SURYAMALANG.COM – Sebutan ‘Gadis Matic’ disematkan untuk para wanita penghibur yang biasa menawarkan jasa di area Jalan Imam Bonjol, Kota Semarang.
Fenomena wanita penghibur dengan sebutan ‘Gadis Matic’ ini pun telah dibenarkan oleh Kepala Satpol PP Kota Semarang.
Kepala Satpol PP Kota Semarang, Endro Pudyo Martanto, membenarkan adanya wanita penghibur atau PSK yang berada di area Jalan Imam Bonjol, Semarang.
Menurut keterangan Endro, pada minggu kedua bulan April (sebelum Ramadan), pihaknya telah melakukan razia di area Jalan Imam Bonjol sampai area Kawasan Kota Lama.
Hasilnya, setidaknya 34 wanita penghibur yang berhasil ditangkap.
Para wanita penghibur inmi kemudian dibawa ke Balai Rehabilitasi Sosial Wanita Utama di Solo untuk dibina selama 3 bulan.
Endro menduga, adanya wanita penghibur yang mangkal di area Jalan Imam Bonjol saat Bulan Ramadan ini merupakan wanita-wanita dari luar kota.
"Kami sudah ada datanya semua. PSK yang mangkal di area Jalan Imam Bonjol akhir akhir ini, akrab disebut sebagai "Gadis Matic".
“Dalam minggu ini kami akan lakukan razia kembali," tegasnya.
Selain merazia PSK, Satpol PP Kota Semarang juga terus melakukan razia tempat hiburan selama bulan ramadan.
• Kronologi Kecelakaan Ketiga Tol Pandaan-Malang Seusai 5 Hari Diresmikan, Berawal dari Bangkai Anjing
• Link Live Streaming MotoGP Prancis 2019 Hari ini, Marquez Rebut Poll Position, Berikut Daftarnya
Endro mengatakan, pihaknya telah membentuk dua tim guna melakukan penertiban di wilayah Semarang atas dan Semarang bawah.
"Kami selalu lakukan pengawasan di tempat hiburan sesuai edaran Wali Kota," ujar Endro.
Menurut Endro, pada Ramadan kali ini, terdapat peningkatan kesadaran para pelaku usaha hiburan. Meski ada yang melanggar, namun jumlahnya hanya sedikit.
"Sejauh ini ada yang melanggar tapi jumlahnya sedikit, ada di kawasan Mataram dan Imam Bonjol. Itu semua pijat refleksi. Alasan mereka, mereka tidak menerima edaran Wali Kota," sebutnya.
Dikatakan Endro, jika tempat hiburan terdaftar dan memiliki izin pariwisata, pasti akan menerima edaran Wali Kota.
Jika pihaknya mendapati tempat hiburan yang melanggar edaran Wali Kota, pihaknya tak segan untuk melakukan teguran lisan, penutupan sementara, hingga pencabutan izin.
• Nikita Mirzani Beri Air Susu Ibu Tajir Untuk Sang Anak, Satu Bukti Arkana Mawardi Bayi Mahal
• Ada Kabar Luna Maya Akan Bertemu Syahrini di Satu Acara, Poster Ini Menjadi Bukti Nyata Kepastiannya
• Cara Nonton Streaming dan Download Drakor Her Private Life Via HP Lengkap Terjemahan Indonesia
Tak ada Razia ‘Gadis Matic’
Sebutan ‘Gadis Matic’ untuk wanita penghibur di Kota Semarang diberikan karena mereka rata-rata menggunakan sepeda motor matic saat menawarkan layanan jasanya.
Menurut keterangan dari para ‘Gadis Matic’, razia dari Satpol Ppjarang terjadi.
Jikalau itu terjadi, razia Satpol PP biasanya akan dimulai pada pukul 23.00 WIB.
Untuk menghindari para nggota Satpol PP, para ‘Gadis Matic’ ini pun akan mulai mangkap pada pukul 00.00 WIB ke atas.
Para ‘Gadis Matic’ ini telah beroperasi rata-rata menggunakan sepada motor di sepanjang jalan tersebut.
Mereka mematok tarif sekali berkencan berkisar Rp 150 ribu hingga Rp 200 ribu.
Para pekerja seks komersial (PSK) itu terlihat santai. Dilansir dari pantauan Tribun Jateng, dari pukul 21.00 hingga 00.00 tidak ada petugas Satpol PP yang melakukan razia di tempat tersebut.
"Aman tidak bakal ada razia," ucap seorang PSK saat ditanya soal razia.
Kokom, sebut saja begitu, mematok harga Rp 150 ribu sekali berkencan. Harga tersebut belum termasuk kamar yang digunakan untuk melakukan proses eksekusi.
"Nanti kamar harganya Rp 80 di hotel yang ada di sekitar jalan sini," tuturnya.
Dia meyakinkan selama bulan Ramadan belum pernah terjadi razia di wilayah tersebut. Bahkan, dirinya menjamin tidak akan ada Satpol PP yang berpatroli.
"Sampai sekarang belum ada razia," tandasnya.
Hal senada juga disampaikan Lala (bukan nama sebenarnya), PSK lainnya. Ia mengaku mematok harga Rp 200 ribu untuk sekali berkencan.
Harga tersebut sudah termasuk kamar yang telah disediakannya.
"Kalau kamarnya cari sendiri tarifnya Rp 180 ribu. Kalau Rp 200 ribu sudah sama kamar," tutur dia.
Ia menjamin tidak akan ada razia saat malam itu. Dirinya juga belum mendapati adanya Satpol PP yang berpatroli di wilayah tersebut.
"Tidak akan ada satpol PP, sampai pagi" tukasnya.
Populasi ‘Gadis Matic’ Semakin Banyak
Sementara itu, Warga sekitar, Slamet, menerangkan keberadaan PSK semakin malam semakin banyak. Rata- rata datang lebih malam untuk menghindari adanya razia.
"Kalau mau aman datang ke sini pukul 00.00," tuturnya.
Menurutnya, gerebekan biasa terjadi sekitar pukul 23.00. Para PSK tersebut datang setelah adanya razia.
"Biasanya mereka kabur dulu. Baru datang lagi sekitar Pukul 01.00," jelasnya.
Dirinya mengatakan PSK yang mangkal bukan merupakan warga sekitar. Para PSK merupakan pendatang yang tinggal jauh dari tempat mangkalnya.
"Mereka biasanya ngekos di daerah Kokrosono," tutur dia.
Selama Ramadan, kata dia, sering dilakukan razia oleh Satpol PP. Razia dilakukan belum lama ini di hotel-hotel yang ada di jalan tersebut.
"Kemarin hotel digerebek. Satpol PP sampai bilang suruh datangin suaminya kalau mau aman," ungkapnya.
Di sisi lain, Ketua Resos Argorejo, Suwandi, mengatakan tidak semua anak asuhnya pulang ke kampung halaman.
"Kemarin dari tanggal 5 Mei 2019 sudah pada pulang. Paling tinggal 10 persen yang ada di sini,"tuturnya, Kamis (16/5)
Suwandi menuturkan tidak akan menerima PSK baru setelah Lebaran. Dirinya akan melakukan pemulangan jika mendapati PSK baru.
"Karena anak asuh yang tercatat 476 orang," tuturnya.
Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Lentera Asa, Ari Istiyadi mengkhawatirkan ditutupnya tempat hiburan di Bandungan selama Ramadan akan terjadi adanya eksodus besar-besaran di Kota Semarang.
Oleh sebab itu pihaknya meminta pengurus Sunan Kuning untuk menolak kehadiran para PSK.
"Kami setiap malam melakukan patroli keliling di wisma-wisma tersebut,"tuturnya.
Dirinya menyebut kekhawatiran tersebut berembus isu dari para LSM yang ada di Kabupaten Semarang akan terjadi perpindahan besar-besaran para PSK Bandungan ke Kota Semarang.
"Namanya urusan perut tidak melihat bulan Ramadan," jelasnya.