SURYAMALANG.COM, MALANG - Kota Layak Anak yang disandang oleh Kota Malang dirasa tidak memberikan dampak berarti bagi kehidupan anak-anak di Kota Malang. Implementasi predikat Kota Layak Anak yang tersemat pada Kota Malang sejak 2009 dinilai masih rendah.
Hal itu dikritik oleh Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Malang, Djoko Nunang. Menurut Nunang, masih ada banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan pemangku kebijakan untuk mewujudkan sejatinya prinsip Kota Layak Anak.
"Boleh dikatakan belum ada kemajuan yang menggembirakan. Gaungnya Kota Malang sebagai Kota Layak Anak belum membumi seperti Arema. Padahal bisa dipakai contoh seperti Aremania dan Aremanita. Mengapa Kota Malang masih kalah seperti Surakarta atau Surabaya? Kota Malang kalah satu langkah," paparnya, Sabtu (23/3/2024).
Berdasarkan kebijakan yang telah ditetapkan, syarat sebuah kota mendapat predikat Kota Layak Anak antara lain menyediakan akses pelayanan kesehatan, pendidikan, air bersih, sanitasi yang sehat dan bebas dari pencemaran lingkungan.
Menyediakan kebijakan dan anggaran khusus untuk anak. Menyediakan lingkungan yang aman dan nyaman sehingga memungkinkan anak dapat berkembang. Keseimbangan di bidang sosial, ekonomi, dan terlindungi dari pengaruh kerusakan lingkungan dan bencana alam.
Memberikan perhatian khusus pada anak yang bekerja di jalan, mengalami eksploitasi seksual, hidup dengan kecacatan atau tanpa dukungan orang tua. Adanya wadah bagi anak-anak untuk berperan serta dalam pembuatan keputusan yang berpengaruh langsung pada kehidupan anak-anak.
Nunang menyebut, komitmen pemangku kebijakan masih rendah. Ia mencontohkan, bagaimana implementasi Perda Nomor 2 Tahun 2018 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) tidak berjalan baik. Masih banyak ditemukan iklan rokok yang terlihat di publik.
Realitas itu menggambarkan kalau Kota Layak Anak masih belum mendapatkan dukungan yang kuat dari pemangku kebijakan.
“Otomatis Perda itu hanya lewat saja. Ketika tim penilai kota layak anak datang ke Kota Malang, ternyata reklame produk rokok masih marak, termasuk videotron milik Pemkot Malang menayangkan rokok. Maksud kami, kalau tidak bisa mencegah 100 persen, tapi setidaknya bisa dikurangi,” ujarnya.
Kasus lain yang mencoreng predikat Kota Layak Anak di Kota Malang adalah kasus perundungan di sekolah. Nunang menyayangkan masih banyak ditemukan kasus perundungan di sekolah. Seharusnya, sekolah menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak-anak untuk berkembang.
Realitas yang belakangan terjadi di Kota Malang terbalik. Tidak sedikit peserta didik yang menjadi korban perundungan. Terhadap kondisi itu, LPA Kota Malang menyarankan agar korban perundungan bisa pindah sekolah.
Di sisi lain, Nunang juga meminta pemerintah bisa memberikan layanan pendidikan non formal yang baik untuk menunjang potensi skil yang dimiliki peserta didik jika mereka tidak melanjutkan ke sekolah formal.
Kasus putus sekolah karena perundungan banyak terjadi di Kota Malang. LPA Kota Malang juga mencatat, perundungan yang dilakukan juga telah mengakibatkan peserta didik sakit secara fisik.
“Kan ada yang jarinya sampai diamputasi. Kami menyarankan agar pindah sekolah agar korban mendapatkan suasana baru. Kalau pun memilih sekolah paket, pemerintah bisa membantu mengembangkan bakat atau skilnya,” paparnya.
WD, seorang ibu di Kota Malang menceritakan bahwa anaknya telah menjadi korban perundungan. Akibat dirundung begitu parah, anaknya tidak ingin kembali ke sekolah. Sang anak pun memilih putus sekolah.
“Anaknya sendiri yang bilang ingin putus sekolah. Saya berharap pindah sekolah, tapi anaknya tidak mau,” ujarnya.
Saat ini, sang anak sedang mengejar Paket B yang setara SMP. Di sisi lain, buah hati WD tersebut diikutkan pelatihan yang menunjang bakatnya di bidang desain grafis.
WD berharap ada bantuan dari pemerintah untuk menunjang bakat yang dimiliki buah hatinya. Pasalnya, biaya yang harus dikeluarkan WD untuk membiayai anaknya mendapatkan materi desain grafis dianggap tidak murah.
“Nilainya bisa sampai Rp 2 juta hingga Rp 3 juta,” ungkapnya.
WD menyadari anaknya tidak lagi memiliki peluang melanjutkan pendidikan di sekolah formal. Peluang yang bisa diambil adalah mengembangkan skilnya melalui pendidikan non formal, meski biayanya cukup mahal.