Berita Malang Hari Ini
Kasus Hukum 4 Warga Kota Batu Tebang Pohon Perhutani, Pakar Dorong Restorasi Justice Diprioritaskan
Pengajar hukum pidana Universitas Widyagama Malang, Zulkarnain menilai restorasi justice tetap jadi prioritas sebagai penyelesaian kasus tebang pohon
Penulis: Benni Indo | Editor: Dyan Rekohadi
Zulkarnain mendorong pihak terkait agar mendudukan hukum pada porsinya.
Zulkarnain juga mengingatkan, hukum bukan soal ketersinggungan, ketersudutan atau yang lainnya.
Menurutnya, setiap masyarakat berhak untuk mendapatkan perlindungan dan keadilan hukum.
Maka seseorang bisa melakukan upaya atas konsekuensi yang dianggapnya terlalu memberatkan atau berlebihan.
"Kadang yang diputus pengadilan saja masih bisa ada upaya hukum, bisa melakukan peninjauan kembali. Apalagi ini masih dalam proses upaya penyelesaian, jadi banyak alternatif yang lebih pantas dan berkeadilan ya boleh saja dilakukan. "
"Siapapun tidak boleh merasa tersinggung atau tersudutkan. Maka dilihat kepantasannya juga, yang penting tujuan hukum itu memberikan efek jera, baik masyarakat pelakunya ataupun umum," urainya.
Diberitakan sebelumnya, empat orang warga Kota Batu menghadapi persoalan hukum karena diduga melakukan penebangan pohon di kawasan hutan RPH Punten BKPH Pujon.
Berdasarkan informasi yang dihimpun di lapangan, empat orang tersebut ialah Rudiyanto, Wijayadi, Abdul Rohim dan Suedi. Mereka ialah warga Dusun Brau, Desa Gunungsari, Kota Batu.
Upaya perdamaian sudah dilakukan, bahkan telah ditandatangani.
Belakangan, kesepakatan perdamaian tersebut dibatalkan sepihak oleh Perhutani.
Kepala Sub Seksi Hukum dan Komunikasi Perusahaan Perum Perhutani KPH Malang, Hadi Mustofa menyatakan batalnya kesepakatan perdamaian tersebut karena adanya isu miring yang menerpa pihaknya pasca kesepakatan.
Hadi tidak mengetahui siapa pihak yang menyebarluaskan isu miring tersebut.
Ia mengatakan, isu miring tersebut terdengar hingga ke pimpinan di Jakarta seperti Penegak Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI serta Direktur Utama Perhutani.
"Setelah kesepakatan itu, informasi jadi bias ke mana-mana. Salah satunya, ada suara bahwasannya kami mengkriminalisasi atau semacam memberatkan para warga," ujar Hadi saat ditemui di Kantor Perum Perhutani KPH Malang, Jl Dr Cipto, No 14.
Salah satu indikasi yang memberatkan warga ialah kewajiban menanam 10 ribu bibit pohon pinus.
Menurut Hadi, keharusan menanam 10 ribu bibit tersebut bukan memberatkan para warga, melainkan sebagai bentuk konsekuensi atas tindakan mereka.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/suryamalang/foto/bank/originals/DOsen-hukum-dari-Universitas-Widyagama-Malang-Zulkarnain.jpg)