Berita Surabaya Hari Ini
Kisah Dugaan Pungli Rp 1 Juta Oleh Oknum Polisi di Polsek Surabaya Jatim, Korban Duka Harus Bayar
Ada oknum polisi menjelaskan barang kakaknya yang meninggal, yang sudah disita harus ditebus dengan nominal Rp1,5 juta.
Penulis: Tony Hermawan | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Sebuah kisah dugaan pungutan liar (Pungli) yang dilakukan oleh oknum polisi di salah satu Polsek di Surabaya, Jawa Timur (Jatim) diungkap oleh seorang warga yang tengah berduka karena anggota keluarganya meninggal.
Sendy Wijaya, yang masih berduka karena saudara kandungnya, Andyka Wijaya, meninggal dunia pada Kamis (11/4/2024) mengungkapkan bagaimana ia harus mengeluarkan uang untuk membayar polisi hanya untuk mendapatkan kembali barang milik kakaknya yang meninggal.
Sendy harus membayar uang jutaan rupiah pada oknum polisi karena sebelumnya kematian saudaranya diselidiki polisi dan beberapa barang milik kakaknya disita untuk kebutuhan pemeriksaan.
Tapi ketika kematian sang kakak dipastikan karena sakit yang dideritanya, dan penyelidikan polisi dihentikan, ia dimintai uang saat meminta barang milik kakaknya kembali.
"Sekarang yang bisa dilakukan hanya ikhlas. Hanya saja yang tidak habis pikir bagi saya, dalam keadaan berduka saya malah dimintai uang oleh oknum polisi," ujar Sendy, Kamis (18/4/2024).
Sendypun mengungkap kronologi dugaan Pungli oleh oknum polisi di Polsek yang baru dialaminya.
Sendy sehari-hari bersama istri dan satu anaknya tinggal di rumah kontrakan Bratang Binangun. Pada Kamis (11/4/2024) pagi, ia bersama keluarganya pergi ke Malang.
Sedangkan kakaknya, Andyka Wijaya ditinggal sendirian di rumah.
Pada hari yang sama sekira pukul 13.00 WIB, Sendy ditelfon oleh teman kakaknya.
Ceritanya, dua orang itu sejak pukul 11.00 janjian akan pergi.
Namun, kakak Sendy mendadak tidak ada kabar dan ditelfon berkali-kali tidak diangkat.
Sendy lantas mencoba menghubungi kakaknya. Namun, hingga satu jam tidak ada respon.
Merasa ada yang tidak beres, teman kakaknya pun dimintai tolong untuk melihat rumah.
"Orang itulah yang pertama menemukan kakak sudah tidak bernyawa," ujarnya.
Berita kematian itu dengan cepat menyebar ke tetangganya.
Pengurus kampung dan anggota kepolisian setempat mendatangi rumahnya.
Hingga akhirnya polisi melakukan olah TKP di rumahnya.
Polisi saat itu menyita barang-barang milik kakaknya. Seperti handphone, jam tangan, serta pakaian yang terakhir dikenakan kakaknya.
Selain itu, polisi juga menyuruh agar jenazah kakaknya diautopsi.
Dalih polisi kematian kakaknya harus diselidiki karena meninggal dunia dalam kondisi sendirian di rumah.
"Selang satu hari kemudian hasil autopsi keluar. Dijelaskan kalau kakak meninggal karena pembuluh darah di leher pecah dan tidak ada tanda-tanda kekerasan," ujarnya.
Hasil autopsi luar di RSUD dr Soetomo, kakaknya meninggal dunia pada usia 44 tahun karena pembuluh darah menghubungkan leher ke jantung pecah.
Diagnosa tersebut dirasa cukup sinkron dengan riwayat kesehatan kakaknya. Sebelum meninggal kakaknya memiliki riwayat penyakit jantung.
Hasil autopsi itu kemudian dibawa Polsek setempat.
Sendy bermaksud dengan hasil autopsi itu digunakan untuk mengambil barang-barang milik kakaknya. Sebab, menurut kepercayaan yang dianut jenazah harus dikebumikan bersama barang-barang milik jenazah.
Tak dinyana, tak mudah bagi Sendy untuk bisa mengambil barang-barang milik kakaknya.
Ada oknum polisi menjelaskan barang yang sudah disita harus ditebus dengan nominal Rp1,5 juta.
Nominal itu dirasa cukup berat karena untuk autopsi ia sudah biaya mengeluarkan Rp900 ribu.
Setelah tawar-menawar akhirnya Sendy bisa membawa pulang barang milik kakaknya dengan memberikan uang tebusan Rp1 juta.
"Ya heran saja sedang dalam keadaan berduka kok malah dimintai oknum polisi, padahal kalau dipikir-pikir itu kan barang milik kakak sendiri," ucapnya.
Humas Polrestabes Surabaya, AKP Haryoko Widhi menjelaskan, tidak ada ceritanya polisi berani 'main-main' dalam urusan barang bukti.
Haryoko menyatakan, layanan pengembalian barang bukti itu gratis.
Ia menegaskan di aturan mana pun tidak ada yang mengatur pengambilan barang bukti dikenakan biaya.
"Saya rasa gak ada polisi yang berani karena Surabaya masuk kategori Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK). Kota ini sudah bebas dari pungli-pungli," ujarnya.
Haryoko menjelaskan langkah-langkah polisi bila menangani kasus orang meninggal di rumah dalam keadaan sendiri.
Pertama polisi akan mendatangi lokasi untuk mengecek kondisi fisik jenazah.
Di samping itu, polisi akan mencari tahu keluarga untuk mengonfirmasi rekam jejak kesehatan jenazah.
Apabila terdapat kejanggalan, maka polisi akan berkoordinasi dengan anggota Inafis.
Saat itulah polisi mulai memasang police di sekitar lokasi, dan membawa barang-barang jenazah untuk dilakukan diselidiki.
Bilamana ternyata hasil autopsi penyebab kematian murni akibat masalah kesehatan, maka saat itu juga polisi menghentikan penyelidikan.
Selanjutnya, jenazah segera diserahkan kepada pihak keluarga agar bisa segera dikebumikan.
| JANGAN KAGET! Jadi Wali Kota/Bupati Butuh Modal 70 Miliar, Jadi Gubernur Butuh Modal 1,7 Triliun |
|
|---|
| Universitas Ciputra Surabaya Kukuhkan Guru Besar Bidang Transformasi Keuangan Digital |
|
|---|
| Rumah Sakit Baru Pemkot Surabaya RSUD Eka Candrarini Diresmikan, Layanan Unggulan Bagi Ibu dan Anak |
|
|---|
| Pemprov Jatim Distribusikan PLTS ke Sekolah, Ajak Gunakan Green Energy |
|
|---|
| Kesenjangan dan Lemahnya Inovasi Pendidikan Masih Jadi PR Besar di Jatim, Anggaran 2024 Justru Turun |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/suryamalang/foto/bank/originals/ILustrasi-Pungli-di-Polsek-Surabaya.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.