TRAGEDI AREMA VS PERSEBAYA
Aremania Bereaksi Ketika Hasil Autopsi Korban Tragedi Kanjuruhan Tak Sebut Unsur Gas Air Mata
Selain meragukan hasil autopsi yang diumumkan,Tim Gabungan Aremania(TGA) akan meminta visum dan rekam medis semua korban Tragedi Kanjuruhan
Penulis: Kukuh Kurniawan | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Aremania bereaksi ketika kesimpulan hasil autopsi jenazah dua Aremanita korban tragedi Kanjuruhan justru tidak menyebut unsur gas air mata sebagai penyebab kematian.
Tim Gabungan Aremania (TGA) bersama dengan Federasi KontraS, resmi menolak hasil autopsi tersebut.
Selain meragukan hasil autopsi yang kesimpulannya diumumkan oleh Ketua Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) Cabang Jatim dr Nabil Bahasuan pada Rabu (30/11/2022), Aremania juga akan bersikap.
Baca juga: Hasil Autopsi 2 Jenazah Aremania Korban Tragedi Kanjuruhan, Kekerasan Benda Tumpul dan Gas Air Mata
Anggota Tim Hukum Gabungan Aremania, Anjar Nawan Yusky menyatakan perjuangan untuk mencari keadilan Tragedi Kanjuruhan masih terus berjalan.
"Ini sama halnya dengan korban selamat dan korban luka. Hingga saat ini, belum satupun ada yang divisum. Kita semua ingat, ada mata merah, ada sesak nafas, dan ada iritasi kulit. Kalau sekarang baru divisum, ya jelas sudah hilang sesaknya dan mata merahnya," kata Anjar, Kamis (1/12/2022).
"Kita tetap berjuang, masih banyak alternatif lain yang bisa ditempuh. Resume medis kita perjuangkan. Selain itu, pihak rumah sakit jangan mempersulit akses korban mendapat resume medis," bebernya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) Cabang Jatim dr Nabil Bahasuan menyatakan kesimpulan dari proses autopsi jenazah Natasya Debi Ramadhani, didapati adanya tanda bekas kekerasan benda tumpul.
Kemudian, patah tulang pada susunan tulang iga. Dan, terdapat pendarahan dalam kategori jumlah yang banyak.
Temuan itu, disebut dr Nabil, sebagai penyebab kematian dari korban bernama Natasya Debi Ramadhani.
"Jadi untuk hasil dari Natasya. Itu didapatkan kekerasan benda tumpul. Adanya patah tulang iga, 2, 3, 4, 5. Dan di sana ditemukan perdarahan yang cukup banyak. Sehingga itu membuat sebab kematiannya," sebut Nabil, Rabu (30/11/2022).
Sejumlah temuan pada jenazah Natasya itu, juga didapati pada jenazah Nayla Debi Anggraeni.
dr Nabil menjelaskan, jenazah Nayla didapati mengalami patah tulang sebagian pada susunan tulang iga sisi kanan.
"Kemudian, adiknya Nayla. Juga sama tapi ada di tulang dadanya. Patahnya itu. Juga di sebagian tulang iga, sebelah kanan," ujarnya.
'Kekerasan benda tumpul' yang menjadi sebab kematian kedua jenazah korban itu, tidak dapat dijelaskan secara lugas oleh dr Nabil, bersumber dari apa.
Karena, penjelasan lebih detail mengenai penyebab 'kekerasan benda tumpul' tersebut, menurut dr Nabil, hanya bisa disampaikan oleh pihak penyidik kasus tersebut.
"Di kedokteran forensik kita tidak bisa mengatakan itu karena apa. Tapi karena kekerasan benda tumpul. Untuk pastinya, tentu di penyidikan yang tahu," ungkapnya.
Bahkan, saat disinggung mengenai dugaan adanya paparan gas air mata yang terhirup sistem pernapasan korban, sehingga menjadi salah satu penyebab kematian korban Tragedi Kanjuruhan, yang diautopsi tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian Toxicologi, dr Nabil mengungkapkan, pihaknya tidak menemukan adanya paparan zat senyawa dalam gas air mata pada sistem organ pernapasan dalam tubuh kedua jenazah korban tersebut.
Temuan kesimpulan tersebut, diperoleh PDFI Cabang Jatim, dari hasil riset lanjutan atas sampel organ tubuh kedua korban, yang diberikan kepada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
"Dari hasil pengumpulan sampel yang ada pada kedua korban. Kami sudah mengumpulkan kepada Badan Riset Dan Inovasi Nasional. Dan didapatkan tidak terdeteksi adanya gas air mata tersebut," katanya.
"Untuk lebih jelasnya nanti di pengadilan bisa didatangkan ahli dari BRIN tersebut yang memeriksa hasil sampel Toxicologi kita," jelasnya.
dr Nabil menegaskan, penelitian atas dugaan adanya senyawa zat gas air mata yang menjadi sebab kematian korban, juga menjadi salah satu aspek terpenting dalam penelitian dan pemeriksaan selama proses autopsi kedua jenazah tersebut.
"Dari pemeriksaan Toxicologi, tidak terdeteksi adanya gas air mata. Karena kita fokus pada gas air mata, untuk Toxicologi. Untuk patologi anatomi. Kita fokus pada adanya keradangan. Dan nanti akan saya jelaskan di visum, sudah ada," pungkasnya.
Baca juga: Aremania dan Federasi KontraS Tolak Hasil Autopsi Korban Tragedi Kanjuruhan
dr Nabil mengatakan, pihaknya telah diberikan kewenangan oleh pihak penyidik untuk menyampaikan hasil autopsi terhadap dua jenazah korban, melibatkan delapan orang dokter ahli forensik tersebut.
Namun, kewenangan menjabarkan hasil autopsi tersebut, hanya sebatas pada bagian kesimpulan dari penelitian atas proses autopsi tersebut.
Sedangkan, pada aspek terkecil atau teknis dari proses autopsi tersebut, akan dijabarkan pada proses persidangan sesuai dengan proses peradilan yang berlaku.
"Kami diberikan izin penyidik untuk memberikan penjelasan sebatas kesimpulan saja. Karena semua informasi akan kami berikan di pengadilan nanti," ujarnya seusai menghadiri FGD di Gedung Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, Rabu (30/11/2022).

Alasan Aremania Meragukan Hasil Autopsi
Sementara itu, Sekjen Federasi KontraS Andy Irfan mengungkapkan, bebrrapa hal yang membuat pihaknya meragukan serta menolak hasil autopsi tersebut.
Dirinya menjelaskan saat usai pelaksanaan ekshumasi (gali kubur), pada Sabtu (5/11/2022) lalu, saat itu pihak dokter menyampaikan bahwa hasil autopsi paling lama akan keluar setidaknya delapan minggu.
"Namun, ini baru tiga minggu lebih sudah diumumkan hasilnya. Kita tidak mengetahui alasan kenapa hal ini dipercepat," tambahnya.
Dirinya juga menerangkan, bahwa pihaknya meragukan independensi laboratorium yang digunakan untuk autopsi. Pasalnya, apakah laboratorium tersebut terbukti independen dan sepenuhnya menghasilkan produk ilmiah yang semestinya.
"Dari dua hal itu, kami di sini menolak hasil autopsi tersebut. Khususnya mempertanyakan, apakah memang benar benar ilmiah dan otentik," ungkapnya.
Dirinya juga menambahkan, mayoritas korban yang ada di Gate 13 dan meninggal di tribun memiliki tanda yang hampir sama. Yaitu, muka hitam dan keluar cairan di mulut.
Selain itu, banyak tanda yang menunjukan adanya ketidakwajaran yang bisa menyebabkan para korban meregang nyawa.
"Kami menuntut dilakukan autopsi ulang, dengan laboratorium yang benar-benar independen dan kami tidak percaya PDFI bisa bersikap independen," tandasnya
Proses Autopsi Jenazah Korban Tragedi Kanjuruhan
Sekadar diketahui, proses autopsi Jenazah Korban Tragedi Kanjuruhan dilakukan pada Sabtu (5/11/2022), lebih dari satu bulan pasca peristiwa 1 oktober 2022.
Proses autopsi baru dijalankan setelah melalui 'drama' yang berbelit dan panjang, justru setelah keluarga korban berinisiatif minta dilakukan autopsi.
Dua jenazah yang diautopsi itu bernama, Natasya Debi Ramadhani (16), dan Nayla Debi Anggraeni (13), yang dimakamkan di Tempat Makam Umum (TPU) kawasan Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang.
Delapan orang dokter forensik dikerahkan dalam pelaksanaan autopsi terhadap dua jenazah Aremanita korban Tragedi Kanjuruhan, Malang, pada Sabtu (5/11/2022).

Para dokter forensik yang dilibatkan dalam proses autopsi tersebut, merupakan anggota Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) Cabang Jatim.
Penunjukan delapan orang dokter ahli forensik tersebut, didasarkan pada lampiran Surat Keterangan (SK) PDFI Cabang Jawa Timur, bernomor 20/PDFI-JATIM/X/2022, tanggal 30 Oktober 2022.
Pada pelaksanaan autopsi korban Tragedi Kanjuruhan tersebut. Delapan orang dokter tersebut dibagi dalam tiga struktur pelaksana tugas.
Yakni, sebagai penasehat, terdiri dari dua dokter yang berasal dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair).
Meliputi, Prof. Dr. Med. dr. H. M. Soekry Erfan Kusuma, Sp. FM., Subsp. SBM (K), DFM, dan Prof. Dr. H, Ahmad Yudianto, dr., Sp.FM.,Subsp. SBM, SH, M. Kes
Kemudian, bertindak sebagai ketua tim autopsi, Nabil Bahasuan, dr. SpFM.,SH.,MH, yang juga menjabat sebagai Ketua PDFI Cabang Jatim, dan merupakan dokter forensik dari Fakultas Kedokteran Universitas Hangtuah Surabaya.

Selanjutnya, lima orang anggota dokter pelaksana dalam autopsi tersebut, yakni:
1) Abdul Aziz, dr. Sp. FM (RSUD Dr. Soetomo Surabaya)
2) Deka Bagus Binarsa, dr., Sp. FM
(RSUD Kanjuruhan Kabupaten Malang / Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang)
3) Edy Suharto, dr., Sp. FM (RSUD Syarifah Ratoe Ebo Kabupaten Bangkalan Madura)
4) Nily Sulistyorini, dr., Sp. FM (Fakultas Kedokteran Unair Surabaya)
5) Rahmania Kemala Dewi, dr. Sp. FM (RS Unair Surabaya)