Kronologi Gadis Bikin KTP Diduga Dilecehkan Pejabat Disdukcapil, Syaratnya Aneh Cium Pipi Kanan-kiri

Kronologi gadis bikin KTP diduga dilecehkan pejabat Disdukcapil, syaratnya aneh cium pipi kanan-kiri sampai nyanyi Indonesia Raya.

Kompas.com
Kasus gadis bikin KTP diduga dilecehkan pejabat Disdukcapil, syaratnya aneh cium pipi kanan-kiri sampai nyanyi Indonesia Raya. 

SURYAMALANG.COM, - Kronologi gadis bikin KTP diduga dilecehkan pejabat Disdukcapil terjadi di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. 

Untuk membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP), gadis yang lama tinggal di Malaysia itu seolah "dibodohi" oleh pelaku dengan beberapa syarat aneh.

Kendati begitu, oknum pejabat Disdukcapil masih membantah melakukan pelecehan terhadap korban. 

Sedangkan kondisi korban berinisial SF (21) warga Jalan Muhammad Hatta sangat terguncang dan mengalami trauma parah.

Kronologi pelecehan diceritakan langsung oleh SF saat mendatangi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) 

Saat itu pada Rabu (8/5/2024) sekira pukul 09.00 WITA, SF mengaku datang ke Dukcapil tanpa memiliki dokumen persyaratan pembuatan KTP

SF tidak punya dokumen karena sejak usia 6 tahun gadis itu sudah diajak orang tuanya ke Malaysia sebagai TKI.

Lalu SF diminta masuk ruangan oleh oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) yang merupakan Kepala Bidang (Kabid).

Di ruangan tersebut, oknum ASN bernama AH menanyakan apakah SF memiliki tato.

Kemudian AH meminta SF yang mengenakan pakaian syar’i untuk menunjukkan kedua lengannya.

‘’Saya terpaksa kasih lihat dia. Saya naikkan lengan baju sampai bahu. Masih lagi dia tanya apakah rambut saya pirang karena kalau pirang tidak bisa dibuatkan KTP" kata SF ditemui di rumahnya, Jumat (10/5/2024).

"Dia ancam robek berkas saya kalau tidak mau kasih nampak rambut,’’ lanjut SF.

Tak sampai di situ, oknum ASN itu juga meminta SF menyanyikan lagu Indonesia Raya sebagai syarat memiliki KTP.

SF yang tumbuh besar di Malaysia mengaku tak hafal lagu Indonesia raya dan meminta waktu tiga hari untuk menghafalkan lagu tersebut.

‘’Dia bilang tidak bisa, kalau mau KTP jadi tapi tidak hafal lagu itu (Indonesia Raya), ada syarat lebih mudah, cium pipi kanan dan kiri,’’ lanjut SF. 

SF yang sendirian dalam ruangan tersebut hanya bisa diam terpaku saat oknum ASN tersebut tiba-tiba beranjak dari kursi lalu menutup rapat pintu ruangan kantornya.

Sementara SF diminta cepat mendekat ke pintu.

Sambil memegang pegangan daun pintu, kepala SF ditarik paksa.

Selanjutnya, oknum ASN itu mendaratkan ciuman di wajah sampai bibir SF dan menggerayangi tubuh korban.

‘’Saya langsung berontak, melepas paksa rengkuhannya, saya keluar menangis, sempat ada yang tanya mengapa saya menangis, saya sangat malu bicara kalau saya dilecehkan" ungkap SF. 

"Saya hanya jawab kalau saya tidak hafal lagu Indonesia Raya,’’ tutur SF sembari menangis.

Sementara itu, Pejabat Dinas Dukcapil, AH, membantah telah melecehkan SF yang ingin membuat KTP.

AH menegaskan tidak ada sentuhan fisik antara dirinya dengan SF.

‘’Saya bantah semua tudingan SF, tidak ada sama sekali sentuhan fisik. Saya tahu batasan dan saya tidak melakukan hal yang dituduhkan,’’ujar AH.

Korban Trauma Berat

Sementara itu, Penyidik Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Nunukan, Kalimantan Utara sudah melakukan pemeriksaan terhadap kasus dugaan pelecehan seksual ini. 

‘’Kita sudah memeriksa delapan orang saksi. Termasuk terduga pelaku dan korban" ujar Kanit PPA Polres Nunukan, Ipda Martha Nuka, Rabu (22/5/2024).

"Hari ini kita panggil saksi ahli dari psikolog Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DSP3A) dari Pemkab Nunukan,’’ imbuh Martha.

Sampai hari ini, kata Martha, gadis SF yang mengaku dilecehkan oknum pejabat Disdukcapil mengalami syok dan butuh konseling.

Polres Nunukan juga sudah meminta DSP3A memberikan pendampingan psikolog untuk penanganan trauma yang dialami SF.

‘’Sampai hari ini, kita memanggil korban kedua kali karena masih ada keterangan yang kurang, dia masih menangis" terang Martha. 

"Diajak makan, tidak nafsu makan, hanya minum air putih saja, itu  pun seteguk,’’ imbuh Martha.

Selain itu, keterangan korban juga tidak pernah berubah dari awal pemeriksaan.

Sosok SF, kata Martha merupakan gadis yang belum pernah berpacaran dan tumbuh di keluarga religius.

‘’Yang jelas dia syok karena mendapat perlakuan yang sama sekali tidak pernah dia sangka" jelas Martha. 

"Kita masih mengumpulkan bukti yang diperlukan untuk memastikan ada yang bersalah atau tersangka dalam kasus ini,’’ tegas Martha.

Sikap yang sama, juga ditunjukkan AH, pejabat Disdukcapil Nunukan.

AH juga terus menyangkal semua tuduhan yang dialamatkan padanya.

Meski AH juga membenarkan permasalahan tato dan hafal lagu Indonesia Raya tak ada dalam SOP pembuatan KTP.

‘’Saya bantah semua tudingan SF. Tidak ada sama sekali sentuhan fisik. Saya tahu batasan, dan saya tidak melakukan hal yang dituduhkan,’’ujar AH, Jumat (10/5/2024).

AH mengakui, dirinya melakukan interview terhadap SF pada Rabu (8/5/2024).

Menurutnya, wawancara itu dilakukan di ruang kerjanya dengan kondisi pintu terbuka sebagian sehingga, siapa pun dan kapan-pun bisa masuk ke ruangannya.

Demikian juga jendela ruangan, yang selalu terbuka, tidak tertutup gorden.

‘’Kalau memang dilecehkan, mengapa dia tidak teriak. Itu kantor, tempat umum, dan saya tahu batasan,’’tegas AH.

Atas sikap AH yang masih menyangkal, Ipda Martha Nuka tidak mau ambil pusing sebab semua akan dibuktikan oleh polisi. 

‘’Hak dia mau menyangkal. Kewenangan dia, kalau kami kan tugasnya pembuktian. Paling lambat minggu depan, akan kita umumkan secara resmi hasil pemeriksaan kasus ini,’’ tutup Martha.

Sosok Korban

Saat ditemui Kompas.com (grup suryamalang) di rumahnya, SF dengan gemetaran mengaku masih syok dan trauma saat mengingat perlakuan oknum ASN yang melecehkannya.

‘’Saya hanya berniat memiliki KTP agar saya mudah pulang pergi dari Nunukan – Malaysia. Kalau ada KTP, saya bisa buat paspor. Karena orang tua saya semuanya ada di Malaysia,’’ ujar SF, Jumat (10/5/2024).

SF lahir di Sinjai, Sulawesi Selatan pada 18 Maret 2003 lalu dibawa merantau kedua orang tuanya yang merupakan pekerja migran Indonesia (PMI) ke Malaysia saat berusia 6 tahun.

Tumbuh dan besar di Malaysia, membuat SF belum masuk dalam KK atau akta kependudukan lainnya.

‘’Tapi saya malah mendapat perlakuan tak seharusnya. Saya dilecehkan di dalam ruang kantor pejabat Disdukcapil Nunukan, bernama AH,’’ tutur SF menahan tangis.

Tangisan SF tidak berhenti sampai rumah.

SF yang tinggal dengan keluarganya di Jalan Muhammad Hatta, Nunukan Timur menceritakan apa yang dia alami.

Keluarga pun lalu mengantar SF untuk melaporkan hal tersebut ke Polres Nunukan.

Malam itu juga, sekitar pukul 22.00 WITA, SF dan keluarganya melapor ke Mapolres Nunukan.

Laporan SF, teregister dengan Nomor : LP/B/45/V/2024/SPKT/POLRES NUNUKAN/POLDA KALTARA.

Kasat Reskrim Polres Nunukan, AKP Lusgi Simanungkalit, membenarkan masuknya laporan dugaan pelecehan seksual oleh oknum ASN Disdukcapil Nunukan bernama AH.

‘’Laporan kita tindak lanjuti dengan Pulbaket (Pengumpulan Bahan Keterangan). Kita lakukan penyelidikan dan meminta keterangan sejumlah saksi" ungkap Lusgi.

"Nihilnya saksi yang langsung menyaksikan peristiwa tentu bukan perkara mudah dalam pembuktian. Intinya, kita sedang proses laporannya,’’ jawab Lusgi.

(Kompas.com/Kompas.com/Kompas.com)

Ikuti berita lainnya di News Google >> SURYAMALANG.COM

Ikuti saluran SURYA MALANG di >>>>> WhatsApp 

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved