Virus Corona di Jatim
Pemprov Jatim Dukung Sopir Truk Tujuan Bali yang Keberatan Aturan Wajib Rapid Test, Surati Menteri
Pemprov Jatim mengupayakan supaya sopir truk pengantar logistik tak lagi diwajibkan menjalani rapid test sebelum mengirim logistik masuk ke Bali
SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Pemprov Jawa Timur menindaklanjuti keresahan sopir logistik yang mengeluhkan adanya kewajiban rapid test jika ingin mengantar barang ke Pulau Bali.
Pemprov Jatim mengupayakan supaya sopir truk pengantar logistik tak lagi diwajibkan menjalani rapid test sebelum mengirim logistik masuk ke wilayah Bali.
Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Dardak menjelaskan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa telah mengirim surat ke Menteri Dalam Negeri untuk meninjau kembali SE Gubernur Bali Nomor 10925 dan 11525 tahun 2020.
"Gubernur telah bersurat kepada kementerian dalam negeri dengan memohon bahwa kendaraan truk ini seyogyanya dianggap sebagai kendaraan komuter," kata Emil usai menerima audiensi perwakilan sopir truk di Gedung Negara Grahadi, Jalan Gubernur Suryo, Surabaya, Jumat (10/7/2020).
Emil lalu menjelaskan dalam surat edaran gugus tugas percepatan penanganan covid 19 nomor 9 tahun 2020 disebutkan perjalanan orang komuter tidak diwajibkan menunjukkan surat keterangan tes PCR dengan hasil negatif atau surat keterangan uji rapid test.
Menurut Emil, para sopir truk ini bisa dimasukkan kedalam perjalanan orang komuter karena rutin mengangkut barang dan tidak tinggal lama di satu tempat.
"Mereka hanya lewat sebentar, dan akan kembali lagi," kata Emil.
Dengan mempertimbangkan pentingnya kelancaran barang dan jasa untuk kebutuhan pokok masyarakat untuk menunjang ekonomi masyarakat, Emil berharap akan ada titik temu kebijakan tersebut dengan Pemprov Bali.
"Kami juga melihat ada itikad baik dari kolega kami di pemerintah provinsi Bali untuk menemukan solusi yang terbaik dan kita tunggu saja perkembangannya," ucap Mantan Bupati Trenggalek ini.
Dalam surat tersebut, Pemprov Jatim juga meminta Menteri Dalam Negeri meninjau kembali kebijakan Pemprov Bali yang mewajibkan pelaksanaan rapid test pada penumpang angkutan penyeberangan yang memasuki provinsi Bali baik angkutan umum maupun angkutan barang.
Kebijakan tersebut dinilai dapat menimbulkan terganggunya kegiatan ekonomi masyarakat.
Selain itu kebijakan penyeberangan lintas daerah/provinsi atau antar negara merupakan kewenangan pemerintah pusat sehingga segala kebijakan pengaturan seharusnya diatur oleh Kementerian Perhubungan bukannya provinsi.
Emil melanjutkan, untuk rapid test sendiri pemerintah pusat sudah menetapkan tarifnya tidak boleh lebih dari Rp 150 ribu.
Namun di lapangan kebijakan tersebut memang belum bisa terealisasi karena harga alat rapid testnya saja Rp 230 ribu.
"Itu belum dengan biaya APD dan upah untuk tenaga kesehatan yang bertugas mengambil sampel," kata suami Arumi Bachsin ini.