Sindiran Pedas Alam Ganjar Ikut Demo UU Pilkada Tanpa Disuruh Ganjar Pranowo, Beda dengan Pihak Sana

Sindiran pedas Alam Ganjar ikut demo UU Pilkada tanpa disuruh orang tua, anak Ganjar Pranowo: beda dengan pihak sana.

Youtube KOMPASTV
Alam Ganjar ikut demo UU Pilkada tanpa disuruh orang tua, anak Ganjar Pranowo: beda dengan pihak sana. 

SURYAMALANG.COM, - Sindiran pedas Alam Ganjar ikut demo tolak revisi UU Pilkada 2024 atas inisiatif sendiri membuatnya melangkah ke jalan dengan pasti. 

Muhammad Zinedine Alam Ganjar merupakan anak dari politisi sekaligus mantan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo

Dalam pernyataannya, Alam Ganjar mengaku ikut demo kawal putusan MK tanpa disuruh oleh orang tuanya membuatnya beda dari pihak "sana". 

Aksi demo UU Pilkada hingga kawal putusan MK berlangsung serentak di berbagai daerah pada Kamis, (22/8/2024) lalu dan hingga kini masih jadi sorotan publik.

Alam Ganjar terlihat mengikuti aksi unjuk rasa kawal putusan MK di lapangan parkir Abu Bakar Ali, Malioboro, Yogyakarta. 

"Oh ya inisiatif (sendiri)," ungkap Alam Ganjar mengutip YouTube KOMPASTV (grup suryamalang), Kamis (22/8/2024).

Baca juga: Derita Nizam Bocah SD Tewas Disiksa Ibu Tiri Dibiarkan Kehujanan Tanpa Makan, Dimasukkan ke Karung

Alam Ganjar setelah ikut turun berdemo ke Jalan di Titik Nol Km Kota Yogyakarta, Kamis
Alam Ganjar setelah ikut turun berdemo ke Jalan di Titik Nol Km Kota Yogyakarta, Kamis (KOMPAS.COM/WISANG SETO PANGARIBOWO)

Alam Ganjar menyebut, inisiatifnya tersebut yang membedakan dirinya dengan 'pihak sana'.

Pria berkaca mata ini tidak mendetailkan siapa pihak sana yang dimaksud.

"Ya mungkin yang membedakan saya dan pihak sana, ya saya tidak disuruh-suruh sama orang tua," ungkap Alam Ganjar.

Diketahui, unjuk rasa yang dilakukan menyusul rencana pengesahan RUU Pilkada oleh DPR RI.

Revisi ini memungkinkan putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep, memenuhi syarat maju Pilkada 2024.

Alam Ganjar turun ke jalan bersama rombongan mahasiswa UGM dan mahasiswa lainnya.

"Oh ya beberapa, tapi tadi pagi kelas dulu, terus sowan ke dosen izin mau aksi," kata Alam Ganjar.

Baca juga: Permintaan Jessica Wongso pada Edi Darmawan Jangan Benci Lihatlah Saya, Tetap Menyangkal Bunuh Mirna

Menurut Alam, respons dosen saat dirinya dan rekan-rekan izin untuk ikut aksi mempersilakan, namun untuk keputusan apakah dinilai tidak masuk, nanti setelah aksi selesai.

"Oh ya silakan aja, cuma untuk keputusan nanti diizinkan masuk, atau alfa atau itu dihitung masuk itu nanti," terang Alam Ganjar.

Menurut Alam Ganjar, kebebasan mahasiswa karena sudah bisa mengambil keputusan sendiri berbeda dengan siswa sekolah.

"Dari civitas sudah sadar mahasiswa bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri," kata Alam Ganjar.

Alam Ganjar sendiri ikut turun ke jalan dari Kamis pagi mulai Taman Parkir Abu Bakar Ali hingga menuju Titik Nol Km Yogyakarta.

Adapun Alam Ganjar mengaku bergabung dengan demonstran karena memiliki keresahan yang sama.

Keresahan yang disampaikan adalah putusan MK yang seharusnya bersifat netral dan mengikat tetap justru terancam dianulir oleh DPR RI.

"Terus kita coba untuk menunjukkan ekspresi ini menunjukkan keresahan ini dengan cara kita masing-masing," tutur Alam Ganjar

Alam Ganjar mengaku memiliki banyak keresahan tentang isu politik yang bergulir.

"Oh ya banyak sih (keresahan), karena ini kan sudah menjadi suatu tindakan atau hasil akumulatif ya dari sebelum-sebelumnya" kata Alam Ganjar.

"Cuma yang baru-baru ini, itu suatu hal yang sifatnya mengangkangi, karena sudah ada suatu putusan yang final dan mengikat tapi adanya tindak lanjut dari parlemen, dari DPR yang menganulir putusan yang bersifat final," terang Alam Ganjar.

"Jadi harapannya hal ini juga tidak hanya berhenti sekarang, tapi sampai semuanya selesai, sampai tuntutan," ucap Alam Ganjar

Alam Ganjar menilai, sudah sepatutnya ada aksi unjuk rasa yang dilakukan.

"Jadi hal itu kami rasa sudah sepatutnya kami bela bahwa konstitusi harus ditegakkan dan hukum juga harus menjadi dasar-dasar, dasar bagaimana kita bisa bergerak dalam negara ini," pungkas Alam Ganjar.

Adapun aksi turun ke jalan untuk tolak revisi UU Pilkada di Yogyakarta tidak hanya dihadiri oleh mahasiswa saja.

Dosen dari sejumlah universitas hingga budayawan Butet Kartaredjasa ikut turun dalam aksi tolak revisi UU Pilkada, Kamis (22/8/2024).

Butet Kertaredjasa yang hadir di gerakan 'Jogja Memanggil' mengajak semua lapisan masyarakat untuk bersatu melawan ketidakadilan.

"Situasi negara kita saat ini sudah darurat. Konstitusi kita telah dirusak dan ini adalah ancaman serius bagi kehidupan bersama," tegas Butet saat ditemui di Malioboro, Kota Yogyakarta, Kamis (22/8/2024) melansir Tribunnews.com.

Baca juga: Nasib Kaesang Pangarep Setelah Gagal Maju Pilkada, Jokowi Disebut Prabowo Tak Pernah Nitip-nitip

Butet Kartaredjasa, budayawan turut ke jalan dalam aksi Jogja Memanggil di Jalan Malioboro
Butet Kartaredjasa, budayawan turut ke jalan dalam aksi Jogja Memanggil di Jalan Malioboro (TRIBUNJOGJA.COM/HANIF SURYO)

Butet Kertaredjasa juga melontarkan kritik tajam terhadap langkah DPR RI yang menggelar rapat mendadak.

Hal itu dinilai sebagai sebuah skenario jahat untuk menggagalkan putusan MK.

"Kalau MK, ya sudah kita manut keputusanya, dan yang bisa mengubah keputusan MK siapa, ya MK sendiri, bukan Baleg yang boneka itu" ujar Butet. 

"Itu 100 persen boneka. Mosok kita dikibulin mau," ujar Butet. 

Butet Kertaredjasa mengatakan, seniman dan budayawan turun karena ini merupakan masalah rakyat, sehingga siapapun rakyat wajib untuk turun mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Karena persoalan sudah persoalan rakyat, yang merasa rakyat punya akal sehat waras punya kecintaan bangsa harus turun" terang Butet. 

"Hukumnya wajib karena yang dirusak konstitusi," tegas Butet.

"Kelas Kompas saja bikin headline bisa terjadi krisis konstitusi itu sangat membahayakan kehidupan bersama apalagi kehidupan berbangsa dan bernegara," imbuh Butet.

Menurut Butet, putusan MK harus dijalankan dan tak terbantahkan.

"Minimal kita harus percaya MK tidak terbantahkan apa yang diputuskan tidak terbantahkan," pungkas Butet.

Kaesang Pangarep Tetap Bisa Maju?

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyebut Kaesang Pangarep bisa maju Pemilihan Gubernur (Pilgub) 2024 jika belum ada Peraturan KPU (PKPU) baru terkait batasan umum bakal calon kepala daerah. 

Dengan begitu, Jimly menyarankan KPU jangan sampai telat mengeluarkan PKPU terbaru yang mengacu pada putusan MK sebelum dimulainya pendaftaran Pilkada 2024 yaitu pada Selasa, 27 Agustus 2024. 

Jika tidak segera dilakukan, PKPU yang berlaku adalah sesuai dengan putusan Mahkamah Agung (MA).

Dalam putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024, MK menyatakan batas usia 30 tahun untuk cagub-cawagub serta 25 tahun untuk cabup-cawabup dan cawalkot-cawawalkot terhitung saat penetapan pasangan calon.

Sedangkan putusan MA mengatur batas usia pencalonan kepala daerah dihitung saat pelantikannya. 

Berdasarkan jadwal tahapan Pilkada 2024, pelantikan kepala daerah terpilih akan digelar pada Februari 2025.

Pada saat itu, putra terakhir Presiden Jokowi itu telah genap berusia 30 tahun.

"Sebelum Per-KPU ditetapkan dalam rangka tindak lanjut putusan MK, Per-KPU yang berlaku adalah Per-KPU pasca putusan MA"  tulis Jimly mengutip KompasTV, Jumat (23/8/2024).

"Jika sampai 27-8-2024 belum ada PerKPU baru berarti Kaesang penuhi syarat & jika tanggal 27 mendaftar, ia tidak dapat lagi dianulir karena PerKPU nya telat," imbuh Jimly.

Pakar Hukum: Tetap Tidak Bisa Maju

Sebaliknya, pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Oce Madril mengungkap yang dikatakan oleh Jimly tidak tepat. 

Menurutnya, Kaesang Pangarep dipastikan tidak bisa maju sebagai cagub atau cawagub pada Pilkada 2024.

Sebab, sudah ada putusan MK yang menegaskan syarat umur dihitung sejak penetapan calon (bukan saat pelantikan).

“Putusan MK bersifat mengikat dan executable, tidak menunggu perangkat hukum lain untuk pelaksanaannya,” ucap Oce, Sabtu (24/8/2024) saat dihubungi Kompas.com.

Sehingga apabila PKPU belum diubah, maka KPU tetap dapat langsung merujuk pada putusan MK tersebut.

Oce menambahkan, PKPU pada dasarnya hanya berkaitan dengan teknis pendaftaran calon kepala daerah untuk Pilkada 2024.

“Kemudian apabila Kaesang tetap nekat mendaftar, maka bisa dipastikan akan gagal,” tutur Oce. 

Hal itu dikarenakan, KPU semestinya tidak akan menerima pendaftaran Kaesang tersebut, sebab belum cukup umur.

Meski begitu, Oce tidak menampik ada kemungkinan bahwa KPU bakal menerima dan meloloskan pendaftaran Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu.

Namun apabila KPU memaksakan hal tersebut, setidaknya akan ada tiga konsekuensi serius ke depannya.

Pertama, penetapan Kaesang sebagai calon kepala daerah (cakada) akan dipersoalkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan penetapan tersebut dapat dibatalkan.

Kedua, terhadap anggota KPU yang meloloskan Kaesang, maka akan ada sanksi etik (dapat berupa pemberhentian) dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Ketiga, hasil pilkada akan dibatalkan oleh MK.

Dengan begitu, pilkada akan diulang karena sempat diikuti oleh calon yang tidak memenuhi syarat. 

“Banyak contoh kasus dimana MK membatalkan hasil pilkada dan memerintahkan pilkada ulang sebab diikuti oleh paslon yang tidak memenuhi syarat,” pungkas Oce.

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved