Kontroversi Lain Moeldoko di Luar Isu Kudeta Demokrat, Dari Jam Tangan Rp 1 Miliar Hingga Keluarga
Moeldoko telah menjawah tudingan dari pihak Demokrat yang menyebut dirinya adalah sosok di balik rencana kudeta di dalam partai.
SURYAMALANG.COM - Kepala staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko tengan menjadi sorotan terkait isu kudeta di tubuh Partai Demokrat.
Moeldoko yang merupakan purnawirawan jenderal TNI telah menjawah tudingan dari pihak Demokrat yang menyebut dirinya adalah sosok di balik rencana kudeta di dalam partai.
Isu kudeta di partai Demokrat ini tentunya menjadi kontroversi terbaru menyangkut nama Moeldoko.
• Ini Sosok Moeldoko , Jenderal Asal Jatim Pernah Heboh Jam Tangan, Dituding Kudeta Partai Demokrat
SURYAMALANG.COM mencatat ada beberapa kontroversi lain menyangkut nama Moeldoko yang pernah menjadi sorotan media.
Kontroversi Moeldoko yang lain tidak semuanya berkaitan dengan urusan politik dan TNI.
Berikut beberapa kisah lain tokoh militer asal Jawa Timur itu yang pernah jadi sorotan media :
1. Jabatan KSAD Tersingkat
Moeldoko tercatat pernah menjabat sebagai KSAD hanya dalam kurun waktu selama 3 Bulan saja.
Moeldoko diangkat menjadi KSAD menggantikan ipar SBY, Jenderal Pramono Edhie Wibowo pada 20 Mei 2013.
Sebelum menjabat KSAD, Moeldoko menjabat sebagai Wakil KSAD.
Karir Moeldoko naik menjadi Panglima TNI dalam waktu yang sangat singkat dan terpendek dalam sejarah milier.
Hal ini karena Moeldoko hanya menjabat sebagai KSAD selama tiga bulan.
Ia dilantik sebagai Panglima TNI oleh SBY pada 30 Agustus 2013.
2. Bayang-Bayang SBY
Promosi jabatan Moeldoko menjadi Panglima TNI sempat disorot oleh dan dikritik oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).
Kontras mempersoalkan Presiden SBY yang hanya mengajukan satu nama.
"Dari segi hak asasi manusia dia (Moeldoko) tidak bermasalah. Artinya kita setuju saja. Tapi dalam prosesnya akan lebih baik kalau Presiden memberi variasi ke DPR," kata Koordinator Kontras, Haris Azhar, di kantornya, Kamis (1/8/2013), seperti diberitakan Kompas.com.
Jika hanya Moeldoko, kata dia, akan muncul kesan politis yang kental di mata publik.
"Yang saya khawatir sosok baik seperti Moeldoko malah masuk ke dalam bayang-bayang payung politik SBY," kata Haris.

Terkait hubungannya dengan mantan presiden SBY, Moeldoko Pernah Sebut SBY sebagai Senior yang Dihormati
Di awal menjabat sebagai KSP pada 2019, Moeldoko pernah menyebut SBY tidak hanya mantan atasan, tetapi juga senior yang dihormati.
"Ya, begini, dalam kehidupan itu ada senior dan atasan. Kalau atasan kita, loyality kita penuh. Tapi kalau senior, kita respect. Jadi untuk membedakan antara loyality dan respect," ujar Moeldoko dalam wawancara khusus bersama Kompas.com di Kantor KSP Gedung Bina Graha, Jakarta, Senin (4/11/2019).
Ia menaruh hormat kepada SBY selaku senior di TNI dan pemerintahan meski pada Pilpres 2019 mereka mendukung capres yang berbeda.
"Karena kita udah tahu. Bahwa kalau kita di bawahnya pemimpin loyalitas kan harus (tinggi). Tapi senior yes, kita harus respect. Enggak boleh dikurangi. Nah itu," ujar dia.
3. Jam Tangan Rp 1 Miliar
Saat menjabat sebagai Panglima TNI, Moeldoko mencuri perhatian karena jam tangan yang dikenakannya.
Jam tangan yang dipakai Moeldoko sempat disorot sejumlah media di Singapura.
Cerita jam tangan yang aslinya berharga di atas Rp 1 miliar itu segera beredar di dunia maya dan juga menjadi perbincangan para pengguna media sosial Facebook dan Twitter di Indonesia.
Situs www.themillenary.com menengarai bahwa jam tangan yang dipakai Jenderal Moeldoko adalah tipe Richard Mille RM 011 Felipe Massa Flyback Chronograph "Black Kite".
Jam tangan tersebut adalah model terbaru dari tipe sejenis Felipe Massa Flyback Chronograph "Red Kite" yang keluar tahun 2011.
Yang membuatnya istimewa, jam tangan ini hanya diproduksi dalam jumlah sangat terbatas.
Alokasi untuk pasar Amerika Utara dan Amerika Selatan hanya 30 unit. Varian lainnya untuk pasar Asia hanya diproduksi 45 unit.
Tapi kala itu Moeldoko menyatakan jam tangan yang digunakannya adalah jam tangan palsu yang dibelinya dengan harga Rp 5 juta.
4. Sayang Keluarga
Moeldoko yang menikah dengan Koesni Harningsih dikaruniai 2 anak laki-laki dan satu perempuan. Mereka adalah Randy Bimantoro dan Joanina Rachma.
Sebagai seorang ayah dan kakek, purnawirawan Panglima TNI, bagaimana Moeldoko pernah menantang para pria yang akan mendekati putrinya.
Melalui akun twitter pribadinya, Moeldoko menantang para pria-pria di luar sana untuk mendekati putrinya.
Ia menyebut, kendati dikenal sebagai sosok yang keras dan galak, ia juga dikenal sebagai sosok ayah yang lembut.
Moeldoko pun memberikan pertanyaan 'benarkah begitu?'

Ayah dua anak itu mempersilakan para pria yang penasaran dengan karakter aslinya untuk mencoba mendekati putrinya.
Ia menulis 'Buat yang penasaran sama galaknya saya, silakan coba berkenalan dan mendekat ke putri saya ya' sambil membubuhkan emotikon kaca mata hitam.
Moeldoko menulis "Sebetulnya sebagai seorang ayah, saya itu dikenal lembut & ramah.
Namun banyak yg kenal saya sebagai Panglima TNI yg tegas - alhasil terkesan keras & galak.
Apa benar begitu? Buat mereka yg penasaran sama galaknya saya, silakan coba berkenalan dan mendekat ke putri saya ya."
Tak lupa ia menyematkan foto dirinya tengah merangkul putri cantiknya.
Unggahan Moeldoko ini pun memancing komentar para netizen.
Beberapa dari mereka adalah para pria yang merasa tertantang dan mulai merayu hati sang calon mertua.
Namun banyak juga yang merasa 'keder' duluan melihat calon mertua seorang panglima TNI.
Beragam komentar lucu pun diberikan.
Mulai dari bertanya keharusan meninggalkan KTP di Provost hingga bertanya makanan kesukaan Moeldoko untuk dibawa saat berkunjung.
Penjelasan Terkait tudingan Kudeta di Partai Demokrat
Moeldoko menjawab tudingan dirinya sebagai sosok yang akan melakukan kudeta di Partai Demokrat dengan tenang.
Moeldoko pun menceritakan penyebab dirinya menjadi sasaran tudingan akan merebut partai Demokrat.
Menurut dia hal itu berawal dari banyak orang yang sebagian merupakan bagian dari Partai Demokrat, datang ke rumahnya.
Mereka yang datang kemudian curhat mengenai kondisi yang terjadi ditubuh partai berlambang mercy tersebut.
Sebagai tuan rumah yang kedatangan tamu, ia hanya mendengar curhatan tersebut.
"Beberapa kali banyak tamu yang berdatangan ya, dan saya orang yang terbuka. Saya mantan Panglima TNI, tapi saya tidak memberi batas dengan siapapun, apalagi di rumah ini mau datang terbuka 24 jam, siapapun," katanya.
"Secara bergelombang mereka datang, berbondong-bondong, ya kita terima, konteksnya apa? ya saya tidak mengerti dari ngobrol-ngobrol itu biasanya diawali dari pertanian karena saya memang suka pertanian, berikutnya pada curhat tentang situasi yang dihadapi, ya gue dengerin aja gitu," lanjut Moeldoko.
Sebagai salah satu orang yang mencintai Demokrat, Moeldoko mengaku prihatin dengan kondisi partai seperti yang diceritakan para 'tamunya' tersebut.
Moeldoko menduga ia dikaitkan dengan permasalahan partai Demokrat dari foto yang beredar.
Ia tidak ambil pusing bila dikaitkan dengan permasalahan tersebut.
"Mungkin dasarnya foto-foto yah. orang ada dari Indonesia timur, dari mana mana datang ke sini kan pingin foto sama gw, yah saya terima aja. Apa susahnya, itu yang namanya seorang jenderal yang tidak memiliki batas dengan siapapun. Kalau itu menjadi persoalan yang digunjingkan ya silahkan aja. saya tidak keberatan," katanya.
Ia meminta setiap masalah atau peristiwa jangan dikaitkan dengan istana.
Karena menurut Moeldoko, Presiden Jokowi sama sekali tidak tahu dengan masalah tersebut.
"Jangan sedikit-sedikit Istana. Dalam hal ini saya mengingatkan sekali lagi jangan sedikit-sedikit Istana, dan jangan ganggu Pak Jokowi dalam hal ini, karena beliau dalam hal ini tidak tahu sama sekali, eggak tahu apa-apa dalam hal ini," kata Moeldoko dalam konferensi pers virtual, Senin (1/2/2021).
Menurut Moeldoko, masalah partai Demokrat tersebut menjadi urusannya secara pribadi bukan sebagai Kepala Staf Presiden.
Sebelumnya Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkapkan, ada gerakan politik yang ingin mengambil alih kepemimpinan partai secara paksa.
AHY menyebut, hal itu didapatkannya setelah ada laporan dari pimpinan dan kader Demokrat, baik tingkat pusat maupun cabang.
"Adanya gerakan politik yang mengarah pada upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa, yang tentu mengancam kedaulatan dan eksistensi Partai Demokrat," kata AHY dalam konferensi pers secara virtual, Senin (1/2/2021).
*Artikel ini diolah dari berbagai sumber termasuk yang te;ah tayang sebelumnya di Tribunnews.com