Berita Malang
BERITA MALANG POPULER, Mahasiswa UM Asal Mojokerto Tewas di Kamar Kos & Portal Jembatan Roboh
BERITA MALANG POPULER, Mahasiswa UM Asal Mojokerto Tewas di Kamar Kos & Portal Jembatan Roboh
Penulis: Frida Anjani | Editor: eko darmoko
Awalnya tidak banyak yang tertarik mengikuti kelas membatik tersebut.
Tahun 2014 misalnya, dari 25 orang yang mengikuti pelatihan, hanya tiga orang yang melanjutkan bisnis batik.
Hal itu tak menyurutkan niat Yuliati mengentaskan KDRT di Gondanglegi.
Dia terus bergerilya mengajak para perempuan di sekitarnya.
“Saya jual Rp 200.000 per lembar. Melihat untungnya lumayan, mulai banyak yang tertarik. Sekarang anggota sudah 45 orang,” ucap dia.
Anggota Citra Gendis, Jamilah mengaku membatik adalah salah satu mengatasi kemelut rumah tangganya.
Dalam sebulan, batik yang dibuat Jamilah mampu menghasilkan untung sebesar Rp 2 juta.
Jauh dari toko kelontong yang menjadi mata pencaharian sebelumnya.
“Alhamdulillah,” katanya.
Dia menambahkan anggota Citra Gendis cukup solid. Setiap bulan, selalu digelar pertemuan dan saling berbagi ilmu satu dengan yang lain.
“Setiap pertemuan selalu dapat ilmu baru. Kami saling tukar pikiran satu sama lain,” ucapnya.
Usung Motif Khas Gondanglegi
Batik yang dihasilkan perajin Citra Gendis sangat khas. Motif batik menampilkan buah gondang dan tebu yang menjadi ciri Kecamatan Gondanglegi.
Untuk warna, mereka memadukan pewarna alami dan sintesis. Pewarna alami berasal dari tanaman, kayu dan daun.
“Proses ini sangat susah. Bahkan saya harus keliling Gondanglegi dulu,” ujar Yuliati.
Yuliati menceritakan untuk membuat batik tulis, dibutuhkan waktu selama tujuh hari.
Satu lembar kain batik tulis katun, dihargai Rp 800.000 sampai Rp 1 juta.
“Kalau sutera bisa sampai Rp 2 juta,” ucapnya.
Dia mengaku kewalahan melayani permintaan batik tulis yang datang dari para konsumen.
Selain dipasarkan offline, para perajin juga menjual batiknya menggunakan media sosial alias online.
Kini, Citra Gendis mulai merambah ecoprint. Pelanggan yang datang biasanya langsung membeli tanpa menawar terlebih dahulu.
Hingga sekarang, kelompok perajin yang merupakan mantan korban KDRT ini belum mendapat bantuan modal dan alat dari pemerintah. Segalanya mereka pikul dan jinjing secara swadaya. (Aminatus Sofya)