SURYAMALANG.COM, MALANG - Keluarga korban Tragedi Stadion Kanjuruhan bersama dengan jaringan masyarakat sipil menggelar diskusi publik memperingati dua tahun targedi, Senin (30/9/2024).
Diskusi ini berlangsung di Kedai Swara Alam, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang.
Sebagaimana diketahui, Selasa (1/20/2024), tepat dua tahun tragedi selepas laga Arema FC vs Persebaya Surabaya, yang menewaskan 135 jiwa. Peristiwa itu terjadi pada 1 Oktober 2022 silam.
Hari ini, keluarga korban Tragedi Stadion Kanjuruhan merawat ingatan dengan menggelar diskusi publik yang bertema Jalan Terjal Menempuh Keadilan.
Selain dihadiri oleh keluarga korban Tragedi Stadion Kanjuruhan, kegiatan ini juga dihadiri oleh mahasiswa, Aremania, presidium Aremania, komunitas suporter, penyintas, dan beberapa jaringan masyarakat sipil.
Dalam kegiatan, mereka berbincang terkait Tragedi Stadion Kanjuruhan dengan mendatangkan beberapa narasumber, di antaranya keluarga korban, Dhia Al Uyun Akademisi Fakultas Hukum dari Universitas Brawijaya (UB), Andi Muhammad Rezaldy dari Kontras, Arief Maulana dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Suciwati dari aktivis HAM, serta Daniel Siagian dari Lembaga Bantuan Hukum Pos Malang.
Daniel Siagian yang selama ini mendampingi keluarga korban menyampaikan, bahwa diskusi sebagai bentuk refleksi baik dari keluarga korban, pendamping, hingga jaringan masyarakat sipil terkait keadilan bagi keluarga korban.
"Kita melihat 2 tahun ini proses atau upaya hukum untuk keluarga korban ini belum mendapatkan keadilan," kata Daniel.
Daniel melanjutkan, kegiatan ini untuk mengingatkan masyarakat, baik di Malang Raya maupun nasional, bahwa Tragedi Stadion Kanjuruhan belum selesai.
Ia menyebutkan banyak upaya hukum yang harus ditempuh ke depannya, baik itu melalui ranah pidana Hak Asaai Manusia (HAM), maupun ranah perdata.
"Nah itu sebenarnya momentum sembari menginjeksi keluarga korban agar visi keadilan dapat dihadirkan dalam forum ini," terangnya.
Sementara itu, Suciwati aktivis HAM sekaligus istri mendiang Munir Said Thalib menambahkan, bahwa kegiatan diskusi dengan mempertemukan keluarga korban harus dilakukan secara berkelanjutan.
"Ini dilakukan untuk mengingat sebuah tragedi kemanusiaan yang harus dihighlight, tapi ini kayak adem ayem," imbuh perempuan yang menggagas kampanye 'Menolak Lupa'.
Ia menjelaskan, sebelumnya pada 2005 silam terkait kasus Munir mengenai kampanye Menolak Lupa dilakukan pada saat persidangan jauh sebelum adanya aksi kamisan.
"Jadi kita mengajak orang-orang untuk solidaritas karena dulu belum ada medsos tapi ini dilakukan lumayan masif dengan mengundang media untuk hadir untuk ikut solidaritas," bebernya.
"Tapi di sini saya melihat gerakan keluarga korban sangat kurang dan ini bisa dievaluasi ke depannya dipertajam dengan membentuk organisasi," tukasnya.