone milik Amerika Serikat dikabarkan ditembak jatuh oleh Pasukan Garda Revolusi Iran pada Kamis (20/6/2019).
Menurut informasi dari Garda Revolusi Iran, drone berjenis RQ-4 Global Hawk tersebut ditembak jatuh lantaran terbang di atas wilayah udara Iran.
Ditembak jatuhnya drone milik Amerika Serikat ini lantas membuat presiden AS, Donald Trump bereaksi seperti yang ungkapkan melalui Twitter.
Sekedar informasi, menurut penuturan Kapten Angkatan Laut Bill Urban, juru bicara Komando Pusat AS, drone jenis RQ-4 Global Hawk milik AS tersebut memiliki spesifikasi modern terkini.
RQ-4 Global Hawk memiliki lebar sayap 116.2 kaki (35,4 meter), panjang 44,4 kaki (13,5 meter), dan tinggi 15,2 kaki (4,6 meter), serta mampu mencapai ketinggian 65.000 kaki (19,8 km).
Global Hawk dapat terbang di atas cuaca buruk dan angin, selama lebih dari 24 jam setiap kalinya.
Selama satu misi, RQ-4 Global Hawk dapat memberikan informasi rinci intelijen, pengawasan dan pengintaian secara langsung dengan cakupan lebih dari 40.000 mil persegi (sekitar ukuran Illinois).

Terkait pernyataan yang diterangkan oleh Garda Revolusi Iran yang menembak drone tersebut karena terbang di wilayah Iran justru berbeda dengan pernyataan seorang pejabat AS kepada kantor berita Associated Press.
Pihak Amerika Serikat mengatakan bahwa drone tersebut ditembak jatuh ketika terbang di ruang udara Internasional, di atas Selat Hormuz.
Penegasan kembali dituturkan oleh Komandan Garda Revolusi Iran, Hossein Salami, dimana ia mengatakan bahwa penembakan drone tersebut adalah sebuah pesan.
Pesan yang dimaksud adalah Iran akan tetap mempertahankan perbatasan wilayahnya.
"Kami menegaskan tidak ingin berperang tetapi kami siap merespon setiap pernyataan perang," kata Salami seperti dikutip kantor berita Tasnim.
Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat kemudian merespon tindakan Iran yang menembak jatuh drone milik negaranya.

Trump bereaksi dengan menyebut bahwa Iran telah melakukan kesalahan yang sangat besar.
"Iran membuat kesalahan yang sangat besar!" tulis Trump dalam akun Twitter miliknya, yang bereaksi atas serangan Iran pada Kamis (20/6/2019).
Trump telah berulang kali menyampaikan pihaknya tidak mendukung terjadinya perang dengan Iran kecuali jika untuk menghentikan negara itu dari mendapatkan senjata nuklir.
Sebelum ditembak jatuhnya droni ini, ada pengaluan dari militer AS yang mengatakan bahwa Iran telah menembakkan misil ke arah sebuah drone.
Kejadian tersebut berlangsung dua pekan sebelum kejadian penembakan drone terbaru terjadi.
Penembakan misil tersebut merespon serangan dua kapal tanker di Teluk Oman.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, pihak Amerika Serikat menuding Iran sebagai dalang dalam serangan kedua tanker tersebut.
Sementara itu, Teheran membantah keterlibatannya dalam insiden tersebut.
Keadaan yang semakin memanas antara Iran dan Amerika Serikat dipicu keputusan Presiden Donald Trump yang menyatakan menarik diri dari kesepakatan nuklir dengan Iran setahun lalu.
Hubungan dua negara tersebut memanas setelah Presiden Donald Trump mengumumkan menarik diri dari perjanjian era Presiden Barack Obama pada Mei tahun lalu.

Donald Trump kemudian mengumumkan memasukkan Garda Revolusi yang merupakan pasukan elite Iran ke dalam daftar teroris, dan menyalahkan mereka atas insiden di Teluk Oman.
Penerapan kembali berbagai sanksi terhadap Iran amat memukul perekonomian Iran yang sudah terpuruk.
Selain itu, Washington juga memperkuat kehadiran militernya di Timur Tengah sebagai bentuk "tekanan maksimal" terhadap Teheran.
Pengerahan sebuah gugus tugas yang diperkuat kapal induk dan pesawat pengebom B-52 ke kawasan Teluk memicu kekhawatiran munculnya konflik baru di wilayah itu.
Meskipun Presiden Donald Trump mengaku tidak ingin ada perang antara Amerika Serikat dan Iran namun, beberapa tindakannya justru dikrtitik.
Beberapa kritikan mengatakan bahwa kebijakannya yang menjatuhkan tekanan maksimum melalui sanksi ekonomi, pengabaian kesepakatan nuklir, pengerahan pasukan ke Timur Tengah, telah membuat risiko terjadinya perang semakin besar.