SURYAMALANG.COM, MALANG - Jumlah pengangguran di Kota Malang per akhir tahun 2023 mencapai 31.286 orang. Meskipun tercatat sebagai pengangguran di Kota Malang, tapi tidak semuanya merupakan warga Kota Malang.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka pengangguran terbuka di Kota Malang secara makro. Kepala BPS Kota Malang, Umar Sjaifudin menyatakan orang-orang yang disurvei bisa jadi bukan warga Kota Malang, tetapi menetap di Kota Malang.
Orang-orang seperti itu bisa jadi adalah mahasiswa yang baru saja lulus dari perguruan tinggi (PT). Setiap tahun ada ratusan ribu mahasiswa datang ke Kota Malang untuk mengenyam pendidikan di PT.
Sesuai data BPS, pengangguran di Kota Malang yang lulusan PT memang sangat tinggi. Sebanyak 6.614 orang yang merupakan lulusan PT, baik D4, S2, maupun S3 masih berstatus pengangguran.
Lulusan SMK mendominasi jumlah pengangguran, yaitu sebanyak 8.642 orang. Disusul lulusan SMA dan Madrasah Aliyah (MA) yang sebanyak 8.449 orang.
Umar menegaskan survei yang dilakukan BPS Kota Malang untuk mendapat angka pengangguran terbuka tidak dilakukan berdasarkan informasi nama dan alamat. Survei dilakukan secara terbuka yang mengambil beberapa orang secara acak.
"Karena survei dengan cara sample, yang angka pengangguran itu bukan by name by adress. Kami melakukan survei untuk melihat persentase pengangguran di Kota Malang," kata Umar kepada SURYAMALANG.COM, Selasa (29/10).
Umar menyebutkan BPS rutin menggelar survei setiap tahun melalui survei ketenagakerjaan nasional. "Biasanya kami melakukan survei pada Agustus. Survei pada tahun ini sudah selesai. Kami akan rilis hasil survei tersebut pada akhir tahun atau awal tahun," tambahnya.
Angka pengangguran yang tinggi di Kota Malang hampir sama dengan kota besar lainnya. Menurutnya, tingginya angka pengangguran di kota besar sangat tinggi masih wajar.
"Kami melakukan pendataan secara de facto. Kami mendata bukan hanya ber-KTP Kota Malang, tapi juga orang luar Kota Malang yang tinggal di Kota Malang. Makanya ada mahasiswa yang baru lulus ikut menjadi sampel. Hal-hal seperti itu yang mengakibatkan angka pengangguran Kota Malang tinggi. Jadi kondisi Kota Malang hampir sama dengan Surabaya yang angka penganggurannya mencapai 6 persen," terangnya.
Survei yang dilakukan tidak membedakan pelaku ekonomi kreatif dengan responden lain. Menurutnya, pertanyaan dalam suvei berlaku sama terhadap semua responden, tanpa membedakan latar belakang statusnya.
"Saat BPS mendata pengangguran, ada pertanyaan durasi bekerja dalam sepekan terakhir. Meskipun bekerja secara informal, bisa saja masuk dalam data itu," imbuhnya.
Sementara itu, Dinas Tenaga Kerja, Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Disnaker PMPTSP) Kota Malang tidak data rinci serapan tenaga kerja di sektor industri kreatif. Disnaker berencana membuat pendataan melalui nama dan alamat untuk mengetahui status kerja warga Kota Malang.
"Selama ini kami mengikuti data yang dikeluarkan oleh BPS. Sesuai aturan, kami memang harus ikut data dari BPS. Tapi kadang pelaku industri kreatif yang bekerja di rumah bisa jadi disebut pengangguran. Makanya nanti data kami akan by name dan by address. Kami akan buat data sendiri agar intervensi program dari pemerintah tepat sasaran," kata Arif Tri Sastyawan, Kepala Disnaker PMPTSP) Kota Malang.
Arif menyebutkan banyak anak muda yang masuk kategori angkatan kerja tidak mau bekerja di sektor non-formil, seperti melinting rokok. Menurutnya, sejumlah anak muda memilih gengsi bekerja di sektor tersebut. Mereka lebih memilih bekerja di toko yang ada pendingin atau AC, atau di kafe dengan nuansa kekinian.
Padahal pendapatan dari bekerja melinting rokok lebih tinggi daripada bekerja di toko atau kafe. "Itu yang menjadi tantangan kami. Kami harus menyusun program yang bisa tetap sasaran untuk menyerap angkatan kerja," terang Arif.