Setahun Tragedi Kanjuruhan

Trauma Korban dan Keluarga Usai Setahun Tragedi Kanjuruhan: Takut ke Sadion, Rutin ke Makam Anak

Penulis: Frida Anjani
Editor: Eko Darmoko
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Trauma Korban dan Keluarga Usai Setahun Tragedi Kanjuruhan

SURYAMALANG.COM - Trauma yang dialami korban dan keluarga korban masih berlanjut setelah setahun Tragedi Kanjuruhan terjadi. 

Para korban selama Tragedi Kanjuruhan bahkan ada yang takut untuk kembali meginjakkan kaki ke Stadion lagi. 

Dirinya hanya mampu melihat Stadion dari jauh dan tak berani mendekati usai mengalami malam mengerikan saat Tragedi Kanjuruhan satu tahun lalu. 

Ada juga keluarga dari korban meninggal Tragedi Kanjuruhan yang harus mengalami kehilangan yang mendalam. 

Bahkan ada orang tua yang rutin ke makam anaknya setiap hari yang menjadi korban Tragedi Kanjuruhan. 

Sosok Nur Saguanto (20) menjadi satu dari banyaknya korban selamat Tragedi Kanjuruhan yang mengalami trauma hingga kini. 

Pemuda asal Desa Tegalsari, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang ini termasuk korban selamat dalam insiden yang menewaskan sebanyak 135 orang tersebut.

Agenda 1 Tahun Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2023 (SURYAMALANG.COM)

Baca juga: LINK Live Streaming Agenda Setahun Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2023, Ada Pameran hingga Doa Bersama

Pria yang akrab disapa Aan ini baru pertama kali menginjakkan kembali kakinya di Stadion Kanjuruhan sejak tragedi kelam tersebut.

Selama ini Aan memang sengaja menghindari stadion agar tidak mengingat kembali kericuhan yang menyebabkan dia terluka pada wajah dan kaki.

"Saya dan teman saya yang juga korban selamat akan datang ke Stadion Kanjuruhan besok," kata Aan kepada SURYAMALANG.COM, Jumat (29/9).

Setelah peristiwa kelam tersebut, sang ibu melarang Aan masuk ke dalam stadion. Namun, Aan mencoba memberanikan diri demi rasa kemanusiaan dan banyaknya korban meninggal atas kejadian tersebut.

"Saya selalu mendoakan mereka dari rumah. Tapi saat besok, tidak pas kalau saya tidak datang. Meskipun saya tidak kenal mereka, tapi saya ingin hadir langsung," bebernya.

Selama ini Aan hanya bisa melihat stadion milik Pemkab Malang tersebut dari kejauhan. Bungsu dari dua bersaudara itu mengaku masih trauma jika mengingat kembali kejadian itu.

"Kalau melihat stadion itu, ada rasa kekecewaan mendalam," imbuhnya.

Sekarang rasa trauma itu sedikit berkurang. Aan memiliki cara tersendiri untuk melupakan tragedi 1 Oktober 2022 itu.

"Biasanya saya riding dengan teman-teman pada hari Sabtu atau Minggu," ujarnya.

Aan berharap para korban tragedi Kanjuruhan mendapat keadilan. "Saya belum puas atas hukuman kepada para tersangka," imbuhnya.

Sementara itu, Curvasud Arema akan menggelar peringatan 1 tahun tragedi Kanjuruhan di markas Curvasud Arema di Jalan Patimura, Kota Malang pada 30 September dan 1 Oktober 2023. Ketua Panitia, Ari Susanto mengatakan acara akan diawali dengan doa bersama pada 30 September 2023 malam.

"Untuk 1 Oktober pukul 09.00 WIB, kami menggelar khitan massal, hadrah, santunan anak yatim, hiburan musik (band lokal), donor darah, dan pengobatan gratis," kata Ari, Selasa (26/9).

Pria yang akrab disapa Ambon ini menuturkan nantinya peserta khitan massal akan diarak menggunakan Bus Macito.

"Hadrah, pengobatan gratis, dan donor darah digelar pada pukul 08.00 WIB," terangnya.

Disisi lain ada Siti Mardyan (54) yang harus kehilangan anaknya saat Tragedi Kanjuruhan terjadi.

Setiap hari Siti Mardyan (54) ziarah ke makam anaknya, Mitha Maulidia (26) di TPU Kasin, Kota Malang.

Mitha Maulidia merupakan korban meninggal dalam tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 silam.

Rumah wanita yang akrab disapa Kholifah ini hanya berjarak sekitar 300 meter dari makam Mitha Maulidia. Biasanya Kholifah ke makam anaknya setelah Salat Duha dan setelah Salat Asar.

Siti Mardyan (54) berdoa dan bersimpuh di makam anaknya Mitha Maulidia (26) yang menjadi korban Tragedi Kanjuruhan di TPU Kasin, Kota Malang, Rabu (27/9/2023). Mitha Maulidia tewas usai menonton sepakbola antara Arema FC VS Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan 1 Oktober 2022. (purwanto)

Kehidupan keluarga Kholifah berbeda setelah Mitha Maulidia meninggal dalam tragedi yang menewaskan 135 orang tersebut. Jika terbayang sosok Mitha, Kholifah segera ke makam, dan menangis di pusara anaknya.

"Setiap hari saya ke makam Mitha. Bhkan sehari bisa sampai tiga kali," kata Kholifah kepada SURYAMALANG.COM, Jumat (29/9).

Air mata Kholifah tidak terbendung saat menyiram nisan anaknya.

"Ibuk kangen, nduk. Mugo-mugo keadilan iso dibuktekno gae samean (ibu kangen Mitha. Semoga keadilan bisa dibuktikan untuk kamu)," ujar Kholifah saat menyiram batu nisan anaknya.

Semasa hidupnya, Mitha seperti teman curhat bagi Kholifah.

"Kalau ada masalah, saya curhat ke anak perempuan. Selain sebagai anak, dia itu seperti teman," jelasnya.

Warga Jalan Ternate, Kota Malang itu merasa kehidupannya lebih buruk sejak Mitha meninggal. Nafsu makannya berkurang. Dia juga sudah jarang masak makanan lagi.

"Sekarang saya makan seadanya. Kalau dulu, kami membuat bakso bareng, atau membuat pangsit bareng. Semuanya membuat sendiri, dan tidak pernah membeli," kata Kholifah.

Berita Terkini