TRAGEDI AREMA VS PERSEBAYA
Aremania Makin Geram dengan Pernyataan Polri, Blunder Soal Gas Air Mata di Stadion Kanjuruhan
Statement yang disampaikan Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo itu langsung mengundang reaksi Aremania dan sejumlah pihak
Penulis: Dya Ayu | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM, MALANG - Aremania dibuat makin geram dengan pernyataan yang dilontarkan pihak Kepolisian terkait gas air mata dalam tragedi stadion Kanjuruhan.
Untuk diketahui, Polri menyebut ratusan korban yang meninggal dunia dalam Tragedi Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022) lalu bukan karena gas air mata, melainkan karena kekurangan oksigen.
Statement yang disampaikan Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo itu langsung mengundang reaksi Aremania, suporter Arema dan juga beberapa pihak.
Baca juga: Kepentingan Iklan di Balik Laga Arema Vs Persebaya, Dugaan TGIPF Soal Jadwal Kick Off Tetap Malam
"Bilangnya bukan karena gas air mata tapi karena kekurangan oksigen, sekarang saya balik, kemarin semua Aremania bisa kekurangan oksigen itu karena apa? kan karena ditembak gas air mata. Coba gantian, kami yang tembak gas air mata ke polisi di lorong. Jadi jangan mengelak," kata Amin Aremania kepada SURYAMALANG.COM, Selasa (11/10/2022).
Amin menegaskan, selama ia menjadi suporter dan melihat pertandingan langsung di stadion, tidak ada pengamanan yang separah pengamanan seperti derbi Jatim, Arema FC Vs Persebaya, Sabtu (1/10/2022) lalu di Stadion Kanjuruhan.
"Saya lihat sepak bola sejak tahun 90-an. Pengamanan paling petugas bawa pentungan sama tameng. Kalau pun Bigmatch penjagaan lebih itu paka water canon. Tidak ada pengamanan seperti kemarin," ujarnya.
"Jadi intinya usut tuntas. Siapa yang memerintahkan membawa gas dan yang memerintahkan untuk menembak gas, itu yang tanggung jawab," tambahnya.
Selain Aremani, eks sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu juga memberikan reaksi terkait statement Polri.
Bahkan Said Didu memberikan sindiran keras pada Polri dalam akun Twitter pribadinya.
"Makin Bpk jelaskan makin menambah sakit keluarga korban. Tega amat sih Pak. Yang pasti semua itu disebabkan krn tembakan gas air mata. Kenapa gak sekalian katakan bhw karena semua korban ajalnya sudah sampai shg malaikat maut datang mencabut nyawa mereka - bukan krn gas air mata," isi cuitan Said Didu.
Baca juga: FAKTA Baru, Polisi MENGAKU Gunakan Gas Air Mata Kedaluwarsa Tahun 2021 di Stadion Kanjuruhan
Pernyataan Polri Soal Gas Air Mata di Kanjuruhan
Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo membuat pernyataan di depan awak media terkait gas air mata dalam stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022, Senin (10/10/2022).
Ia mengakui jika beberapa gas air mata yang ditembakkan ke arah suporter Aremania saat itu ada yang merupakan gas air mata kedaluwarsa .
Bukan hanya membuat pengakuan soal penggunaan gas air mata kedaluwarsa, ia juga membuat pernyataan yang menyebut gas air mata tak mematikan .
Dedi mengatakan gas air mata yang dipakai Brimob tidak mematikan, berdasarkan keterangan para ahli.
Dedi menyebut pernyataan Mas Ayu Elita Hafizah yang merupakan pakar dari Universitas Indonesia (UI) sebagai salah satu referensi pernyataannya.
"Beliau menyebutkan bahwa termasuk dari Doktor Mas Ayu Elita bahwa gas air mata atau CS ini ya dalam skala tinggi pun tidak mematikan yang digunakan oleh Brimob," kata Dedi di Kantornya, Jakarta Selatan, Senin (10/10/2022).
Dedi kemudian menunjukkan ada 3 jenis gas air mata yang dipakai oleh Brimob Polri.
Yakni, gas air mata berwarna merah, biru hingga hijau yang masing-masing memiliki tingkat efektivitas zat kimianya.
"Yang pertama (hijau) berupa smoke ini hanya ledakan berisi asap putih. Kemudian yang kedua (biru) sifatnya sedang jadi kalau untuk klaster dari jumlah kecil menggunakan gas air mata yang sifatnya sedang dan yang merah adalah untuk mengurai masa dalam jumlah yang cukup besar," ungkapnya.
Oleh karena itu, Dedi meyakini bahwa gas air mata yang dipakai Brimob saat tragedi Kanjuruhan tidak mematikan.
"Saya sekali lagi saya bukan expertnya, saya hanya bisa mengutip para pakar menyampaikan ya CS atau gas air mata dalam tingkatannya tertinggi pun tidak mematikan," pungkasnya.
Baca juga: BREAKING NEWS - Satu Korban Tragedi Kanjuruhan Meninggal Dunia di RSSA
Polri Sebut Korban Kanjuruhan Tewas Bukan Karena Gas Air Mata, Tapi Karena Kekurangan Oksigen.
Polri membantah ratusan penonton yang meninggal dunia dalam tragedi Kanjuruhan karena terdampak gas air mata.
Korps Bhayangkara mengklaim mereka meninggal dunia karena kekurangan oksigen.
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menyatakan bahwa keyakinan tersebut disampaikan seusai mendapatkan keterangan dari para ahli hingga dokter spesialis dalam, paru, mata hingga THT.
"Tidak satu pun (ahli dan dokter) yang menyebutkan bahwa penyebab kematian adalah gas air mata tapi penyebab kematian adalah kekurangan oksigen," kata Dedi di Kantornya, Jakarta Selatan, Senin (10/10/2022).
Dedi menuturkan bahwa ratusan korban tewas dalam tragedi Kanjuruhan disebut karena terinjak hingga berdesak-desakan yang mengakibatkan kekurangan oksigen.
Dengan kata lain, bukan karena terdampak gas air mata polisi.
"Karena apa? Terjadi berdesak-desakan terinjak-injak, bertumpuk-tumpukan mengakibatkan kekurangan oksigen di pintu 13, pintu 11, pintu 14, dan pintu 3. Ini yang jadi korbannya cukup banyak," ungkapnya.
Lebih lanjut, Dedi menuturkan bahwa para ahli dan dokter spesialis menyatakan bahwa dampak gas air mata hanya menyebabkan iritasi mata, kulit hingga pernafasan.
"Dokter spesialis mata menyebutkan ketika kena gas air mata pada mata khususnya memang terjadi iritasi, sama halnya seprti kita kena air sabun. Terjadi perih tapi pada beberapa waktu bisa langsung sembuh dan tidak mengakibatkan kerusakan yang fatal."
"Sama halnya gas air mata juga kalau terjadi iritasi pada pernafasan pun sampai saat ini belum ada jurnal ilmiah yang menyebutkan ada fatalitas gas air mata yang mengakibatkan orang meninggal dunia," jelasnya.
Dedi menambahkan gas air mata tak memiliki racun yang dapat mengakibatkan kematian seseorang. Hal itu pun sesuai dengan jurnal ilmiah hingga keterangan para ahli.
"Di dalam gas air mata tidak ada toksin atau racun yang mengakibatkan matinya seseorang. Tentunya ini masih butuh pendalaman-pendalaman lebih lanjut. Apabila ada jurnal ilmiah baru, temuan yang baru tentu akan menjadi acuan, juga bagi tim investigasi bentukan bapak Kapolri masih terus bekerja," pungkasnya.