Pilwali Kota Malang 2024
Masyarakat Harus Berani Menolak Politik Uang di Pilwali Kota Malang 2024
Jelang hari pencoblosan Pilwali Kota Malang 2024 pada 27 November mendatang, sejumlah pihak menyerukan agar politik uang tidak dilakukan
Penulis: Benni Indo | Editor: Eko Darmoko
SURYAMALANG.COM, MALANG - Masyarakat Kota Malang harus menolak praktik politik uang. Jelang hari pencoblosan Pilwali Kota Malang 2024 pada 27 November mendatang, sejumlah pihak menyerukan agar politik uang tidak dilakukan oleh tim pemenangan peserta Pilkada dan masyarakat juga menolak tawaran serupa.
Dosen Magister Ilmu Politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Brawijaya (UB) Malang, Wawan Sobari PhD dalam laporannya berjudul analisis praktik politik uang pada masa tenang Pilkada dan potensi praktiknya dalam Pilkada Kota Malang 2024, menjelaskan modus praktik politik uang pada masa tenang bisa bisa saja terjadi.
Analisis ini dikerjakan berdasarkan kajian 23 naskah jurnal mengenai politik uang dalam pilkada dan laporan hasil survei berjudul Peta Elektoral Pilkada Kota Malang dari Lembaga Survei Indonesia (Waktu survei 22-28 Mei 2024).
"Hasil analisis ini merupakan opini pribadi sebagai akademisi dari Magister Ilmu Politik FISIP Universitas Brawijaya. Tidak mewakili opini lembaga atau institusi tempat saya bekerja," ujar Iwan, Senin (25/11/2024).
Dipaparkan Iwan, politik uang bisa terjadi melalui pemberian langsung dalam jumlah kecil kepada pemilih. Hal ini dilakukan biasanya untuk menghindari deteksi dan memanfaatkan kebutuhan ekonomi masyarakat. Politik uang juga berpotensi disalurkan melalui melalui jejaring informal seperti lewat relawan, tokoh masyarakat, atau lurah.
"Untuk mendistribusikan uang atau barang secara masif. Pun manipulasi bantuan sosial seperti dalam beberapa kasus, kandidat memanfaatkan program bantuan sosial pemerintah sebagai sarana untuk menyisipkan agenda politik," terangnya.
Kegiatan simbolis seperti doa bersama atau pemberian sumbangan amal, sering digunakan untuk mengalihkan perhatian dari maksud sebenarnya. Modus-modus ini menunjukkan bahwa praktik politik uang sudah beradaptasi dengan sistem pengawasan Pemilu.
"Pola ini merefleksikan tingginya kebutuhan akan strategi pencegahan berbasis intelijen, yang dapat mengidentifikasi jaringan distribusi dan memutus rantainya sebelum pelaksanaan," kata Wawan.
Kata Wawan, wilayah dengan ketimpangan ekonomi tinggi menunjukkan toleransi lebih besar terhadap politik uang karena masyarakat menganggapnya sebagai "pemasukan" tambahan. Norma budaya di banyak daerah, politik uang dianggap bagian dari budaya patronase, di mana kandidat dianggap "berbagi rezeki" kepada pendukungnya.
Pemilih yang merasa tidak ada kandidat benar-benar bersih bisa menganggap bahwa menerima politik uang dianggap sebagai kompensasi. Sedangkan kandidat disebut Wawan cenderung fokus pada daerah yang rawan berubah pilihan suaranya atau swing votes, termasuk daerah dengan tingkat partisipasi rendah.
"Meski sering efektif dalam jangka pendek, politik uang gagal menciptakan loyalitas jangka panjang di antara pemilih. Kandidat yang terbukti melakukan politik uang sering menghadapi protes atau penurunan legitimasi setelah terpilih," katanya.
Wawan juga menjelaskan efektivitas politik uang berdasarkan demografi dan wilayah. Efektivitas pada pemilih lemah atau politik uang lebih efektif ada pada pemilih dengan keputusan lemah. Pemilih belum yakin memilih siapa dibandingkan pemilih yang telah memutuskan.
Menurut Wawan, wilayah strategis seperti Kecamatan Blimbing dan Lowokwaru, yang memiliki pemilih dengan latar belakang pendidikan menengah ke atas, menunjukkan bahwa politik uang cenderung kurang efektif. Pemilih yang lebih tua dan dengan pendidikan rendah cenderung lebih mudah dipengaruhi oleh politik uang dibandingkan kelompok muda dengan pendidikan tinggi.
"Survei menunjukkan bahwa nominal Rp 50.000 hingga Rp 200.000 dianggap cukup memengaruhi pemilih di wilayah tertentu. Namun sebagian besar pemilih menganggap politik uang adalah "imbalan" kecil yang tidak memengaruhi pilihan mereka, meskipun kenyataannya hal ini sering kali membentuk preferensi kandidat. Kesimpulannya, praktik politik uang dalam Pilkada Kota Malang 2024 masih menjadi tantangan, terutama pada masa tenang. Tingkat toleransi dan efektivitasnya bergantung pada demografi dan wilayah," papar Wawan.
Di tempat terpisah, Pj Wali Kota Malang, Iwan Kurniawan meminta masyarakat menolak praktik politik uang. Ia menyarankan pemilih memilih para kandidat berdasarkan paparan visi dan misinya. Ia juga telah meminta para Ketua RW bergerak dan bisa mengedukasi warganya mengani penolakan politik uang.
Tanpa Perayaan, Wahyu Hidayat akan Hadiri Penetapan oleh KPU Sore Ini di Hotel Atria Kota Malang |
![]() |
---|
Wahyu Hidayat-Ali Muthohirin Ditetapkan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Malang, Berikutnya Pelantikan |
![]() |
---|
Wahyu Hidayat Bersyukur MK Tolak Gugatan, Dapat Banyak Dukungan Saat Nobar Sidang |
![]() |
---|
WAWANCARA EKSKLUSIF - Wahyu Hidayat Wali Kota Terpilih Siap Bikin Malang Jadi Kota 1.000 Event |
![]() |
---|
Biodata Wahyu Hidayat Wali Kota Malang 2025-2030 Pemenang Pilkada 2024, Lulusan ITN Malang & Belanda |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.