Memalukan, Perumda Milik Pemkab Malang Tunggak PAD Dua Tahun Atas Pengelolaan Enam Objek Wisata

Penulis: Imam Taufiq
Editor: Eko Darmoko
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pantai Balekambang

SURYAMALANG.COM, MALANG - Dipercaya untuk mengelola enam tempat wisata, bukannya kian membikin maju aset milik Pemkab Malang itu, namun seperti kian mempercepat merana.

Salah satunya adalah Hotel Songgoriti dan pemandian air panas, di Kota Batu.

Malah, bukan cuma tak becus mengelola aset bernilai ratusan miliar itu, namun Jasa Yasa, Perusahaan Daerah (Perumda) milik Pemkab Malang itu diketahui sudah dua tahun ini menunggak setoran ke PAD atas pengelolaan enam tempat wisata itu.

Di antaranya, Hotel Songgoriti, Pantai Balekambang, Pantai Ngliyep, Pemandian Metro Kepanjen, Pemandian Dewi Sri Pujon, dan Pemandian Sumber Waras Lawang.

"Iya, memang demikian. Saat hearing kemarin di gedung dewan, kami minta agar dibayar dan ia berjanji tahun ini akan dibayarnya, yang tahun ini," ungkap Ali Murtadlo, ketua Komisi III, Jumat (30/12/2024).

Meski ditarget Rp 2 miliar per tahun, namun menurut Gus Tado (sapaan Ali Murtadlo), yang akan dibayar Jasa Yasa itu baru bisa tahun ini.

Itu pun bukan Rp 2 miliar sesuai target dari Pemkab Malang, namun akan dibayar Rp 1,5 miliar.

Alasan Jasa Yasa, lanjut dia, karena pendapatan yang didapat selama dua tahun ini masih dipakai buat membenahi internal manajemen dan penataan ulang di lokasi wisata.

"Semoga janjinya itu bisa segera dibayar," paparnya.

Sementara, Joni Sujarmoko, Dirut Jasa Yasa ditanya soal tunggakannya ke PAD itu tak menampik. Itu akan dibayarkan akhir Desember 2024 ini.

"Kan, masih ada waktu beberapa hari," tuturnya.

Mengapa Jasa Yasa kok terkesan pontang-panting meski tempat wisata yang dikelolanya itu sudah punya nama dengan tingkat kunjungan wisata tinggi, seperti Pantai Balekabang, Joni mengaku karena saat dirinya menjabat pada 1 September 2023 lalu itu ditinggali utang Rp 9,6 miliar.

Katanya, utang itu di antaranya buat pesangon karyawan yang pensiun dan ada tunggakan pajak juga.

"Saat saya menjabat itu (berarti menggantikan Khusnul, Dirut Jasa Yasa sebelumnya), saya ditinggali uang di kas itu cuma Rp 3 juta. Namun, kini pelan-pelan kondisi itu kami benahi," tutur Joni.

Menanggapi hal itu, Ahmad Kusairi, koordinator LSM Pro Desa, mengatakan itu ya memalukan kalau Perumda sampai menunggak seperti itu.

Malah, yang bikin Jasa Yasa itu semestinya tak punya muka, lanjut dia, ketidakmampuannya untuk memberikan deviden ke PAD sampai menunggak seperti itu terkesan seperti melemparkan kesalahan ke dirut yang lama.

"Jika benar, manajemen yang lama ada masalah, terus mengapa saat mengganti dulu kok mau. Mestinya, kalau merasa tak mampu, ya ditolak lah."

"Wong, dia ditunjuk jadi dirut yang baru itu memang buat membenahi, bukan terus mengungkit dosa lama," tuturnya.

Terlepas benar atau tidak atas semua itu, lanjut dia, faktanya kan Jasa Yasa yang saat ini menunggak setoran ke PAD. Dan, jika ada masalah dengan dirut yang lama, mestinya bukan dijadikan alasan buat 'kegagalannya'.

"Kalau saran saya, Inpektorat dan Pak Nurman (Nurman Ramdansyah, Pj Sekda) harus mengauditnya, bukan dievaluasi lagi."

"Termasuk, mengapa dirut yang lama kok sampai meninggalkan utang sebesar itu, dan ada apa kok uang di kasnya dulu itu tinggal tersisa Rp 3 juta."

"Pengakuan dirut itu harus dibuktikan, jangan sampai membikin tipis telinga dirut yang lama," ungkapnya.

Sementara, Abdul Qodir, ketua Fraksi PDI Perjuangan meminta Inpektorat turun tangan karena jika dibiarkan khawatir ada uang yang diduga menguap.

Biar tak saling tuding atau cari muka, itu harus diaudit, siapa yang tak pecus untuk mengelola wisata yang bisa mencetak uang sendiri jika dikelola dengan benar itu.

"Eman, seperti satu tempat wisata saja, sebulannya bisa meraup pendapatan Rp 500 juta, seperti Balekambang itu."

"Tempat wisata lainnya, meski kondisinya tak sekarat namun masih bisa dioptimalkan jika dikelola dengan benar."

"Miminimal, itu dengan cara subsidi silang, dari wisata yang pendapatannya lebih. Jika kondisinya seperti ini semua, kami khawatir akan jadi cerita masa lalu seperti Hotel Songgoriti," pungkas wakil ketua DPC PDIP itu.

Berita Terkini