Profesor ITS Ubah Limbah Plastik dan Biomassa Jadi BBM dengan RON 98, Lebih Tinggi dari Pertamax

Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa bahan bakar hasil pirolisis ini memiliki angka Research Octane Number (RON) berkisar antara 98 hingga 102

Penulis: sulvi sofiana | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM/Sulvi Sofiana
UBAH LIMBAH JADI BBM - Profesor dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Prof. Dr. Hendro Juwono saat mengolah limbah biomassa dan plastik menjadi energi terbarukan di laboratorium ITS. Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa bahan bakar hasil pirolisis ini memiliki angka Research Octane Number (RON) berkisar antara 98 hingga 102, yang lebih tinggi dibandingkan dengan bensin Premium (RON 88) dan Pertalite (RON 90) yang umum digunakan di Indonesia. 

SURYAMALANG.COM, SURABAYA  - Limbah plastik dan biomassa bisa diolah menjadi bahan bakar minyak (BBM) dengan kualitas baik, dengan angka Research Octane Number (RON) berkisar antara 98 hingga 102, yang lebih tinggi dibandingkan dengan bensin Pertalite (RON 90) bahkan Pertamax (RON 92) yang umum digunakan di Indonesia.

Profesor dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Prof. Dr. Hendro Juwono melalui penelitiannya membuktikannya.

Berkat penelitian yang dilakukannya, Hendro Juwono mendapati sampah plastik dan biomassa bisa diolah menjadi energi terbarukan yaitu biofuel yang lebih ramah lingkungan dan efisien.

"Kami melihat potensi besar dalam limbah plastik dan biomassa yang selama ini hanya menjadi masalah lingkungan. Jika bisa diubah menjadi energi, mengapa tidak," ujar Hendro.

Dalam studinya, Hendro menemukan bahwa plastik sintetis, seperti polietilen dan polipropilen, memiliki kesamaan struktur dengan bahan bakar fosil.

Dengan metode pirolisis pada suhu 400 derajat Celsius, plastik ini bisa diubah menjadi bahan bakar berkualitas tinggi. 

Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa bahan bakar hasil pirolisis ini memiliki angka Research Octane Number (RON) berkisar antara 98 hingga 102, yang lebih tinggi dibandingkan dengan bensin Premium (RON 88) dan Pertalite (RON 90) yang umum digunakan di Indonesia.

"Namun, suhu tinggi dalam proses pirolisis plastik menyebabkan konsumsi energi yang besar. Untuk mengatasi hal ini, saya mencoba mencampurkan plastik dengan limbah biomassa, seperti minyak nyamplung, Crude Palm Oil (CPO), dan Waste Cooking Oil (WCO),"urainya. 

Hasil uji coba menunjukkan bahwa dengan pencampuran ini, suhu pirolisis dapat diturunkan menjadi 300 derajat Celsius, yang lebih hemat energi hingga 25 persen dibandingkan dengan pirolisis plastik murni.

"Kami menemukan bahwa dengan menambahkan biomassa, kami tidak hanya mengurangi energi yang dibutuhkan tetapi juga meningkatkan efisiensi bahan bakar yang dihasilkan," jelasnya.

Ia menjelaskan limbah biomassa sendiri memiliki potensi besar sebagai sumber energi terbarukan.

Minyak nyamplung, misalnya, mengandung hingga 50 persen minyak yang dapat diekstraksi menjadi bahan bakar. 

Sementara itu, WCO yang sering kali terbuang begitu saja di rumah tangga dan industri restoran, dapat dikonversi menjadi biodiesel dengan efisiensi konversi mencapai 85 persen. 

Penelitian ini tidak hanya membuka peluang baru dalam pengelolaan limbah, tetapi juga mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya pada poin 7 tentang energi bersih dan 12 mengenai konsumsi serta produksi yang bertanggung jawab. 

"Mengubah limbah menjadi energi adalah langkah nyata untuk mengatasi krisis lingkungan dan energi secara bersamaan," kata Hendro. 

Ia pun berharap temuannya dapat terus dikembangkan agar semakin banyak pihak yang dapat merasakan manfaatnya.

"Penelitian ini memerlukan kesabaran dan waktu yang cukup lama, tetapi saya percaya bahwa inovasi ini dapat menjadi solusi berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakat," pungkasnya.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved