SURYAMALANG.COM - Dokter gadungan bernama Elwizan Aminuddin bikin geger jagat sepak bola Tanah Air.
Kedok dokter gadungan Elwizan Aminuddin terbongkar setelah ia menangani beberapa klub kontestan Liga 1, di antaranya PSS Sleman.
Bahkan, Elwizan Aminuddin pernah bertugas untuk Timnas Indonesia.
Terkait fenomena dokter gadungan dalam sepak bola, Dokter tim Arema FC, dr Nanang Tri Wahyudi SpKO, turut berkomentar.
Ia menuturkan, sedikit banyak kejadian ini disebabkan minimnya pengetahuan klub mengenai standar perekrutan berdasarkan tes kompetensi dan kualifikasi.
Mengatasi hal itu, Nanang menawarkan solusi dengan membuat perhimpunan atau asosiasi khusus dokter sepak bola yang saat ini memang belum ada.
Nantinya, asosiasi ini bisa membantu tim untuk melakukan verifikasi dan mengulas rekam jejak dokter baru yang melamar.
"Saya anggota PDSKO (Perhimpunan Dokter Spesialis Olahraga), jadi aman."
"Kalau asosiasi dokter bola belum ada, dari kasus ini bisa dibentuk untuk menjamin kualitas dokter tim," ujar dokter lulusan Spesialis Kedokteran Olahraga Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu, dikutip SURYAMALANG.COM dari Kompas.com.
Nanang Tri Wahyudi mengatakan PDSKO tidak bisa dilibatkan dalam kasus dokter gadungan ini, sebab anggota PDSKO yang bekerja di klub sendiri tidak banyak.
"Tidak ada tindakan, karena bukan anggota PDSKO. Dokter spesialis di olahraga sedikit."
"Cuma Arema FC, Persija Jakarta, Persib Bandung, Persita Tangerang. Yang lainnya dokter umum," tuturnya.
"Mungkin PSSI, PSS Sleman dan PT LIB yang harus memberikan tindakan," imbuh lagi.
Nanang Tri Wahyudi menegaskan dokter umum pun tidak masalah menjadi dokter tim sepak bola.
Faktanya, dokter spesialis olahraga memang cukup langka di Indonesia.
Dia mengungkapkan jumlah dokter spesialis olahraga tidak mungkin memenuhi kebutuhan yang ada.
Baginya, yang terpenting saat ini adalah membangun sebuah sistem yang bisa memvalidasi dan memverifikasi.
"Tidak ada masalah, dokter umum kan bisa dilatih dengan workshop-workshop oleh PSSI."
"Pokoknya yang utama harus ada ijazah dokter ya. Sebagai bukti kalau dia benar-benar dokter," pungkasnya.
Lebih lanjut, Nanang Tri Wahyudi membeberkan fakta baru mengenai kegaduhan yang terjadi karena terbongkarnya kedok Elwizan Aminuddin sebagai dokter gadungan.
Dunia sepak bola Indonesia tengah ramai diguncang kabar mengenai terbongkarnya kedok dokter gadungan PSS Sleman, Elwizan Aminuddin.
Setelah dilakukan penelusuran oleh PT LIB, didapati bahwa Elwizan Aminuddin memang tidak memiliki ijazah kedokteran yang terdaftar.
Dengan kata lain, ia adalah dokter gadungan. Selama ini, memang banyak klub yang tidak tahu standar perekrutan dokter tim.
Alhasil, dr. Nanang Tri Wahyudi SpKO tidak begitu kaget dengan temuan tentang dokter tim gadungan ini.
Nanang Tri Wahyudi mengatakan, berdasarkan sepengetahuannya, proses perekrutan dokter tim tidak ubahnya seperti karyawan biasa.
Dimulai dari proses pengajuan lamaran dilanjutkan dengan seleksi wawancara, tidak ada proses lainnya yang berhubungan dengan kompetensi dokter.
"Prosedur administrasinya mengumpulkan Ijazah dokter, kebetulan si Amin (Elwizan Aminuddin) ini bikin ijazah palsu," tutur dr. Nanang Tri Wahyudi SpKO kepada Kompas.com.
"Untuk tesnya, wawancara saja dan (melengkapi) berkas administrasi."
"Kalau manajemen yakin, ya tinggal direkrut. Kadang ada juga yang harus presentasi program, tergantung manajemen tim masing-masing," katanya menambahkan.
Dengan adanya kasus ini, dr. Nanang berharap semua tim bisa mengambil pelajaran.
Nanang Tri Wahyudi menyarankan agar klub-klub Liga 1 lebih hati-hati dalam hal perekrutan dokter tim.
Mengingat peran dokter tim sangat krusial lantaran menyangkut kesehatan dan keselamatan pemain.
Nanang Tri Wahyudi juga berharap setelah kasus ini, klub-klub maupun timnas harus punya sebuah sistem yang jelas untuk mengukur kompetensi anggotanya.
Sebab, menurutnya fenomena dokter gadungan ini bisa muncul dikarenakan lemahnya sistem.
"Kompetensi dokter tim harus jelas, semua level mulai dari klub hingga Timnas. Tidak bisa menunjuk dokter tim hanya berdasarkan kenal atau kekerabatan saja."
"Dokter palsu ini bisa pindah-pindah klub karena pendekatan ke manajemen atau pelatih, bukan karena skill dan kompetensinya," ujarnya mengakhiri.
Berita terkait Arema