Nasional
UPDATE Kasus Jual Beli Pulau Lantigiang Sulawesi Selatan, Pembeli Jadi Tersangka dan Jejaknya Hilang
UPDATE Kasus Jual Beli Pulau Lantigiang Sulawesi Selatan, Pembeli Jadi Tersangka dan Jejaknya Hilang
SURYAMALANG.COM - Berikut adalah update kasus penjualan Pulau Lantigiang, Kecamatan Takabonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan.
Dalam kasus ini, polisi sudah menetapkan dua orang sebagai tersangka, dikutip SURYAMALANG.COM dari Kompas.com.
Namun, salah satu tersangka yang bernama Asdianti hingga kini belum diketahui keberadaannya.
Perwira Urusan Hubungan Masyarakat Polres Selayar Ipda Hasan mengatakan, Asdianti yang berperan sebagai pembeli Pulau Lantigiang sudah tidak bisa dihubungi.
"Asdianti belum dilakukan pemeriksaan karena tidak jelas keberadaannya dan nomornya tidak aktif," kata Hasan saat dihubungi, Jumat (12/3/2021).
Selain Asdianti, polisi juga menetapkan mantan Kepala Desa Jinato, Abdullah, sebagai tersangka.
Hasan menyebut, penetapan tersangka dilakukan setelah polisi melakukan gelar perkara pada pekan lalu.
Hasan mengungkapkan peran kedua tersangka bersekongkol sehingga terjadi transaksi jual beli tanah di Lantigiang.
"Yang banyak berperan Asdianti, dan Kasman. Sementara Abdullah turut mengetahui dan menandatangani dan lahirlah surat keterangan jual beli tanah," bebernya.
Sedangkan pemilik tanah Syamsul Alam masih saat ini masih jadi saksi.
"Jadi beliau tidak tahu perannya hanya ditunjuk seolah-olah dia yang punya tanah," jelasnya.
Atas perbuatannya kedua tersangka dikenakan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen dengan ancaman hukuman paling lama enam tahun penjara.
Sebelumnya diberitakan, penyidik Polres Kepulauan Selayar menetapkan satu tersangka kasus penjualan Pulau Lantigiang, Kecamatan Takabonerate, Sulawesi Selatan.
Satu tersangka tersebut yakni keponakan pemilik Pulau Lantigiang Syamsul Alam bernama Kasman. Meski telah ditetapkan tersangka, Kasman saat ini belum ditahan.
"Penerima panjar (down payment) Rp 10 juta yakni Kasman sudah ditetapkan menjadi tersangka kemarin," kata Penyidik Unit 2 Tipidter Polres Kepulauan Selayar, Muh Kahfi saat dikonfirmasi Kompas.com, Sabtu (6/2/2021).
Tersangka dikenakan pasal 266 KUHP ayat 1 dan 2, dan pasal 40 ayat 2, juncto pasal 33 Undang -undang Nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dengan ancaman tujuh tahun penjara Penetapan tersangka setelah dilakukan gelar perkara.
"Adapun bukti yang disita surat keterangan kepemilikan dan surat keterangan jual beli," ungkapnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Satu Tersangka Kasus Penjualan Pulau Lantigiang Tak Diketahui Keberadaannya

Profil Asdianti Wanita yang Beli Pulau Lantigiang Seharga Rp 900 Juta
Nama Asdianti mendadak heboh menjadi buah bibir setelah diberitakan membeli Pulau Lantigiang seharga Rp 900 juta.
Asdianti adalah perempuan asal Desa Laiyolo, Kecamatan Bontosikuyu, Selayar, Sulawesi Selatan.
Bahkan, Asdianti mengaku telah membayar uang muka kepada seorang penjual pulau bernama Syamsu Alam alias (SA) sebesar Rp 10 juta.
Pulau Lantigiang adalah pulau mungil di Indonesia yang terletak di Kecamatan Takabonerate, Sulawesi Selatan.
Dikutip SURYAMALANG.COM dari Kompas.com, Asdianti adalah bungsu dari dua bersaudara yang dibesarkan dari keluarga petani cengkeh.
Asdianti mengenyam bangku sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama di Selayar, tanah kelahirannya.
Asdianti kemudian melanjutkan SMA di Makassar.
Lulus dari SMA, ia mengambil kuliah jurusan bisnis di salah satu perguruan tinggi swasta di Bali.
Menyandang gelar sarjana, ia berkerja menjadi sales consultant di sebuah perusahaan properti di Bali.
Saat itu, ia dipertemukan dengan seorang pria warga negara Italia yang kini menjadi suaminya.
Keduanya kini menetap di Bali.
"15 tahun yang lalu suami jadi bos saya, jadi satu tempat kerja. Memang saya sudah lama tinggal di Bali sekitar 21 tahun," kata Asdianti kepada Kompas.com, Senin (1/2/2021).
Asdianti sejak menjadi sales diketahui pernah menawarkan penyewaan sebuah villa di Bali dengan harga Rp 400 juta per tahun.
"Sampai sekarang saya menawarkan vila di Bali Rp 80 juta per bulan sampai Rp 400 juta setahun," ungkapnya.
Berkat jerih payahnya selama ini, Asdianti menabung hingga membeli tanah di Pulau Lantigiang Selayar seluas 4 hektar.
Asdianti kini merupakan direktur di PT Selayar Mandiri Utama.
Diberitakan sebelumnya, Asdianti mengaku sebelum membeli tanah, pihaknya sudah mendatangi Balai Taman Nasional Taka Bonerate di tahun 2017 untuk berkonsultasi.
Pihak Balai Taman Nasional Taka Bonerate menyarankan untuk membangun pada zona pemanfaatan, karena di dalam kawasan terdapat zona-zona yang berbeda.
Zona inti adalah zona yang tidak bisa dibangun sama sekali.
"Karena Balai Taman Nasional Taka Bonerate waktu itu menyarankan Pulau Lantigiang, Pulau Belang-belang dan pulau lain, tapi saya tertarik hanya Lantigiang dan Latondu Besar," tutur Asdianti saat dikonfirmasi Kompas. com, Minggu (31/1/2021).
Menurut Asdianti, sebelum masuk Taman Nasional Taka Bonerate, Pulau Lantigiang sudah dijadikan lahan kebun pohon kelapa oleh Syamsul Alam.
Bahkan, masyarakat yang ada di Pulau Jinato dan pulau lainnya tahu bahwa yang bercocok tanam dan berkebun itu dulu keluarga Syamsul Alam.
"Saya membeli tanah di Pulau Lantigiang, bukan pulau. Dan tanah itu untuk membangun water bungalows di tempat kelahiran saya yaitu Selayar," kata Asdianti lagi.
Rencananya, Asdianti akan mengambil pertimbangan teknis yang dikeluarkan Taman Nasional Taka Bonerate, Senin (1/2/2021).
Pulau yang berpasir putih itu dijual oleh Syamsu Alam kepada Asdianti seharga Rp 900 juta.
Sementara itu, Pengacara Asdianti Zainuddin mengatakan, tanah di Pulau Lantigiang itu dikuasai oleh kakek Syamsu Alam, Dorra sejak tahun 1942.
"Masyarakat duluan ada di sana sementara Taman Nasional Taka Bonerate ada pada tahun 2000," ungkapnya.
Asdianti membeli tanah di sana, dengan adanya surat keterangan kepemilikan tanah di Pulau Lantigiang tahun 2015.
Sementara transaksi jual beli dilakukan pada tahun 2019.
Kasus pembelian tanah tersebut ditangani Polres Selayar dan Zainuddin tetap siap menghadapi proses hukum.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Sosok Perempuan Pembeli Pulau Lantigiang Seharga Rp 900 Juta, Suaminya WN Italia
Menanggapi kasus ini, Bupati Selayar Basli Ali mengumpulkan seluruh kepala desa pasca-hebohnya penjualan Pulau Lantigiang.
Menurutnya, warga tidak berhak memperjual-belikan pulau kosong tersebut karena kawasan tersebut masuk dalam wilayah konservasi.
Apalagi bukti dari kepemilikan pulau tersebut dinilai tidak kuat.
Basli mengumpulkan seluruh kepala desa di wilayahnya.
Sebab dalam kasus tersebut, diketahui bahwa surat keterangan kepemilikan pulau ditandatangai kepala dusun dan kepala desa yang lama.
Basli menegaskan seharusnya kepala desa berkoordinasi dengan pemerintah daerah jika menemukan kasus seperti itu.
“Saya sudah kumpulkan semua kepala dusun dan kepala desa dan telah me-warning-nya. Jadi, tidak boleh lagi ada kejadian seperti ini penjualan pulau di Kabupaten Kepulauan Selayar,” jelas dia.
Para kepala desa dan kepala dusun di Kepulauan Selayar diminta tak asal menandatangani penjualan lahan.
"Jadi kita sudah imbau kepala desa jangan tanda tangan kalau ada investor yang masuk dan segera hubungi pemerintah daerah, karena ini berbahaya," ujar Basli.
Ia menegaskan, dari 132 pulau di Kabupaten Selayar, tak ada satu pun yang disewakan.
Cari eks kades yang teken penjualan pulau
Tak hanya mewanti-wanti seluruh kepala desa di wilayahnya, Bupati juga mencari mantan kepala desa dan dusun yang menandatangani surat penjualan Pulau Lantigian.
Pencarian juga melibatkan pihak kepolisian.
"Saya sudah suruh cari orangnya tapi belum ditemukan di Kabupaten Kepulauan Selayar. Informasi terakhir yang saya terima, keduanya ada di Kota Makassar," ujar Basli.
Modal surat bermaterai 6.000
Basli juga mengetahui bahwa bukti kepemilikan Pulau Lantigiang itu hanya berbentuk kertas bermaterai.
Surat keterangan itu ditandatangai Syamsul Alam sebagai orang yang mengaku pemilik, kepala dusun Arsyad dan kepala desa Abdullah.
Bukti surat itu ditandatangani pada 12 Januari 2015.
“Jadi surat keterangan kepemilikan tanah itu di lembaran kertas biasa bermeterai 6.000 dengan ditandatangani oleh Syamsul Alam selaku pemilik, kepala dusun yang lama dan kepala desa yang lama dan ditandatangani dua orang saksi,” kata dia. (Kompas.com)