Dengan Puasa Ramadan, Seseorang dapat Mengatur Ritme Emosi
Umat Islam sudah sangat familiar dengan Al Quran surat Al-Baqarah ayat 183, firman Allah yang menjadi dasar hukum dalam melaksanakan ibadah puasa
Oleh Dr Maskuri MPd I (Sekretaris Komisi HUU MUI Jatim)
Umat Islam sudah sangat familiar dengan Al Quran surat Al-Baqarah ayat 183, firman Allah yang menjadi dasar hukum dalam melaksanakan ibadah puasa di bulan suci Ramadan. Objek yang diperintah melaksanakan puasa adalah orang-orang yang beriman, dan dengan puasa mereka para mukmin terus menjadi pribadi yang bertakwa.
Para ahli tafsir “sepakat” bahwa ibadah puasa, selain menunaikan perintah Allah, ada berbagai hikmah (kebaikan yang selalu melekat dalam diri seseorang) yang dapat dijadikan ‘ibrah (pelajaran), baik untuk kepentingan jiwa raga, maupun kepentingan interaksi sosial.
Puasa dapat menimbulkan kesadaran dan kasih sayang antar sesama, tumbuh empati dan simpati kepada orang lain dalam berbagai keadaan. Secara lahiriyah (syari’at), puasa itu menahan nafsu makan, minum, dan segala macam perbuatan yang dapat membatalkannya.
Mulai terbit matahari sampai terbenam, dengan diawali niat yang Ikhlas karena Allah. Kita pernah merasa lapar dan haus, maka lihatlah mereka yang kekurangan makan, kekurangan minum, bahkan kekurangan kebutuhan pokok untuk memenuhi hajat hidup yang sangat mendasar.
Terbentuklah jiwa yang suci, yakni menampilkan sosok pribadi orang yang bertakwa dengan cermin kepedulian sosial. Hidup tidak bisa jalan sendiri, walau punya segalanya, harta, ilmu, status sosial, jabatan, dan privilege lainnya yang melekat.
Orang yang tidak merasakan empati kepada orang lain tatkala ada penderitaan, patut dipertanyakaan dampak puasanya. Hanya mampu menahan lapar dan dahaga, tanpa mendapatkan dampak kejiwaan makna puasa. Para ahli tasawuf menyebutkannya dengan sia-sialah mereka yang berpuasa.
Persiapan jiwa yang bersih menjadi penting bagi para sho’imin (orang-orang yang berpuasa), sehingga sasaran perintah puasa diarahkan pada orang-orang yang beriman. Bisa saja secara lahir tampak berpuasa, tapi kita tidak tahu apakah seseorang sedang puasa atau tidak, karena itu, puasa menjadi jalan privasi seseorang kepada Tuhan untuk diakui sebagai hambat yang taat.
Kejujuran adalah salah satu hikmah puasa yang akan terasa dampaknya, untuk kemaslahan pribadi maupun orang lain. Maka niat menjadi salah satu indikator, bahwa seseorang itu jujur dalam menentukan tujuan hidupnya.
Selain familier dengan surat al-Baqarah ayat 183, esensi puasa juga dapat terlihat dalam surat Ali ‘Imran ayat 134. Jika surah al-Baqarah menjelaskan esensi puasa agar selalu menjadi pribadi bertakwa, surat Ali ‘Imran menjelaskan ciri-ciri atau sifat orang-orang yang bertakwa, baik dalam kontek vertikal maupun horizontal (sesama manusia).
Orang-orang yang bertakwa adalah mereka selalu berinfak, mendermakan harta yang telah diperoleh untuk kepedulian sosial kepada orang lain, baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Diriwayatkan dalam suatu hadits, Aisyah Ummul Mukminin pernah bersedekah hanya dengan sebiji anggur, sementara sahabat Nabi lainnya ada yang pernah bersedekah dengan sebiji bawang.
Nilai sedekah walau tampat sedikit, seakan tak bernilai, menunjukkan bukti bahwa seseorang memiliki kepekaan sosial dengan menginfakkan sebagian harta yang dimiliki. Bahkan jika tidak ada sama sekali harta yang dimiliki, tersenyum kepada orang lain sebagai wujud menyenangkan, adalah bagian dari sodakah. Tidaklah bertakwa jika seseorang belum menunjukkan kepedulian sosial terhadap sesamanya.
Selanjutnya, ciri-ciri orang bertakwa dapat terlihat dari sikapnya yang selalu menjaga diri agar tidak mudah marah, mampu menahan emosi saat dirinya terpancing dengan keadaan jiwanya di tengah kehidupan sosial masyarakat, dalam al-Qur’an disebutkan dengan kalimat wal kadhimina al-ghaidl (menahan emosi).
Tidak mudah mengelola jiwa agar tidak mudah emosi. Dengan berpuasa seseorang dilatih untuk mengatur jiwanya agar tidak mudah terpancing emosinya. Marah memang manusiawi, tetapi kalau selalu marah, itu sudah lepas kendali kemanusiaannya.
Manusia yang baik adalah mereka yang mampu mengelola nafsunya agar tidak mudah tergoda dengan kehidupan lain yang mengakibatkan marah. Kata Rhoma Irama dalam salah satu liriknya, jadi orang jangan pemarah, salah sedikit naik darah, kalau kita jadi pemarah teman jauh rejeki susah. Lebih baik jadi peramah, salah sedikit maafkanlah, kalau kita jadi peramah, teman banyak rejeki mudah.
Diduga Korsleting Listrik, Ponpes At Tanwir Bojonegoro Kebakaran |
![]() |
---|
Balita Usia 5 Bulan di Wajak Kabupaten Malang Menderita Hidrosefalus, Dibawa ke RSUD Kanjuruhan |
![]() |
---|
BREAKING NEWS: Kapal Bintang Sukses Mandiri 8 Asal Pekalongan Terdampar di Pantai Niyama Tulungagung |
![]() |
---|
Bupati Blitar Rijanto Mutasi 153 Pejabat di Lingkungan Pemkab Blitar |
![]() |
---|
Susul Thom Haye, Rumor Kencang Eliano Reijnders Tinggalkan Liga Belanda dan Gabung Persib Bandung |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.