Malang Raya

Luar Biasa! Wanita ini Dirikan Sekolah Buat Belajar Warga Tidak Mampu

Penulis: Ahmad Amru Muiz
Editor: fatkhulalami
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Siti Nurhayati (berhijab bunga), Kepala RA Al Iksan Jl Lesanpuro gg 12 sedang di kelas TK A, Rabu (20/4/2016).

SURYAMALANG.COM, KEDUNGKANDANG - Contoh Kartini masa kini mungkin ada diri Siti Nurhayati (43). Warga Jl Lesanpuro gg 12 Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang, Jawa Timur ini mendirikan Raudatul athfal (RA) Al Iksan. Kebanyakan siswanya dari keluarga tidak mampu.

Sebagai pengelola sekolah dan guru, Siti tidak memiliki bekal pendidikan tinggi.

"Saya hanya menamatkan SD pamong," tutur Siti kepada SURYAMALANG.COM ketika ditemui di sekolahnya, Kamis (20/4/2016).

Namun gurunya lulusan SMA.

Untuk mencari rumah Bu Siti, panggilannya, cukup mudah. Bertanya pada tukang ojek di jalan masuk Lesanpuro gg 12, menyebut nama Bu Siti TK, mereka sudah tahu. Jarak rumahnya dari mulut Jl Lesanpuro gg 12 sekitar 2 km.

Ada dua titik sekolah yang dikelola. Pertama di garasi rumahnya di RT 3/RW 5. Dinding garasi ditempeli gambar-gambar sehingga seperti suasana sekolah. Ada sejumlah siswa PAUD/RA kelas A sedang belajar beralas karpet.

"Ya..begini keadaannya," tutur Siti, istri sopir angkot Malang ini.

Sedang sekolah titik kedua, harus turun lagi sekitar 1 Km dari rumahnya. Ia pun mengajak SURYA melihat sekolah satunya.

Sekolah itu berada di RT 6/RW 9. Siswanya lebih banyak karena ada dua kelas A dan B. Total jumlah siswa di dua titik sekolah saat ini ada 36 orang.

"Biasanya saya jalan dari rumah ke sekolah satunya jika tidak ada yang mengantar jemput," tutur wanita berhijab ini.

Sudah dua tahun kelasnya berdiri dengan menumpang di rumah warga.

Siti Nurhayati membantu dengan memberikan sumbangan membayar listrik tiap bulan antara Rp 25.000 sampai Rp 48.000. Rumahnya sederhana. Pembatas antar kelas adalah sketsel dari triplek.

Sehingga ketika siswa kelas A bernyanyi, siswa kelas B yang tengah belajar lain terdengar. Menurut dia, alasan mendirikan sekolah jenjang TK karena ingin membantu warga sekitar yang tidak mampu.

Kisahnya dimulai pada 2012. Ketika sekolahnya diambil alih orang lain, wali murid tidak mau pindah. Akhirnya ia mendirikan di garasi rumahnya dengan memboyong siswa itu.

"Adapun izin sekolahnya masih dalam proses saat ini," ungkap dia.

Ia hanya menarik SPP Rp 20.000 per bulan bagi yang mampu bayar. Agar tidak memberatkan wali murid, ada sistem tabungan. Misalkan menabung Rp 2.000. Jika memenuhi bisa diambilkan dari tabungan.

Tapi ada juga yang tidak bayar. Ia menyebutkan di kelas garasi rumahnya ada 10 anak yang tidak membayar.

"Jadi ya seadanya belajarnya. Crayon habis ya sudah. Kalau ada uang ya beli," tutur ibu 11 anak ini.

Untuk gurunya, ia memberikan honorer antara Rp 50.000 sampai Rp 100.000/bulan.

"Saya honornya juga Rp 100.000," ceritanya. Ia bersyukur, selalu ada siswa mendaftar ke sekolahnya.

"Tahun ajaran baru nanti, sudah ada daftar lima orang," katanya bangga.

Ia berharap, dengan mendirikan sekolah, tidak ada orang bernasib seperti dirinya.

"Saya hanya lulusan SD. Saya berusaha agar anak-anak tidak ada yang tidak sekolah," ungkapnya.

Untuk bersosialisasi, ia juga mengikuti organisasi IGRA (Ikatan Guru RA).

"Kalau ada pelatihan dan kebetulan ada dananya ya guru diikutkan. Kalau tidak ada dana, ya tidak ikut," tutur Siti.

Ia berharap, sekolahnya mendapat izin operasional dan punya gedung baru dan tempat bermain. Ia sudah ancang-ancang mewakafkan tanahnya untuk sekolah.

Berita Terkini