Breaking News

Malang Raya

Wawancara dengan Ketua Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur Perihal Makna Hari Santri Nasional

Wawancara dengan Ketua Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur Perihal Makna Hari Santri Nasional

Penulis: Mochammad Rifky Edgar Hidayatullah | Editor: yuli
edgar
Ketua Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama (NU) Jawa Timur, Marzuki Mustamar, di Pondok Pesantren Sabilurrosyad, Dusun Gasek, Kelurahan Karangbesuki Kecamatan Sukun, Kota Malang. 

Wawancara SURYAMALANG.COM dengan Ketua Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama (NU) Jawa Timur, Marzuki Mustamar, perihal Hari Santri Nasional 2010 di Pondok Pesantren Sabilurrosyad, Dusun Gasek, Kelurahan Karangbesuki Kecamatan Sukun, Kota Malang.

1. Bagaimana pendapat kyai tentang Hari Santri, dan apa yang harus dimaknai di Hari Santri ini?

Hari santri harus dimaknai dengan meluruskan sejarah yang bengkok.

Pada saat Belanda menjajah Indonesia dulu, telah banyak perlawanan yang dilakukan oleh para ulama dan para santri.

Ini yang harus dijadikan pegangan oleh para santri di masa sekarang, bahwa pendahulunya dulu ada seorang pemberontak yang membela negara.

Bisa dilihat, Pangeran Diponegoro, Supriyadi, Bung Tomo, mereka semua ada para ulama dan santri.

Dan merekalah yang memberontak dengan mengusir penjajah dari Indonesia.

Peran ulama memiliki andil yang besar bagi NKRI.

Karena para ulama telah mengupayakan kemerdekaan NKRI hingga mempertahankan kemerdekaan NKRI.

Mereka rela berkorban demi memperjuangan negara.

Untuk itu, saya meminta kepada pemangku negara untuk jujur.

Yakni dengan mengerti, bahwa yang memperjuangkan dulu adalah ulama.

Ayo kita jaga, ayo kita hargai kemerdekaan negeri ini. Jangan sampai belok dari tujuan dan perjuangan para ulama.

Selain itu, peran ulama juga sangat besar dalam mencerdaskan anak bangsa.

Bahkan, para ulama sampai mendirikan pondok, majelis ta'lim, TPQ dan lain-lain untuk mencerdaskan bangsa.

Maka dari itu, siapapun pemimpinnya, kami minta kepada pemerintah agar memperhatikan lembaga yang dimiliki oleh ulama.

Jangan bilang ini enakan Kiayi, tapi lembaga ini juga untuk semua orang apapun golongannya. Karena ini untuk mencerdaskan anak bangsa.

Ketua Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama (NU) Jawa Timur, Marzuki Mustamar, di Pondok Pesantren Sabilurrosyad, Dusun Gasek, Kelurahan Karangbesuki Kecamatan Sukun, Kota Malang.
Ketua Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama (NU) Jawa Timur, Marzuki Mustamar, di Pondok Pesantren Sabilurrosyad, Dusun Gasek, Kelurahan Karangbesuki Kecamatan Sukun, Kota Malang. (edgar)

2. Menghadapi era teknologi, bagaimana kyai dalam mendidik para santri?

Saat ini banyak pondok modern yang telah tumbuh dan berkembang untuk mendidik para santri.

Para santri diajarkan untuk memahami teknologi, dengan beragam pembelajaran di dalam pondok pesantren.

Bahkan berbagai macam prestasi telah diraih oleh para santri di Ponpes Sabilurrosyad.

Di mana dalam prestasi tersebut, santri kami mendapatkan medali juara olimpiade matematika di China dan Amerika Serikat.

Prestasi ini merupakan bukti bahwa para santri telah diajarkan tentang memahami teknologi.

Bukan hanya diajari saja, tapi kami harus ada di depan dalam urusan teknologi.

Para santri juga kami dorong agar mampu menciptakan inovasi dan kreativitasnya untuk menggali potensinya.

Seperti melakukan penelitian tentang berbagai macam khasiat daun-daun tradisional yang mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit.

Dulu masih ingat, kalau ada orang yang luka, terus dikasih kunyahan daun Lamtoro pasti akan sembuh?

Bahkan, sembuhnya lebih cepat daripada obat lain yang beredar di pasaran.

Itu kami dorong agar pondok-pondok untuk melakukan penelitian.

Biar mereka tahu, di situ ada zat apa saja.

Selain itu, kami memang menjadikan Ponpes Sabilurrosyad sebagai objek percontohan.

Karena di bidang pendidikan dan teknologi, Ponpes ini telah melatih para santri dengan mengaplikasikan kegiatan belajar mengajar agar diterapkan di Ponpes.

Seperti memberikan kesempatan kepada santri mahasiswa untuk mengeksplorasi kemampuan mereka di bidang mengajar dan lain sebagainya.

3. Tantangan dan kendala apa yang saat ini dihadapi kyai dalam mencetak generasi santri yang unggul di bidangnya?

Kendala yang selama ini saya rasakan terbagi dalam dua bagian, yakni internal dan eksternal.

Dalam kasus internal, banyak dari santri yang susah untuk dipacu untuk maju ke depan.

Karena mereka selama ini masih terjebak dalam zona nyaman.

Padahal, tantangan ke depan bagi mereka sangat berat, dan itu harus disambut dengan kreativitas.

Dorongan kami adalah memotivasi mereka agar terus berkembang.

Seperti memberikan poin dan rewards kepada mereka. Biasanya kalau mereka ikut lomba, tapi uangnya kurang, biasanya umi yang menambahi.

Jadi seperti itu motivasi yang kami berikan.

Sedangkan untuk kasus external, kendala kami menghadapi kekuatan-kekuatan radikalisme yang anti NKRI.

Ini yang menjadi cambuk bagi kami untuk meyakinkan para santri dalam berbangsa dan bernegara.

Tentunya melalui peran pemikiran, melalui dalil, realistis, logika dan keberagaman yang ada di Indonesia.

Namanya kita ini berdakwah, yakni dengan meluruskan yang belum lurus.

Manfaatnya banyak ternyata, dan banyak pula orang-orang yang dulunya penganut paham Radikalisme terus ngaji di sini.

4. Dalam memperingati Hari Santri, untuk di wilayah Jawa Timur acaranya difokuskan di mana saja?

Acara Hari Santri diperingati di dua tempat di Jawa Timur, yakni di Kediri dan di Kabupaten Malang.

Untuk di Kabupaten Malang, acaranya digelar di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen yang akan dimulai pada bakda Isya.

Peringatan Hari Santri akan dilakukan dengan memanjatkan doa untuk para ulama dan pahlawan nasional yang memperjuangkan bangsa Indonesia.

Selain itu, kegiatan lain yang dilakukan ialah istighosah akbar untuk mendoakan bangsa Indonesia.

Untuk itu, kami meminta kepada seluruh masyarakat dari berbagai macam lapisan dan elemen agar datang ke acara Hari Santri.

Karena inilah momen untuk menyatukan seluruh umat dan ulama setelah adanya Pemilu 2019.

Dari dulunya pendukung 01 dan 02, sekarang harus berbaur lagi bersama jadi satu.

Selain itu, nantinya juga akan ada orasi kebangsaan.

Orasi tersebut bertemakan NKRI Harga Mati dengan terus menggelorakan kecintaan kami kepada Indonesia.

Intinya nanti, jangan sampai kita kehilangan identitas bangsa.

Meskipun ke luar negeri, kita tetap harus membawa bangsa Indonesia.

Jangan sampai itu marwah bangsa Indonesia ini hilang.

5. Pesan apa yang ingin disampaikan kyai kepada para pantri dan para pemuda generasi penerus bangsa?

Jangan sampai terpapar dengan radikalisme dan liberalisme

Karena dua produk tersebut merupakan buatan luar negeri.

Radikalisme agama Islamnya dapat merusak nasionalisme. Sedangkan liberalisme, pandangan kemanusiaan yang terlalu bebas, bisa bertabrakan dengan kepentingan nasionalisme.

Kami meminta para santri dan generasi penerus bangsa ini untuk menjunjung tinggi pancasila.

Yaitu dengan menjunjung tinggi agama, kemanusiaan dan nasionalisme.

Jika tiga-tiganya ini berimbang dan harmonis, maka jalannya akan enak.

Untuk itu, kami meminta mereka untuk terus belajar.

Belajar dengan sungguh-sungguh untuk menghadapi tantangan di masa depan yang lebih berat.

Intinya harus survive, dengan mengasah ilmu, mental dan skill yang harus dimiliki untuk masa depan. 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved