100 Tahun Soeharto, Tommy Soeharto Ingatkan Pidato Terakhir: Mari Diterima dengan Ikhlas

Pada peringatan 100 tahun Soeharto ini, putra kesayangan Soeharto, H. Hutomo Mandala Putra, SH alias Tommy Soeharto mengingatkan hal ini.

Penulis: Bebet Hidayat | Editor: Bebet Hidayat
Instagram Tommy Soeharto
H. Hutomo Mandala Putra, SH alias Tommy Soeharto 

SURYAMALANG.COM - Hari ini tanggal 8 Juni 2021 tepat satu abad Presiden Kedua HM Soeharto.

100 tahun kelahiran HM Soeharto ini dirayakan di Masjid At Tin, Kompleks Taman Mini Indonesia Indah ( TMII ), Jakarta

Dihadiri putra putri Soeharto dan kerabatnya.

Hadir pula Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Baca juga: Seabad Presiden Soeharto, Titiek dan Prabowo Sama-Sama Unggah Hal Ini, Foto Jadul Bersama

Baca juga: Ucapan Aa Gym Teh Ninih Sudah 7 Kali Turun Mesin Panen Kecaman, Denny Siregar: Ternyata Doi Montir

Pada peringatan 100 tahun Soeharto ini, putra kesayangan Soeharto, H. Hutomo Mandala Putra, SH alias Tommy Soeharto mengingatkan hal ini.

Melalui akun media sosialnya, lelaki yang pernah dijuluki Pangeran Cendana ini mengunggah kutipan isi pidato terakhir Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998.

Kutipan pidato yang bertepatan saat Soeharto lengser itu berisikan sikap Soeharto yang akan ikhlas meski mendapatkan hujatan.

Berikut unggahan Tommy Soeharto di akun instagramnya:

Sementara itu, putri keempat Presiden Kedua Soeharto, Titiek Siti Hediati Soeharto SE mengunggah peringatan seabad Presiden Soeharto ini.

Dalam unggahan di sosial media itu, Titik Soeharto meminta doa kepada segenap warganet.

"8Juni 1921 - 8Juni 2021

Memperingati 100 thn kelahiran Ayahanda tercinta HM SOEHARTO

Mohon doa dari segenap sahabat warganet semoga almarhum diampuni dosa-dosanya, diterima amal ibadahnya dan mendapat tempat yg muliai disisi ALLAH SWT.. Aamiin..
Alfatihah... " tulis Titiek Soeharto.

Baca juga: Misteri Kematian Ibu Tien Soeharto Terungkap, Tutut Jelaskan Penyebabnya, Gosip Ditembak Tidak Benar

Sementara itu, peringatan seabad Presiden kedua Soeharto ini digelar di Masjid At Tin, Kompleks Ttaman Mini Indonesia Indah ( TMII ), Jakarta.

"Peringatan 100 tahun Kelahiran Jenderal Besar HM Soeharto, berbagai kalangan masyarakat berkumpul di Masjid At Tin pada Selasa sore 8 Juni 2021, memanjatkan doa bersama untuk almarhum Pak Harto, serta membacakan Yasin, tahmid, dan tahlil," kata panitia melalui keterangan resmi seperti yang dilansir dari Kompas TV, Selasa (8/6/2021).

Rangkaian acara seabad Soeharto akan diisi dengan doa bersama, membacakan yasin, tahmid, dan tahlil.

Menurut panitia, acara ini akan digelar mulai pukul 15.30 WIB hingga 18.00 WIB secara offline dan online.

Bagi peserta yang hadir secara offline diminta untuk menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Sementara itu, bagi peserta yang hadir secara online dapat mengikuti seluruh rangkaian acaranya melalui kanal YouTube Cendana TV atau link berikut ini: https://youtu.be/k_ExCUI4_F8

Presiden RI ke-2 yang memiliki nama lengkap H Muhammad Soeharto lahir pada tahun 1921 di Dusun Kemusuk, Desa Argomulyo, Sedayu, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Ia meninggal dunia pada 27 Januari 2008 usai menjalani perawatan selama 23 hari di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta Selatan.

Saat itu, diketahui Soeharto mengalami kegagalan multiorgan.

Presiden yang selama 32 tahun menjabat Indonesia ini dimakamkan di Astana Giribangun yang terletak di lereng barat Gunung Lawu, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

Baca juga: Kisah Si Mbah, Armada Bantuan Era Presiden Soeharto yang Jadi Andalan Pemadam Kebakaran Tulungagung

Informasi yang diperoleh, acara seabad Soeharto ini dihadiri anak-anak Soeharto, yakni Siti Hardijanti Rukmana ( Tutut ), Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Hariyadi ( Titiek Soeharto), Hutomo Mandala Putra ( Tommy ), dan Siti Hutami Endang Adiningsih ( Mamiek ).

Tak hanya itu, sejumlah pejabat dan kerabat Soeharto juga hadir dalam acara seabad Presiden Soeharto ini. Seperti Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Tak hanya Titiek Soeharto, mantan menantu Presiden Soeharto juga mengunggah seabad Soeharto ini di akun sosial medianya.

Prabowo mengunggah foto dokumen dirinya saat bersama HM Soeharto.

"08 Juni 1921 - 08 Juni 2021. Memperingati 100 tahun kelahiran Presiden RI kedua Jenderal Besar TNI M. Soeharto," tulis Prabowo Subianto.

Wayang Kulit Virtual

Presiden Soeharto meninggal dunia pada 27 Januari 2008, namun para pengagum "Smiling General" ini masih banyak.

Himpunan Masyarakat Soehartonesia (HMS Indonesia) misalnya, mereka akan mengadakan pertunjukan wayang kulit virtual malam ini.

“Acara ini untuk mengenang jasa besar dan pengabdian Pak Harto di negeri ini,” kata Ketua Himpunan Masyarakat Soehartonesia (HMS Indonesia) Giyanto Hadiprayitno, melalui rilisnya kepada media, Minggu (6/6/2021).

Pertunjukkan ini bakal menghadirkan dalang milenial Ki Putut Puji Agus Senno asal Magetan, Jawa Timur.

Sedangkan lakon yang diangkat adalah cerita Pandu Swargo.

Pandu Swargo bercerita tentang perjuangan Bima, salah satu anak dari Pandawa, yang berjuang memohon kepada sang Pencipta untuk mengampuni dan mengangkat derajat orangtuanya yang telah meninggal.

Sebaliknya, bakti seorang anak soleh yang berdoa untuk memintakan ampun bagi dosa orangtua, ternyata mampu menghentikan siksa di alam kematian.

Kisah Pandu Swargo menunjukkan ikatan batin yang kuat antara ayah dan anak. Perjuangan seorang ayah tidak kalah mulia dengan perjuangan ibu.

“Harapan kita masyarakat dapat turut mengenang keagungan dan jasa besar HM Soeharto dalam membangun NKRI serta mengambil hikmah dari cerita pertunjukan wayang kulit ini,” kata Giyanto.

Baca juga: Sosok Tito Hamzah Pemain Muda Arema FC yang Cetak Gol Saat Lawan Rans FC, Singgung Doa Orangtua

Pertunjukan seni budaya wayang kulit ini diadakan secara virtual pada Selasa(08/06), mulai pukul 20.00 WIB dari Pendopo Purwodadi, Magetan dengan menerapkan protokol kesehatan.

Sang Jenderal Besar

HM Soeharto merupakan presiden pertama yang berasal dari kalangan tentara, tepatnya TNI Angkatan Darat.

Diketahui, ia adalah satu di antara prajurit yang mendapat penghargaan pangkat tertinggi dalam sejarah TNI, yakni Jenderal Besar TNI.

Sebutan lainnya mendapat tanda bintang lima di pundak atau jenderal bintang lima.

Dalam sejarah TNI, terdapat tiga perwira yang menyandang tanda kehormatan tersebut.

Ketiganya yakni Jenderal Besar Soedirman, Jenderal Besar AH Nasution.

Lalu yang terakhir adalah Jenderal Besar Soeharto.

Dalam perjalanan karirnya sebagai prajurit TNI, Soeharto melewati berbagai tugas dan operasi.

Letjen TNI <a href='https://suryamalang.tribunnews.com/tag/soeharto' title='Soeharto'>Soeharto</a> didampingi Kolonel Sarwo Edhie Wibowo, komandan RPKAD, pada peringatan HUT ke-14 RPKAD di Parkir Timur Senayan, Jakarta. Kisah Sarwo Edhi yang Basmi G30S, Kecewa sama <a href='https://suryamalang.tribunnews.com/tag/soeharto' title='Soeharto'>Soeharto</a>: Kalau Mau Bunuh Aku, Bunuh Saja, Apa Salahku.
Letjen TNI Soeharto didampingi Kolonel Sarwo Edhie Wibowo, komandan RPKAD, pada peringatan HUT ke-14 RPKAD di Parkir Timur Senayan, Jakarta. Kisah Sarwo Edhi yang Basmi G30S, Kecewa sama Soeharto: Kalau Mau Bunuh Aku, Bunuh Saja, Apa Salahku. (FOTO: HISTORIA.ID/repro "Jenderal TNI Sarwo Edhie Wibowo: Hidupku untuk Negara dan Bangsa.")

Mengutip dari laman TNI, awal karirnya dimulai sebagai siswa di sekolah militer di Gombong, Jawa Tengah, Pada 1 Juni 1940.

Setelah enam bulan menjalani latihan dasar, ia tamat sekolah militer sebagai lulusan terbaik dan menerima pangkat kopral.

Ia terpilih menjadi prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong serta resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945.

Sebelumnya, saat Perang Dunia II berkecamuk pada 1942, ia dikirim ke Bandung untuk menjadi tentara cadangan di Markas Besar Angkatan Darat selama seminggu.

Setelah berpangkat sersan tentara KNIL, dia kemudian menjadi komandan peleton, komandan kompi di dalam militer yang disponsori Jepang yang dikenal sebagai tentara PETA, komandan resimen dengan pangkat mayor, dan komandan batalyon berpangkat letnan kolonel.

Setelah Perang Kemerdekaan berakhir, ia tetap menjadi Komandan Brigade Garuda Mataram dengan pangkat letnan kolonel.

Ia memimpin Brigade Garuda Mataram dalam operasi penumpasan pemberontakan Andi Azis di Sulawesi.

Kemudian, ia ditunjuk sebagai Komadan APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) Sektor Kota Makassar yang bertugas mengamankan kota dari gangguan eks KNIL/KL.

Pada 1 Maret 1949, ia ikut serta dalam serangan umum yangberhasil menduduki Kota Yogyakarta selama enam jam.

Inisiatif itu muncul atas saran Sri Sultan Hamengkubuwono IX kepada Panglima Besar Soedirman bahwa Brigade X pimpinan Letkol Soeharto segera melakukan serangan umum di Yogyakarta dan menduduki kota itu selama enam jam untuk membuktikan bahwa Republik Indonesia (RI) masih ada.

Pada usia sekitar 32 tahun, tugasnya dipindahkan ke Markas Divisi dan diangkat menjadi Komandan Resimen Infenteri 15 dengan pangkat letnan kolonel (1 Maret 1953).

Pada 3 Juni 1956, ia diangkat menjadi Kepala Staf Panglima Tentara dan Teritorium IV Diponegoro di Semarang.

Dari Kepala Staf, ia diangkat sebagai pejabat Panglima Tentara dan Teritorium IV Diponegoro.

Pada 1 Januari 1957, pangkatnya dinaikkan menjadi kolonel.

Pada 1 Oktober 1961, jabatan rangkap sebagai Panglima Korps Tentara I Caduad (Cadangan Umum AD) yang telah diembannya ketika berusia 40 tahun bertambah dengan jabatan barunya sebagai Panglima Kohanudad (Komando Pertahanan AD).

Pada tahun 1961 tersebut, ia juga mendapatkan tugas sebagai Atase Militer Republik Indonesia di Beograd, Paris (Perancis), dan Bonn (Jerman).

Di usia 41 tahun, pangkatnya dinaikkan menjadi mayor jenderal (1 Januari 1962) dan menjadi Panglima Komando Mandala Pembebasan Irian Barat dan merangkap sebagai Deputi Wilayah Indonesia Timur di Makassar.

Sekembalinya dari Indonesia Timur, Soeharto yang telah naik pangkat menjadi mayor jenderal, ditarik ke markas besar ABRI oleh Jenderal A.H. Nasution.

Baca juga: Penampakan Buaya Misterius di Mojokerto, Muncul Sebentar Lalu Menghilang di Sungai Sadar  

Di pertengahan tahun 1962, Soeharto diangkat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) hingga 1965.

Dan di tahun 1968 ia menjabat sebagai Presiden RI ke dua sampai tahun 1998.

Sementara dikutip dari Surya, sebagai seorang militer yang telah kenyang berbagai pertempuran besar, Soeharto pernah dianugerahi kehormatan tertinggi sebagai Jenderal Besar TNI.

Ia wafat pada 27 Januari 2008 dan dimakamkan dengan upacara kebesaran militer di Astana Giri Bangun, Karanganyar, Jawa Tengah.

Karir Soeharto yang menjadi semacam batu loncatannya untuk menduduki Presiden RI adalah saat menjabat sebagai Pangkostrad pada 6 Maret 1961.

Awalnya, KSAD Jendral TNI Abdul Haris Nasution menginstruksikan untuk membentuk kekuatan cadangan strategis yang besifat mobil di akhir tahun 1960, yang kemudian dikenal sebagai Korps Ke-1 Cadangan Umum Angkatan Darat (Korra 1/Caduad), panglima pertama yang menjadi komandannya adalah Brigjen TNI Soeharto.

Hingga Caduad berubah nama menjadi Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad), Soeharto yang tetap menjabat sebagai panglimanya (Pangkostrad).

Pada saat yang bersamaan, Soeharto juga menjabat sebagai Panglima Mandala pembebasan Irian Barat berpangkat Mayor Jenderal.

Dua jabatan sebagai panglima yang membawahi puluhan ribu pasukan ini membuat karir Soeharto berkembang secara drastis hingga menjadi orang nomor satu di Indonesia.

( SURYAMALANG.COM/ Bebet I Hidayat)

Baca juga: BMKG Gelar Sekolah Lapang Gempa Bumi di Sumbermanjing Wetan Malang, Ini Tujuannya

Baca juga: Rincian Tarif Tol dari Malang ke Solo via Trans Jawa Juni 2021, Siapkan Kartu E-Toll

626 Calon Jamaah Haji Jatim Meninggal Dunia Saat Batal Berangkat, Ini Aturan Pengganti Porsinya 

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved