Berita Malang Hari Ini
LPBH NU Kota Malang Gelar Workhsop Penanggulangan Kekerasan Seksual pada Anak dan Perempuan
Workhsop ini digelar untuk merespons UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan peraturan Menteri Agama 2022 tentang pencegahan dan kekerasan seksual
Penulis: Sylvianita Widyawati | Editor: rahadian bagus priambodo
SURYAMALANG.COM|MALANG- Workshop "Penanggulangan Kekerasan Seksual Terhadap Anak dan Perempuan di Lembaga Pendidikan Berbasis Agama" digelar di aula PCNU Kota Malang, Rabu (23/11/2022).
Workhsop ini digelar untuk merespons UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan peraturan Menteri Agama 2022 tentang pencegahan dan kekerasan seksual.
"Jadi kita perlu mengumpulkan para guru yang ada di Kota Malang terutama lembaga pendidikan berbasis agama," jelas Dr Fachrizal Afandi SPsi SH MH, Ketua LPBH NU Kota Malang yang merupakan panitia kegiatan ini pada suryamalang.com di sela acara. Ada sebanyak 40 sekolah di Kota Malang yang diundang.
Harapannya setelah kegiatan ini, mereka jadi tahu tahu cara bagaimana melakukan pencegahan, menangani dan menanggulangi.
"Kalau ada kejadian sudah tahu harus apa, kemana. Mereka juga harus punya perspektif peleindungan pada korban. Tidak otomatis menyalahkan korban yang rata-rata perempuan," kata dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (UB) ini.
Maka workshop itu baru tahap awal, dan ke depan banyak hal yang harus dilakukan.
"Harapannya sekolah-sekolah yang kita undang melakukan inisiasi. Karena pendidikan agama diatur oleh Menteri Agama, mereka tahu bagaimana menanggulangi jika ada kekerasan seksual. Serta bisa membentuk unit khusus mungkin dan berkoodinasi dengan LPBH NU Kota Malang bisa untuk bantuan hukum," paparnya.
Dikatakan, peraturan Menag terbilang baru yang baru disahkan pada Mei 2022 lalu. Karena baru, maka diadakan kegiatan ini. Minimal jika ada kejadian, sekolah sudah tidak gagap lagi dan tidak serta merta menyalahkan korban. Atau menutup-nutupi karena menjaga nama baik sekolah. Semoga kedepan tidak ada lagi.
"Jika ada kejadian, kita punya paralegal dan advokat yang bisa mendampingi jika ada masalah. Meski kita tidak ingin ada masalah," jawabnya. Pria berkacamata ini menyatakan kasus-kasus mencuat dari lembaga pendidikan berbasis agama yang dilaporkan seperti kasua SPI di Kota Batu, di Jombang, Bandung dan lainnya.
"Ini kayak gunung es. Maka mulai sekarang harus berani melakukan pencegahan agar tidak kemana-mana," jelasnya. Kasus yang mencuat itu ada yang di boarding school dan pondok pesantren. "Jangan sampai gara-gara kasus itu, orang tidak mau memondokkan anaknya," kata Ketua Persada UB ini. Dari data yang ia kutip dari Kompas, pada 2012 ada 135.000 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan oada polisi. Pada 2022 mencapai 338.496 kasus yang dilaporkan.
"Naiknya cukup banyak dalam kurun waktu 10 tahun. Artinya, ada kesadaran tinggi untuk melapor dan kasusnya memang banyak. Terbanyak kasus pemerkosaan, lalu pelecehan sekssual. Bahkan ada juga kasus incest," jawabnya.
Berbagai Modus
Sedang pembicara lain adalah Zulkarnaen SH MH yang juga dosen Universitas Widyagama Malang mengatakan kasus kekerasan seksual banyak di lembaga pendidikan tidak dilaporkan. Apalagi pelakunya adalah gurunya. Guru yang harusnya menentukan masa depannya, malah merusak masa depannya. Ia mencontohkan kasus anak kiai di Jombang, kasus SPI dll.
Modusnya yang dipakai seperti memberi motivasi, pendekatan ke santri lewat kegiatan kajian dan lain-lain. Di Bekasi, ada korban yang harus melayani pendeta.
Saat dilaporkan malah korban dikucilkan dan dibully oleh jemaat gereja karena mencemarkan nama baik gereja. Ia menyatakan berdasarkan data di KPAI, kasus di lingkungan lembaga pendidikan, 55 persen dilakukan oleh guru/ustad.
"Maka perlu ada pelibatan tokoh agama dengan dalil-dalilnya. Tapi tidak memakai relasi kuasa. Untuk itu perlu tokoh agama yang berintegritas," jawabnya. Sebagai upaya pencegahan, maka hendaknya membentuk lembaga pengawasan melekat. Kejadian seperti itu banyak terjadi di boarding school dan fullday school.
"Di Malang pernah ada kejadian panther bergoyang di sebuah jalan. Guru iming-iming nilai bagus ke muridnya. Semoga jangan sampai terjadi lagi," harapnya. Ditambahkan Fachrizal, ia menitip pesan pada lembaga pendidikan agar pentingkan korban. Meski kekerasaan seksual pembuktiannya susah karena dilakukam di tempat tertutup.
Kejadiannya bisa berulang. Dari sisi regulasi juga sudah ada semua. Jika ada kejadian, bisa minta bantuan ke LBH di perguruan tinggi, LPSK, PPA, Dinsos, LBH atau ke LPBH NU. Pada kasus disabilitas juga harus ada pendampingan. Pendamping adalah orang yang dipercaya korban, misalkan gurunya jika di sekolah.