SURYAMALANG.COM, BLITAR - Kenaikan harga BBM berdampak pada perajin kendang jimbe di Kelurahan Sentul, Kecamatan Kepanjenkidul, Kota Blitar.
Biaya operasional perajin kendang jimpe naik sekitar 15-20 persen dampak kenaikan harga BBM.
Sedang, harga jual kendang jimbe belum naik.
Perajin kendang jimbe, Suparno (51) sangat merasakan dampak kenaikan harga BBM terhadap usaha kerajinan kendang jimbenya.
"Saat awal-awal kenaikan harga BBM sangat terasa dampaknya bagi perajin kendang. Biaya operasional naik sekitar 15-20 persen," kata Suparno kepada SURYAMALANG.COM, Kamis (22/9/2022).
Untuk memproduksi kendang jimbe, Suparno membutuhkan solar sebagai bahan bakar diesel yang menggerakkan mesin bubut.
Ia menggunakan satu mesin diesel untuk menggerakkan empat mesin bubut.
Bapak satu anak itu butuh lima sampai enam liter solar untuk memproduksi 100 biji kendang jimbe.
Hampir dua pekan ini, harga solar naik dari sebelumnya Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter.
"Produksi masih tetap jalan, sehari rata-rata memproduksi 100 biji kendang. Sebelum pandemi, produksinya bisa 300 biji per hari," ujarnya.
Menurutnya, kenaikan harga BBM pasti akan diikuti dengan kenaikan harga bahan baku pembuatan kendang jimbe.
Sampai sekarang, Suparno belum berani menaikkan harga jual kendang jimbe.
Untuk menaikkan harga jual, ia masih menghitung kenaikan biaya produksi.
"Kenaikan biaya produksi belum saya kalkulasi secara rinci, perkiraan naik 15-20 persen," katanya.
Dengan kenaikan harga BBM dan harga jual kendang jimbe tetap, Suparno mengaku keuntungan yang diperoleh menipis.
Malah, terkadang pendapatan yang diperoleh hanya cukup untuk menutup biaya produksi.
"Sekarang, saya hanya bertahan dulu, sambil menunggu menaikkan harga jual kendang. Saya sudah memberikan informasi ke pelanggan terkait rencana kenaikan harga jual kendang," ujarnya.
Sekarang, harga jual kendang jimbe milik Suparno masih tetap mulai Rp 13.000 per biji sampai Rp 500.000 per biji.
Tetapi, kata Suparno, dampak kenaikan harga BBM ini tidak seberat dampak ketika awal terjadi pandemi Covid-19 pada 2022.
Ketika awal terjadi pandemi Covid-19, para perajin kendang jimbe berhenti produksi. Pasar utama ekspor kendang jimbe ke China tutup akibat Covid-19.
Banyak perajin kendang jimbe yang gulung tikar dampak pandemi Covid-19. Suparno, merupakan satu dari beberapa perajin kendang jimbe di Kelurahan Sentul, Kota Blitar, yang masih bertahan hingga sekarang.
"Sekarang saya banyak melayani pasar lokal mulai dari Jombang, Gresik, Surabaya, Jakarta, sampai luar pulau. Untuk ekspor ke China sudah dua bulan ini berhenti lagi. Sekali ekspor biasanya bisa 3.000-4.000 biji kendang," katanya.