Kabar Tulungagung
Tak Hanya Tali Pocong dan Kafan, Sutarji Juga Mengoleksi Benda Peninggalan Peradaban Jawa Kuno
Tak Hanya Tali Pocong dan Kafan, Sutarji Asal Tulungagung Juga Mengoleksi Benda Peninggalan Peradaban Jawa Kuno
SURYAMALANG.COM, TULUNGAGUNG - Sutarji (62), warga Desa Aryojeding, Kecamatan Rejotangan, Kabupaten Tulungagung dikenal sebagai sosok yang nyentrik.
Dia mengoleksi barang-barang peninggalan orang mati.
Barang-barang seperti tali pocong, tali bekas untuk gantung diri, kain kafan, uang sawur (uang yang disebar selama perjalanan menuju ke makam), hingga helm dan jaket korban kecelakaan lalu lintas dia kumpulkan.
Ada pula keranda mayat dan cungkup makam yang diambilnya dari kuburan.
Namun selain benda-benda yang bikin bulu kuduk merinding itu, sebenarnya Sutarji juga punya koleksi barang-barang antik.
• Sutarji Kolektor Benda Horor di Tulungagung, Mulai Tali Pocong Hingga Helm Korban Kecelakaan Maut
• Terungkap Alasan Sutarji Warga Tulungagung Kolektor Benda Orang Mati, Terkait Hantu dan Roh Jahat
• Kisah Hidup Sutarji Kolektor Benda Orang Mati di Tulungagung, Suka Balap Liar dan Akrab dengan Mayat
Barang-barang itu disusun dan dikelompokkan sesuai jenisnya, layaknya sebuah museum.
Itulah sebabnya selama ini rumah Sutarji dikenal dengan nama Museum Aryojeding.
Koleksinya adalah benda-benda yang dipakai oleh masyarakat Jawa kuno.
Seperti lesung, gledek, guci Jawa, hingga senjata tradisional orang Jawa.
“Sudahlah, sampeyan tanya saja mau benda apa, nanti saya tunjukkan,” ujar Sutarji.

Dengan koleksinya ini, Sutarji kerap mendapat kunjungan para siswa SD hingga SMA, bahkan mahasiswa.
Mereka ingin belajar tentang kehidupan Jawa masa kuno, berdasar benda-benda peninggalannya.
Dengan senang hati Sutarji dan istrinya, Tasmiati (54) menyambut para siswa.
“Saya ini sangat senang kalau ada kunjungan. Rumah saya selalu terbuka buat siapa saja yang mau belajar,” katanya.
Ayah dua orang dokter ini mengaku mulai mengumpulkan benda-benda kuno ini sekitar tahun 1987.
Satu per satu benda itu dibeli atau didapat dari kerabatnya, kemudian mulai disusun di rumahnya.
Alhasil kini rumah Sutarji mirip sebuah museum mini.
“Silakan lihat-lihat, nanti tanya kepada saya. Saya akan jelaskan asal-usul dan sejarahnya,” ucapnya sambil terkekeh.
Karena koleksi barang antiknya ini, rumah Sutarji kerap didatangi kolektor.
Mereka menyatakan ingin membeli koleksi barangnya.
Namun Sutarji menegaskan, tidak ingin menjual koleksinya.
Ia ingin rumahnya tetap menjadi museum mini, tempat anak-anak belajar kehidupan masa silam orang Jawa.

Sutarji berpandangan, anak-anak saat ini hidup dalam era modern dan terpisah dari masa lalu nenek era kakek-neneknya.
“Di sini mereka bisa melihat benda-benda di erah sebelum modern. Mereka bisa belajar bagaimana kehidupan kuno di era dulu,” tutur Sutarji.
Saking banyak koleksi benda kuno yang terkumpul, Sutarji mengaku tidak tahu pasti berapa jumlahnya.
Setiap hari kakek tiga cucu ini bersama istrinya merawat benda-benda ini secara mandiri.
Bahkan setiap ada kunjungan pelajar, semua digratiskan.
“Biasanya ada yang mau ninggali uang, selalu saya tolak. Pokonya saya tidak mau ada yang bayar. Saya ikhlas, malah merasa senang kalau ada yang berkunjung,” pungkasnya.