Jendela Dunia
NASA Berburu Asteroid Senilai 10 juta Triliun Dolar Amerika, Misi Psyche Siap Diluncurkan
Badan Antariksa Amerika Serikat AS itu membeberkan soal misi Psyche yang telah berhasil melewati tahap penting yang membuatnya selangkah lebih dekat
SURYAMALANG.COM - Asteroid yang diperkirakan bernilai 10 juta triliun dolar Amerika Serikat (AS) kini sedang diteliti oleh NASA.
Badan Antariksa Amerika Serikat AS itu membeberkan soal misi Psyche yang telah berhasil melewati tahap penting yang membuatnya selangkah lebih dekat untuk diluncurkan.
Misi Psyche sendiri didesain untuk mempelajari asteroid Psyche, benda antariksa kaya logam yang diperkirakan bernilai hingga 10 juta triliun dolar AS atau setara 10.000 kuadriliun.
Dikutip SURYAMALANG.COM dari Kompas.com, menurut peneliti, Psyche sebagian besar berupa besi dan nikel.
• VIDEO : Jepang Dikejutkan dengan Ledakan Meteor di Malam Hari, Cahayanya Terangi Seluruh Kota
• Rumah Warga Tapanuli Kejatuhan Batu Meteor, Dijual Rp 200 Juta, Ternyata Harga Aslinya Rp 26 Miliar
Namun tak hanya itu, asteroid yang memiliki diameter 225 km dan terletak di sabuk asteroid di antara Mars dan Jupiter ini dapat memberikan wawasan berharga tentang bagaimana Bumi dan planet lain terbentuk.
Dan kabar baiknya, seperti dikutip dari Phys, Rabu (10/2/2021) setelah peninjauan intensif kemajuan misi dalam instrumen sains dan sistem tekniknya, misi Psyche mendapatkan izin untuk masuk tahap yang disebut Fase D.
Tahap ini merupakan fase akhir operasi setelah sebelumnya fokus pada perencanaan, perancangan, dan pembangunan badan pesawat luar angkasa.
Selanjutnya, berbagai komponen yang telah dipersiapkan mulai dikirimkan ke Laboratorium Propulsi Jet NASA untuk menguji, merakit dan mengintegrasikan setiap bagian.
"Ini benar-benar fase terakhir, ketika semua kepingan puzzle bersatu dan menjadi roket. Ini adalah bagian paling intens dari semua yang terjadi di lapangan," kata Lindy Elkins-Tanton, investigator utama untuk misi Psyche.
Nantinya misi Psyche yang diluncurkan akan dilengkapi dengan berbagai instrumen yang membantu pengamatan. Wahana akan menggunakan magnetometer untuk mendeteksi medan magnet potensial.
Ini akan akan menjadi indikator kuat, apakah sebuah asteroid pernah menjadi inti dari sebuah awal planet.
Sementara itu, pencitraan multispkektral akan menangkap gambar permukaan serta mengumpulkan infoemasi tentang komposisi dan topografi asteroid.
Sedangkan spektrometer akan menganalis neutron dan sinar gamma yang datang dari permukaan untuk mengungkap unsur-unsur penyusun benda tersebut.
Struktur utama pesawat ruang angkasa, yang disebut Sasis Solar Electric Propulsion (SEP), dirancang dan dibangun oleh Maxar Technologies dan hampir selesai.
Setiap instrumen kemudian akan menjalani pengujian lebih lanjut.
"Proyek ini telah membuat kemajuan luar biasa, terutama mengingat dunia tengah dilanda pandemi. Namun kami dalam kondisi yang sangat baik dan berada di jalur yang benar serta memiliki rencana untuk melakukan peluncuran," ungkap Henry Stone manajer proyek Psyche.
Pada musim semi 2022 nanti, wahana antariksa akan dirakit sepenuhnya dan siap dikirim ke Pusat Antariksa Kennedy NASA di Cape Canaveral, Florida.
Dari tempat itu, misi Psyche akan diluncurkan pada Agustus 2022. Psyche akan terbang ke Mars untuk mendapatkan bantuan gravitasi pada Mei 2023.
Dan di awal Pada 2026, wahana akan menyelinap ke orbit di sekitar asteroid dan menghabiskan 21 bulan mengumpulkan data untuk dianalisis.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Selidiki Asteroid Senilai 10.000 Kuadriliun Dollar AS, Misi Psyche Siap Berangkat

Inilah Asteroid yang Menabrak Bumi Hingga Menyebabkan Dinosaurus Punah
Peneliti mengungkap kehebatan asteroid yang menabrak Planet Bumi hingga menyebabkan dinosaurus punah.
Tabrakan asteroid dan Bumi ini terjadi sekitar 66 juta tahun yang lalu.
Asteroid itu menghantam Planet Bumi dan diduga menjadi awal mula punahnya dinosaurus dari muka planet.
Seberapa dahsyat tubrukan itu terjadi, sehingga menimbulkan efek kerusakan yang maksimum?
Sebuah studi baru mengenai kawah Chicxulub di Meksiko, tempat asteroid itu jatuh, berhasil mengungkapkan bahwa sudut dan kecepatan tumbukan asteroid berada dalam kisaran yang sempurna untuk memberikan dampak kerusakan yang luar biasa.
Seperti dilansir dari New Scientist, Selasa (26/5/2020) ketika asteroid menghantam sebuah planet, kawah yang dihasilkan sangat tergantung pada sudut tumbukan.
"Tumbukan awal itu membuat lubang besar di tanah yang kemudian runtuh dan membentuk kawah besar."
"Sama seperti yang terjadi ketika melempar kerikil ke dalam kolam," papar Gareth Collins, salah satu peneliti dari Imperial College London.
Untuk merekonstruksi dampak asteroid ketika menghantam Planet Bumi 66 juta tahun lalu, penelitian yang dilakukan oleh Imperial College London ini pun membandingkan serangkaian simulasi dengan data geologi yang dikumpulkan di kawah Chicxulub.
Dari simulasi berdasarkan pengamatan kawah, hasilnya mengungkapkan jika asteroid menghantam Bumi relatif cepat, sekitar 20 kilometer/detik dan menabrak permukaan tanah dengan sudut sekitar 60 derajat.
Hal tersebut menyebabkan dampak kehancuran yang luar biasa.
Bebatuan yang terlontar ke udara membuat sinar matahari terhalangi.
Menurut Collins, sudut tumbukan sekitar 60 derajat tersebut sangat ideal untuk melemparkan sebanyak mungkin material ke udara.
Lain halnya jika asteroid datang dari atas kepala persis, alias 90 derajat.
Collins berpendapat asteroid akan lebih banyak lagi menghancurkan bebatuan di Bumi, namun material yang terlempar ke udara tak sebanyak yang dihasilkan dari tumbukan sudut 60 derajat.
"Ini adalah hari yang sangat buruk bagi dinosaurus," tambah Collins.
Mengapa Dinosaurus Punah? Asteroid Berkekuatan 10 Miliar Bom Diduga sebagai Pemicunya
Pada 66 juta tahun lalu, reptil raksasa dan berbagai jenis Dinosaurus menguasai Bumi.
Ada raksasa herbivora dengan panjang 40 meter berjalan di darat, laut dipenuhi monster leviatan bertaring, dan langit dinavigasi oleh burung raksasa yang ukurannya jauh lebih besar dari burung manapun yang pernah kita lihat.
Jejak sejarah mencatat, kehidupan yang berjaya selama 180 juta tahun itu hancur lebur karena hantaman asteroid di Semenanjung Yucatan di Meksiko.
Para ilmuwan berteori, kekuatan asteroid itu setara dengan 10 miliar bom atom yang digunakan dalam Perang Dunia II.
Saat itu juga, ribuan mil bumi hangus terbakar, tsunami menjulang tinggi menelan daratan, dan ledakan belerang menutupi atmosfer hingga menghalangi sinar matahari.

Ketika Bumi gelap karena tak ada sinar matahari, pendinginan global berlangsung selama beberapa waktu, puncak bencana yang menghancurkan era dinosaurus.
Namun, apakah skenario yang dibuat sebagian besar ilmuwan di masa lalu itu benar terjadi?
Banyak ilmuwan modern yang mencoba membuktikan teori tersebut.
Salah satu yang sedang ramai dibicarakan saat ini adalah hasil riset ilmuwan University of Texas di Austin.
Mereka berhasil mengkonfirmasi teori tersebut dengan sampel batuan pertama yang mengisi kawah hasil tabrakan asteroid, 24 jam setelah benda langit mengantam Bumi.
Diberitakan The Independent, Senin (9/9/2019), sampel kawah inti positif mengandung arang dan tumpukan batu yang dibawa saat arus balik tsunami.
Namun belerang tidak ada. Sampel yang diambil ini memberi bukti paling detail dari bencana maha dahsyat yang melenyapkan 75 persen kehidupan Bumi di masa lalu.
Sean Gulick, profesor peneliti dari University of Texas Institute for Geophysics (UTIG) mengatakan, studi ini memberi bukti dari lokasi yang menjadi saksi kehancuran Bumi di masa lalu.
"Asteroid itu membakar kemudian membekukan Bumi. Tidak semua Dinosaurus mati saat itu juga, tapi banyak dinosaurus mati," ujar dia.
Studi yang terbit di jurnal Prosiding National Academy of Sciences ini menindaklanjuti riset Jackson School of Geoscience tentang bagaimana kawah terbentuk dan bagaimana kehidupan dengan cepat pulih di lokasi terdampak.
Dalam beberapa jam, kawah bekas tabrakan asteroid diisi sisa-sisa tabrakan asteroid dan air laut yang mengalir kembali ke dalam kawah dari Teluk Meksiko di sekitarnya.
Hanya dalam waktu 24 jam, 130 meter material diendapkan.
Ini termasuk paling tinggi dalam catatan geologis.
Tingkat akumulasi yang sangat tinggi menandakan, batuan mencatat apa yang terjadi di lingkungan dan di sekitar kawah pada menit dan jam setelah tabrakan asteroid.
Hal ini juga memberi petunjuk tentang efek dari serangan asteroid.
Penelitian ini merinci bagaimana ledakan dari dampak itu menyulut pohon dan tanaman yang membentang ribuan mil jauhnya dan memicu tsunami besar yang mencapai daratan seperti Illinois (lebih dari 500 mil).
Di dalam kawah, selain arang juga ditemukan biomarker kimia yang terkait dengan jamur tanah di dalam atau tepat di atas lapisan pasir yang menunjukkan tanda-tanda diendapkan oleh air yang kembali masuk.
Ini menunjukkan bahwa lanskap hangus dibanjiri oleh tsunami, kemudian ditarik ke dalam kawah ketika air surut.
Jay Melosh, seorang profesor di Universitas Purdue dan pakar dampak kawah mengatakan, dengan menemukan dampak dari kebakaran akan membantu para ahli memahami dampak asteroid yang sebenarnya.
"Ini merupakan hal penting dalam sejarah kehidupan. Dan fenomena ini didokumentasikan dengan sangat jelas, termasuk bagaimana kejadian sebenarnya," ujar Melosh yang tidak terlibat dalam penelitian.
Salah satu temuan paling penting dari riset ini adalah minimnya sulfur dalam sampel inti.
Daerah di sekitar kawah tumbukan dipenuhi batuan kaya belerang, tapi tidak ada belerang di intinya.
Oleh sebab itu, temuan ini mendukung teori bahwa dampak asteroid menguapkan mineral yang mengandung belerang yang ada di lokasi terdampak dan melepaskannya ke atmosfer.
Saat hal itu terjadi, Matahari tidak bisa menembus Bumi dan muncullah pendinginan global.
Para peneliti memperkirakan, ada sekitar 325 miliar metrik ton sulfur dilepaskan ke atmosfer.
Angka ini sekitar empat kali jumlah yang dikeluarkan erupsi Krakatau pada 1883, saat itu bencana ini mendinginkan suhu Bumi dengan rata-rata 1 Celsius selama lima tahun.
Dampak asteroid menciptakan kehancuran massal di daerah sekitar tabrakan, tapi perubahan iklim global inilah yang menyebabkan kepunahan massal, membunuh dinosaurus dan sebagian besar kehidupan lain di Bumi.
"Pembunuh sesungguhnya adalah atmosfer," kata Profesor Gulick.
"Satu-satunya cara ada kepunahan massal global seperti ini merupakan efek atmosfer," tutup Gulick.