Nasional
Cara Mengurus Balik Nama Sertifikat Tanah, dari Prosedur Pengurusan AJB di PPAT Hingga Kantor BPN
Cara Mengurus Balik Nama Sertifikat Tanah, dari Prosedur Pengurusan AJB ke PPAT Hingga Kantor BPN
SURYAMALANG.COM - Ketika seseorang membeli atau mendapatkan warisan tanah, mereka selalu dihadapkan pada pertanyaan soal balik nama sertifikat dan biayanya.
Tentu saja, dalam mengurus sertifikat tanah atau balik nama, pembeli atau pemilik baru akan berurusan dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Dikutip SURYAMALANG.COM dari Kompas.com, proses peralihan hak atau balik nama sertifikat tanah bisa dilakukan dengan mendatangi kantor pertanahan di kabupaten/kota lokasi tanah berada.
Lalu berapa biaya balik nama sertifikat tanah yang berlaku saat ini?
Berikut prosedur pengurusan serta biaya balik nama tanah di notaris hingga pengurusannya di BPN.
Cara Mengurus Balik Nama Sertifikat Tanah
Pengurusan AJB di PPAT
Prosedur pengurusan balik nama sertifikat tanah setidaknya harus melalui 2 tahapan.
Pertama, pemilik tanah atau calon pemilik tanah harus mendatangi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Hal ini mengacu pada Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendataran Tanah yakni Pasal 37, di mana setiap pengurusan balik nama sertifikat tanah harus melalui PPAT.
Agar transaksi jual beli tanah dilegalkan negara, maka harus terlebih dulu mengurus Akta Jual Beli atau AJB.
Akta ini adalah dokumen resmi yang menjadi bukti sah telah terjadi peralihan hak atas tanah dari penjual ke pembeli.
Kantor PPAT selanjutkan akan memeriksa kesesuaian data yuridis dan data teknis sertifikat tanah pemilik tanah lama dengan data pertanahan yang ada di buku tanah di Kantor Pertanahan (BPN).
Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari sengketa lahan atau jual beli yang tidak sah.
Beberapa dokumen lain yang harus dibawa penjual dan pembeli tanah antara lain KTP, Kartu Keluarga, NPWP, dan surat nikah.
Khusus untuk penjual tanah, wajib untuk menyertakan bukti pembayaran PBB, sertifikat tanah, dan surat pernyataan dari penjual bahwa tanah yang dimiliki tidak dalam sengketa.
Jika tanah tidak memiliki masalah, maka sesuai dengan PP Nomor 34 Tahun 2016, kantor PPAT akan meminta pembeli tanah untuk membayar pajak PPh sebesar 2,5 persen dari nilai bruto (nilai penjualan tanah).
Sementara untuk biaya pengecekan dan penerbitan AJB, kantor notaris menetapkan tarif yang berbeda-beda.
Itu sebabnya, pembeli dan penjual tanah bisa terlebih dahulu saling sepakat untuk memilih kantor PPAT yang akan dipakai. Hingga penerbitan AJB, biasanya kantor PPAT akan meminta biaya sekitar 0,5 persen sampai 1 persen dari total nilai transaksi.
Umumnya, biaya tersebut sudah termasuk dengan jasa notaris, balik nama, dan pembuatan Akta Jual Beli.
Seluruhnya memakan waktu proses selama 30 hari. AJB yang telah dibuat 2 lembar asli dan 1 lembar salinan.
Biaya balik nama sertifikat tanah lainnya yang harus dibayar yakni Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 5 persen dari harga rumah dan tanah dikurang Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak.
Biaya ini baru dibayar saat pengajuan pengurusan balik nama sertifikat tanah di kantor BPN.
Pengurusan ke Kantor BPN
Setelah selesai mengurus AJB di kantor PPAT, pemilik tanah bisa langsung segera mengurus balik nama sertifikat tanah di Kantor BPN setempat untuk mengubah status AJB menjadi SHM atau HGU.
Pengurusan sertifikat balik nama bisa dilakukan dengan dua cara, pertama mengurusnya secara mandiri, kedua dengan menyerahkannya pada kantor PPAT.
Berapa biaya balik nama sertifikat tanah di notaris. Tentunya jika diurus kantor PPAT, mereka akan mengenakan biaya pengurusan.
Kelebihannya, pemilik tanah tidak perlu membuang waktu pengurusan ke BPN, karena semua telah diurus oleh PPAT.
Jika diurus mandiri, pemilik tanah bisa langsung mendatangi kantor BPN sesuai dengan lokasi tanah berada.
Mengutip dari laman resmi Kementerian ATR/BPN, dokumen yang harus dipersiapkan antara lain:
1. Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya di atas materai cukup
2. Surat Kuasa apabila dikuasakan
3. Fotokopi identitas pemohon/pemegang dan penerima hak (KTP, KK) serta kuasa apabila dikuasakan, yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket
4. Sertifikat asli
5. Untuk perorangan yang keperdataannya tunduk pada hukum perdata dibuktikan dengan penetapan Pengadilan. Atau yang tunduk pada hukum adat dibuktikan dengan surat pernyataan perubahan nama dari yang bersangkutan, diketahui Kepala Desa/Lurah dan Camat setempat
6. Fotokopi akta pendirian dan pengesahan badan hukum yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket kantor BPN (khusus bagi badan hukum)
7. Sertifikat Tanah Asli Akta Jual Beli Tanah dari PPAT
8. Izin pemindahan hak apabila di dalam sertifikat/keputusannya dicantumkan tanda yang menyatakan bahwa hak itu hanya boleh dipindahtangankan jika telah diperoleh izin dari instansi yang berwenang
9. Fotokopi SPPT dan PBB tahun berjalan yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket
10. Bukti SSB (BPHTB) dan bukti bayar uang pemasukan (pada saat pendaftaran hak).
Untuk biaya yang harus dikeluarkan di Kantor BPN adalah biaya proses pengecekan keabsahan sertifikat tanah yang asli sebesar Rp 50.000.
Biaya lain yang harus dibayar di Kantor BPN adalah biaya pelayanan balik nama sertifikat.
Besarannya adalah sebesar nilai jual tanah dibagi dengan seribu (nilai tanah (per meter persegi) x luas tanah (meter persegi)) / 1.000).
Sebagai ilustrasi, apabila pembeli bidang tanah seluas 1.000 meter persegi dengan harga per meter sebesar Rp 500.000, maka biaya balik nama sertifikat tanah di Kantor BPN adalah Rp 500.000.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Prosedur dan Biaya Balik Nama Sertifikat Tanah di BPN Terbaru

Sertifikat Tanah Asli Akan Ditarik dan Diganti Sertifikat Elektronik, Bagaimana Prosedur Beli Tanah?
Pemerintah Indonesia akan memberlakukan aturan baru terkait agraria, termasuk sertifikat tanah.
Mulai tahun ini, semua sertifikat tanah asli milik warga negara akan ditarik, dikutip SURYAMALANG.COM dari Kompas.com.
Sertifikat tanah yang ditarik itu akan diganti dengan sertifikat elektronik atau Sertifikat-el atau sertifikat tanah elektronik.
Menteri Agraria dan Tata Ruang sekaligus Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil belum lama ini mengeluarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang (Permen ATR) Nomor 1/2021 tentang Sertifikat Elektronik.
Dikutip dari Kontan, Rabu (3/2/2021), menurut Sofyan Djalil, tujuan dari aturan tersebut adalah untuk meningkatkan indikator berusaha dan pelayanan kepada masyarakat.
Sekaligus juga mewujudkan pelayanan pertanahan berbasis elektronik.
Ke depan, tidak ada lagi sertifikat tanah berwujud kertas, semuanya bakal berbentuk sertifikat tanah elektronik atau Sertifikat-el.
Memang untuk bisa mewujudkan sertifikat elektronik ini instansi terkait harus membuat validasi terlebih dahulu dengan sertifikat tanah sebelumnya, dari sisi data, ukuran tanah, dan sebagainya.
Setelah validasi selesai dan tuntas, barulah sertifikat tanah bisa berganti dengan sertifikat elektronik.
Nantinya, sertifikat akan disimpan dalam database secara elektronik menuju ke alamat penyimpanan masing-masing.
Dengan sertifikat elektronik yang tersimpan di database, masyarakat pemilik tanah bisa mencetak sertifikat miliknya kapan saja dan di mana saja.
Aturan tersebut tertera dalam Pasal 16, yakni:
(1) Penggantian Sertipikat menjadi Sertipikat-el termasuk penggantian buku tanah, surat ukur dan/atau gambar denah satuan rumah susun menjadi Dokumen Elektronik.
(2) Penggantian Sertipikat-el sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat pada buku tanah, surat ukur dan/atau gambar denah satuan rumah susun.
(3) Kepala Kantor Pertanahan menarik Sertipikat untuk disatukan dengan buku tanah dan disimpan menjadi warkah pada Kantor Pertanahan.
(4) Seluruh warkah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan alih media (scan) dan disimpan pada Pangkalan Data.
Adapun beleid ini sudah diteken oleh Sofyan Djalil sejak 12 Januari 2021.
Direktur Pengaturan Pendaftaran Tanah dan Ruang Kementerian ATR/BPN Dwi Purnama saat konferensi pers, Selasa (2/2/2021), menjelaskan, pelaksanaan sertifikat tanah berupa sertifikat elektronik itu dilakukan secara bertahap.
Untuk tahap awal adalah lembaga pemerintah dan berlanjut ke badan hukum.
“Karena badan hukum pemahamanan elektronik dan peralatannya lebih siap,” kata dia.
Barulah setelah itu penggantikan sertifikat fisik menjadi sertifikat elektronik milik warga atau perorangan.
Kementerian ATR/BPN memastikan tidak akan menarik sertifikat secara paksa.
Nantinya penggantian sertifikat tanah analog menjadi elektronik dilakukan bila terdapat perbaruan data.
Salah satunya terjadi bila ada pemberian warisan, hibah, atau jual beli.
"Nanti penerima hibah, pembeli baru mendapatkan sertifikat elektronik (sertifikat tanah elektronik)," terang Dwi.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Siap-siap, Semua Sertifikat Tanah Asli Bakal Ditarik ke Kantor BPN
