SURYAMALANG.COM - Sebuah kisah heroik seorang bidan di Puskesmas Duo Koto viral berjuang menyeberangi sungai arus deras demi mengobati pasien Tuberculosis (TBC).
Dia adalah bidan Dona Lubis berusia 46 tahun, hati nuraninya terpanggil menghadiri panggilan pasien meski jarak dan medan jalan yang ditempuh terjal.
Sosok bidan Dona adalah warga Desa Andilan, Jorong Setia, Nagari Simpang Tonang Selatan yang berada di wilayah Kecamatan Dua Koto, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumbar.
Bidan Dona sudah mengabdi sebagai bidan Aparatur Sipil Negara (ASN) di daerah tersebut sejak 1999.
Dia mengaku mendatangi pasien itu karena sudah lama menghubunginya untuk meminta bantuan pengobatan.
“Kejadiannya pada Jumat 1 Agustus 2025 lalu. Saat itu saya mendapat telepon dari pasien,” ujar Dona saat dihubungi Kompas.com (grup SURYAMALANG.COM), Senin (4/8/2025).
Pasien yang didatangi bidan Dona berada di Jorong Sinuangon, Nagari Cubadak Barat, Kecamatan Dua Koto, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat.
Wilayah tempat tinggal pasien tersebut tidaklah mudah dijangkau warga karena jembatan penghubung di desa tersebut baru saja putus karena guyran air hujan.
Ya, hal itu membuat bidan Dona mau tidak mau terpaksa menyeberangi arus sungai deras untuk sampai di tempat tinggal pasien tersebut.
Aksi heroik bidan Dona menyeberangi sungai dengan arus deras itu rupanya diabadikan oleh seorang warga setempat, Jumat (1/8/2025) pagi.
Dalam video amatir rekaman warga itu, bidan Dona terlihat begitu semangat dan tak kenal lelah menyeberangi sunai.
Dia juga terlihat membawa sebuah tas yang ditaruh di punggungnya, diduga berisi alat medis dan obat-obatan.
"Saat itu saya baru pulang dari pelatihan di Pekanbaru. Pasien sudah lama menghubungi minta diobati. Begitu saya sampai Pasaman, saya langsung berangkat ke sana,” cerita bidan Dona.
Dia terlihat semringah ketika berhasil melintasi arus deras aliran sungai tersebut.
Padahal, kedalaman sungai membuat seluruh tubuhnya hingga ke bagian leher terendam air.
Tak tahu jembatan putus
Jarak tempat bertugas bidan Dona dengan rumah pasien TBC sekitar 27 kilometer.
Untuk menuju ke rumah pasien tersebut, bidan Dona menempuhnya dengan menyewa ojek.
Bidan Dona pun menghabiskan sekitar Rp 400 ribu dari uang pribadinya.
Semangat bidan Dona rupanya diuji kembali ketika di tengah perjalanan mendengar jembatan penghubung antara dua nagari sudah roboh diterjang arus sungai.
Jembatan penghubung itu satu-satunya akses yang menghubungkan dua nagari tersebut.
“Sampai di Lanai, warga bilang jembatan sudah putus. Awalnya saya kira masih bisa dilewati dengan berjalan kaki, tapi ternyata sudah roboh total,” ujar bidan Dona.
Namun, bidan Dona tak putus asa.
Mendatangi pasien di rumahnya adalah bentuk komitmen menempati janji yang sebelumnya disampaikannya.
Bidan Dona pun memutuskan untuk melewati sungai tersebut dengan berenang.
“Saya tidak tahu kalau jembatannya putus, jadi tidak bawa perlengkapan apapun. Tapi karena pasien butuh bantuan dan tidak mungkin saya menolak, saya putuskan berenang,” ucap bidan Dona.
Di dalam pikirannya, ia hanya memikirkan kesembuhan pasiennya.
Saat berenang, ia terlihat berusaha menyelamatkan peralatan medis yang ada di punggungnya.
“Saya hanya dengar suara orang memanggil dari seberang, bilang ‘ke sinilah’,” katanya.
Bidan Dona kembali bercerita, lika-liku perjalannya bukan hanya menerjang sungai saja.
Ia perlu melewati hutan dan jalan yang rusak parah.
Bahkan ia sempat terjatuh ke lumpur hingga tiga kali.
“Sudah sering saya ke kampung itu. Tapi ini pertama kali saya harus menyeberangi sungai," katanya.
"Bahkan sebelum sampai jembatan putus itu, saya tiga kali jatuh dari motor karena jalan berlumpur,” jelasnya.
Kini, pasien yang dikunjungi bidan Dona sudah sembuh.
Menurut bidan Dona, pasien yang ia obati harus mengonsumsi obat secara rutin.
Penghentian pengobatan bisa berisiko besar bagi kesembuhan pasien.
“Makanya saya rela menyeberangi sungai agar pasien itu mendapatkan obat,” katanya.
Ia berharap pemerintah segera memperbaiki infrastruktur di wilayah tersebut, terutama jalan dan jembatan penghubung antar nagari karena akses vital bagi masyarakat sekitar, termasuk anak-anak sekolah.
“Bukan hanya saya saja. Warga juga kesulitan. Anak sekolah yang kita kasihan. Mohon segera diperbaiki,” kata bidan Dona.
“Semoga jembatan segera diperbaiki. Jalan pun diperhatikan karena bidan lain dan saya sering ke sana untuk mengobati warga,” harapnya.
Bidan Dona mengatakan tugas bidan di daerah terpencil menuntut banyak peran.
Menurutnya, bidan bukan hanya membantu orang melahirkan saja, tapi harus melayani pasien yang sakit juga.
"Kami antar obatnya, kalau sakitnya parah kita rujuk. Intinya kami harus melayani mereka yang sakit,” ujar Dona.
Sebagian artikel ini tayang di TribunJakarta.com dan Kompas.com